AS dan Prancis Desak Israel-Hizbullah Gencatan Senjata 21 Hari
loading...
A
A
A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) dan Prancis telah mendesak gencatan senjata sementara selama 21 hari antara Israel dan Hizbullah Lebanon untuk memberi jalan bagi negosiasi yang lebih luas.
Desakan muncul saat jenderal tertinggi militer Israel mengatakan negaranya sedang mempersiapkan kemungkinan invasi darat ke Lebanon setelah gelombang pengeboman tiga hari yang menewaskan lebih dari 600 orang, yang semakin memicu kekhawatiran akan perang regional.
"Sudah saatnya untuk penyelesaian di perbatasan Israel-Lebanon yang menjamin keselamatan dan keamanan untuk memungkinkan warga sipil kembali ke rumah mereka. Baku tembak sejak 7 Oktober, dan khususnya selama dua minggu terakhir, mengancam konflik yang jauh lebih luas, dan membahayakan warga sipil," bunyi pernyataan bersama Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang dilansir The Guardian, Kamis (26/9/2024).
Kedua pemimpin tersebut, yang bertemu di sela-sela sidang umum PBB di New York, mengatakan mereka telah mengupayakan gencatan senjata sementara untuk memberi kesempatan diplomasi agar berhasil dan menghindari eskalasi lebih lanjut di perbatasan Israel-Lebanon.
Mereka mendesak Israel dan Lebanon untuk mendukung langkah tersebut, yang juga didukung oleh Australia, Kanada, Uni Eropa, Jerman, Italia, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan pada Rabu malam bahwa baik Israel maupun Lebanon, yang dipahami mewakili Hizbullah dalam negosiasi tersebut, diharapkan akan menanggapi seruan tersebut “dalam beberapa jam mendatang.”
AS mengatakan bahwa periode 21 hari dipilih untuk menyediakan ruang guna merundingkan perjanjian yang lebih komprehensif antara kedua belah pihak guna memungkinkan penduduk kembali ke rumah mereka di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon tanpa takut akan kekerasan lebih lanjut atau "serangan seperti 7 Oktober di masa mendatang".
Pengumuman AS dan Prancis disampaikan pada akhir pertemuan Dewan Keamanan PBB yang memanas, yang menyaksikan Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menuduh Israel melanggar kedaulatan negaranya.
Mikati mengatakan rumah sakit Lebanon kewalahan dan tidak dapat menerima lebih banyak korban akibat serangan Zionis Israel.
Desakan muncul saat jenderal tertinggi militer Israel mengatakan negaranya sedang mempersiapkan kemungkinan invasi darat ke Lebanon setelah gelombang pengeboman tiga hari yang menewaskan lebih dari 600 orang, yang semakin memicu kekhawatiran akan perang regional.
"Sudah saatnya untuk penyelesaian di perbatasan Israel-Lebanon yang menjamin keselamatan dan keamanan untuk memungkinkan warga sipil kembali ke rumah mereka. Baku tembak sejak 7 Oktober, dan khususnya selama dua minggu terakhir, mengancam konflik yang jauh lebih luas, dan membahayakan warga sipil," bunyi pernyataan bersama Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang dilansir The Guardian, Kamis (26/9/2024).
Kedua pemimpin tersebut, yang bertemu di sela-sela sidang umum PBB di New York, mengatakan mereka telah mengupayakan gencatan senjata sementara untuk memberi kesempatan diplomasi agar berhasil dan menghindari eskalasi lebih lanjut di perbatasan Israel-Lebanon.
Mereka mendesak Israel dan Lebanon untuk mendukung langkah tersebut, yang juga didukung oleh Australia, Kanada, Uni Eropa, Jerman, Italia, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan pada Rabu malam bahwa baik Israel maupun Lebanon, yang dipahami mewakili Hizbullah dalam negosiasi tersebut, diharapkan akan menanggapi seruan tersebut “dalam beberapa jam mendatang.”
AS mengatakan bahwa periode 21 hari dipilih untuk menyediakan ruang guna merundingkan perjanjian yang lebih komprehensif antara kedua belah pihak guna memungkinkan penduduk kembali ke rumah mereka di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon tanpa takut akan kekerasan lebih lanjut atau "serangan seperti 7 Oktober di masa mendatang".
Pengumuman AS dan Prancis disampaikan pada akhir pertemuan Dewan Keamanan PBB yang memanas, yang menyaksikan Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menuduh Israel melanggar kedaulatan negaranya.
Mikati mengatakan rumah sakit Lebanon kewalahan dan tidak dapat menerima lebih banyak korban akibat serangan Zionis Israel.