Penindasan China Berlanjut, 2 Jurnalis Hong Kong Dipenjara atas Penghasutan

Selasa, 01 Oktober 2024 - 15:00 WIB
loading...
Penindasan China Berlanjut,...
Dua jurnalis Hong Kong, Chung Pui-kuen dan Patrick Lam, dihukum penjara atas penghasutan. Ini merupakan bentuk penindasan China terhadap kebebasan berbicara. Foto/HKFP
A A A
HONG KONG - Kampanye penindasan transnasional Partai Komunis China (CCP) telah mencapai titik mengkhawatirkan dan menimbulkan ancaman serius terhadap demokrasi global serta kebebasan individu.

Penilaian itu dipaparkan editorial European Times pada Selasa (1/10/2024).

Disebutkan bahwa taktik kontrol otoriter Beijing kini semakin meluas ke negara-negara demokrasi, yang tidak lagi terbatas pada perbatasan China daratan, sehingga merusak prinsip-prinsip keleluasaan dan kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi negara-negara tersebut.

Peristiwa terkini telah menunjukkan semakin besarnya keinginan CCP untuk mengekspor taktik represifnya secara global, dengan menyasar para kritikus, komunitas Tionghoa perantauan, dan bahkan warga negara asing yang berani menentang kebijakan Beijing.

Hukuman terhadap dua mantan editor Stand News Hong Kong, Chung Pui-kuen dan Patrick Lam, berdasarkan undang-undang penghasutan yang sudah kuno di wilayah tersebut, menjadi pengingat jelas akan tekad CCP untuk menghancurkan kebebasan berbicara.



Kasus ini, salah satu yang pertama sejak penyerahan Hong Kong ke China di tahun 1997, menandakan masa depan suram bagi kebebasan pers dan wacana terbuka di tempat yang dulunya merupakan benteng kebebasan di Asia.

Kasus Wang Shujun, warga negara Amerika Serikat (AS) berusia 75 tahun yang dinaturalisasi dan dihukum karena dituduh sebagai agen CCP, semakin menggambarkan sejauh mana Beijing akan memantau dan menekan perbedaan pendapat di luar negeri. Hukuman Wang karena memata-matai para pembangkang China di AS menggarisbawahi sifat luas dari pengawasan global China.

Menurut Freedom House, perangkat represi transnasional CCP beragam dan mengerikan, termasuk pembunuhan, penculikan, deportasi yang melanggar hukum, penyerangan fisik, penyebaran spyware, intimidasi keluarga, ancaman digital, penyalahgunaan mekanisme Interpol, dan kontrol mobilitas. Taktik-taktik ini merupakan bahaya nyata bagi nilai-nilai demokrasi dan kebebasan individu di seluruh dunia.

Penindasan Transnasional China


Dalam serangan terang-terangan terhadap kedaulatan AS, 40 perwira dari pasukan keamanan internal China didakwa pada April 2023 dengan tuduhan mengatur skema penindasan transnasional yang menargetkan para pembangkang China yang tinggal di Amerika.

Metode yang digunakan termasuk membuat akun media sosial palsu untuk mengganggu dan mengintimidasi para pendukung pro-demokrasi serta bekerja sama dengan karyawan perusahaan telekomunikasi AS untuk menyensor para pembangkang. Kasus ini mengungkap sejauh mana jangkauan CCP dan kesediaannya untuk memanipulasi lembaga asing guna membungkam para kritikus.

Para pelaku tindakan penindasan transnasional ini berasal dari berbagai bagian aparatur negara China, termasuk Kementerian Keamanan Publik, Kementerian Keamanan Negara, Polisi Bersenjata Rakyat, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), milisi China, dan Administrasi Ruang Siber China.

Keterlibatan berbagai lembaga tersebut menggarisbawahi sifat komprehensif dari strategi penindasan global China dan keyakinannya bahwa komunitas diaspora China tetap berada di bawah otoritas Beijing, terlepas dari lokasi atau kewarganegaraan mereka.

Kampanye represi transnasional CCP memperoleh momentum dengan peluncuran Operasi Fox Hunt pada 2014 dan Operasi Sky Net di tahun 2015. Meski secara kasat mata merupakan bagian dari gerakan "anti-korupsi" Presiden Xi Jinping, program-program ini telah dijadikan senjata untuk menargetkan lawan politik dan pembangkang di seluruh dunia.

Taktik yang digunakan termasuk pelecehan, penguntitan, menekan anggota keluarga, dan bahkan penculikan. Kelompok hak asasi Safeguard Defenders telah mendokumentasikan 283 kasus pengembalian di luar hukum yang mengkhawatirkan dari sedikitnya 56 negara dan dua wilayah, yang menyoroti cakupan global dari jangkauan represif Beijing.

Strategi CCP melampaui operasi rahasia, memanfaatkan kelompok pro-Beijing dalam komunitas diaspora untuk menekan perbedaan pendapat dan mengendalikan narasi. Hal ini terbukti selama kunjungan Xi Jinping tahun 2023 ke San Francisco untuk menghadiri KTT APEC, di mana kelompok pro-CCP dengan keras menghadapi pengunjuk rasa anti-CCP.

Tindakan semacam itu, yang sering kali didorong oleh pemerintah China, merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk membungkam para kritikus dan membentuk opini publik di luar negeri.

Inti dari upaya penindasan transnasional China terletak pada United Front Work Department, sebuah badan kuat CCP yang bertugas memengaruhi pemerintah asing, mengkooptasi komunitas diaspora, dan memajukan tujuan politik Beijing di luar negeri.

Organisasi tersebut memainkan peran penting dalam mengoordinasikan jaringan pengaruh global China, mengaburkan batasan antara aktor sipil dan negara, serta membangun sistem kontrol menyeluruh yang mencakup kedutaan besar China hingga kelompok masyarakat lokal.

Di saat China terus menyempurnakan metode kontrol dan memperluas pengaruhnya, implikasi tindakan tersebut terhadap demokrasi global sangat mendalam. Kampanye penindasan transnasional CCP merupakan tantangan langsung terhadap prinsip-prinsip kebebasan berbicara, kebebasan individu, dan kedaulatan nasional. Hal ini tidak hanya mengancam para pembangkang China dan komunitas diaspora, tetapi juga fondasi masyarakat demokratis di seluruh dunia.

Masyarakat Global yang Adil dan Terbuka


Meningkatnya ancaman penindasan transnasional China menuntut respons terkoordinasi dan kuat dari negara-negara demokratis.

Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan individu harus bekerja sama untuk memperkuat perlindungan hukum bagi para pembangkang dan masyarakat rentan, meningkatkan langkah-langkah keamanan siber untuk melawan ancaman digital, meningkatkan kesadaran publik terhadap operasi pengaruh CCP, dan mendorong kerja sama internasional untuk melawan penindasan transnasional.

Hanya melalui upaya waspada dan terpadu, masyarakat global dapat berharap untuk membendung gelombang perluasan jangkauan otoriter China dan melestarikan nilai-nilai kebebasan serta demokrasi untuk generasi mendatang.

Perjuangan melawan penindasan transnasional bukan hanya tentang melindungi para pembangkang China, tetapi juga menjaga prinsip-prinsip dasar yang mendukung masyarakat bebas di mana pun.

Seiring dengan meningkatnya pengaruh global China, demikian pula tekad komunitas internasional untuk membela hak dan kebebasan yang mendefinisikan dunia demokrasi.

Dalam menghadapi tantangan yang meningkat ini, sangat penting bagi negara-negara demokratis untuk bersatu dalam komitmen menegakkan hak asasi manusia dan kebebasan individu.

Masyarakat internasional harus mengakui konsekuensi yang luas dari membiarkan penindasan transnasional China terus berlanjut tanpa kendali.

Dengan berdiri teguh menentang taktik otoriter ini, semua pihak tidak hanya melindungi individu dan masyarakat rentan, tetapi juga menegaskan kembali nilai-nilai universal kebebasan, demokrasi, dan martabat manusia yang merupakan landasan masyarakat global yang adil dan terbuka.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1056 seconds (0.1#10.140)