NATO Dukung Ukraina Invasi Balik Rusia, Moskow Janjikan Respons Menyakitkan
loading...
A
A
A
MOSKOW - NATO telah menyuarakan dukungan atas aksi Ukraina menginvasi balik wilayah Kursk, Rusia. Moskow mengecam sikap aliansi pimpinan Amerika Serikat (AS) tersebut dan berjanji akan memberikan respons yang menyakitkan.
Serangan Kursk, yang dimulai pada 6 Agustus dan terus berlanjut hingga sekarang, terus menuai kecaman signifikan dari Moskow, yang juga mengkritik mereka yang mendukung Kyiv dalam apa yang dipandangnya sebagai perambahan ilegal atas wilayah Rusia.
"Kami ingin memperingatkan para politikus yang tidak bertanggung jawab di Uni Eropa, NATO, dan luar negeri bahwa jika terjadi langkah agresif yang sama oleh rezim Kyiv, respons Rusia akan segera menyusul dan akan sangat menyakitkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada Rabu, yang dilansir Newsweek, Kamis (5/9/2024).
Pernyataan Zakharova disampaikan di sela-sela Forum Ekonomi Timur, yang diadakan setiap tahun di Vladivostok, dan merupakan respons terhadap komentar terbaru tentang serangan Kursk dari pejabat tinggi NATO.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan pada hari Sabtu pekan lalu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada surat kabar Jerman; Welt am Sonntag, bahwa serangan balik Ukraina merupakan tindakan membela diri terhadap agresi Rusia.
Menurutnya, wilayah Rusia di perbatasan merupakan target sah untuk serangan Ukraina.
"Rusia telah melancarkan perang agresi yang tidak beralasan terhadap Ukraina selama lebih dari 900 hari dan sejak itu telah melakukan banyak serangan dari wilayah Kursk melintasi perbatasan terhadap Ukraina," kata Stoltenberg.
"Tentara, tank, dan pangkalan Rusia merupakan target sah menurut hukum internasional," lanjut dia.
Stoltenberg, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri Norwegia, menambahkan bahwa hak Ukraina untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia, dan tidak berhenti di perbatasan.
Zakharova menilai komentar bos NATO itu sebagai "pembenaran hukum semu untuk invasi ilegal Ukraina".
Selama wawancara dengan lembaga think tankCouncil on Foreign Relations pada pertengahan Agustus, petinggi militer AS Jenderal Christopher Cavoli memuji "kejutan operasional dan taktis" yang dicapai Ukraina dengan serangan tak terduga di Kursk.
Cavoli, Panglima Tertinggi Sekutu Eropa dan tokoh militer berpangkat tertinggi kedua di NATO, menambahkan bahwa Rusia sejauh ini menunjukkan reaksi lambat dan tidak menentu terhadap serangan tersebut, dan gagal merumuskan strategi yang koheren untuk memukul mundur pasukan Kyiv.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan bahwa Ukraina telah menunjukkan banyak keberanian strategis dengan melancarkan serangan di dalam wilayah Rusia. "Operasi Kursk telah memberikan pukulan telak pada narasi [Presiden Rusia Vladimir] Putin tentang perang ini," katanya.
Borrell juga meminta sekutu Ukraina untuk mencabut pembatasan penggunaan senjata yang diberikan kepada negara tersebut, dan mengizinkan angkatan bersenjata Kyiv untuk menggunakannya guna menyerang target di dalam wilayah Rusia.
Zakharova, yang juga mengkritik pernyataan Borrell, mengeklaim bahwa itu sama saja dengan Uni Eropa membiarkan terorisme terhadap Rusia.
"Politisi Uni Eropa menolak untuk berpikir tidak hanya secara masuk akal dan berwawasan jauh, tetapi juga sejalan dengan prinsip mereka sendiri," kata Zakharova.
"Mereka kehilangan rasa realitas dan sama sekali tidak memikirkan risiko eskalasi konflik yang lebih berbahaya, bahkan dalam konteks kepentingan mereka sendiri."
Serangan Kursk, yang dimulai pada 6 Agustus dan terus berlanjut hingga sekarang, terus menuai kecaman signifikan dari Moskow, yang juga mengkritik mereka yang mendukung Kyiv dalam apa yang dipandangnya sebagai perambahan ilegal atas wilayah Rusia.
"Kami ingin memperingatkan para politikus yang tidak bertanggung jawab di Uni Eropa, NATO, dan luar negeri bahwa jika terjadi langkah agresif yang sama oleh rezim Kyiv, respons Rusia akan segera menyusul dan akan sangat menyakitkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada Rabu, yang dilansir Newsweek, Kamis (5/9/2024).
Pernyataan Zakharova disampaikan di sela-sela Forum Ekonomi Timur, yang diadakan setiap tahun di Vladivostok, dan merupakan respons terhadap komentar terbaru tentang serangan Kursk dari pejabat tinggi NATO.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan pada hari Sabtu pekan lalu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepada surat kabar Jerman; Welt am Sonntag, bahwa serangan balik Ukraina merupakan tindakan membela diri terhadap agresi Rusia.
Menurutnya, wilayah Rusia di perbatasan merupakan target sah untuk serangan Ukraina.
"Rusia telah melancarkan perang agresi yang tidak beralasan terhadap Ukraina selama lebih dari 900 hari dan sejak itu telah melakukan banyak serangan dari wilayah Kursk melintasi perbatasan terhadap Ukraina," kata Stoltenberg.
"Tentara, tank, dan pangkalan Rusia merupakan target sah menurut hukum internasional," lanjut dia.
Stoltenberg, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri Norwegia, menambahkan bahwa hak Ukraina untuk mempertahankan diri dari serangan Rusia, dan tidak berhenti di perbatasan.
Zakharova menilai komentar bos NATO itu sebagai "pembenaran hukum semu untuk invasi ilegal Ukraina".
Selama wawancara dengan lembaga think tankCouncil on Foreign Relations pada pertengahan Agustus, petinggi militer AS Jenderal Christopher Cavoli memuji "kejutan operasional dan taktis" yang dicapai Ukraina dengan serangan tak terduga di Kursk.
Cavoli, Panglima Tertinggi Sekutu Eropa dan tokoh militer berpangkat tertinggi kedua di NATO, menambahkan bahwa Rusia sejauh ini menunjukkan reaksi lambat dan tidak menentu terhadap serangan tersebut, dan gagal merumuskan strategi yang koheren untuk memukul mundur pasukan Kyiv.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan bahwa Ukraina telah menunjukkan banyak keberanian strategis dengan melancarkan serangan di dalam wilayah Rusia. "Operasi Kursk telah memberikan pukulan telak pada narasi [Presiden Rusia Vladimir] Putin tentang perang ini," katanya.
Borrell juga meminta sekutu Ukraina untuk mencabut pembatasan penggunaan senjata yang diberikan kepada negara tersebut, dan mengizinkan angkatan bersenjata Kyiv untuk menggunakannya guna menyerang target di dalam wilayah Rusia.
Zakharova, yang juga mengkritik pernyataan Borrell, mengeklaim bahwa itu sama saja dengan Uni Eropa membiarkan terorisme terhadap Rusia.
"Politisi Uni Eropa menolak untuk berpikir tidak hanya secara masuk akal dan berwawasan jauh, tetapi juga sejalan dengan prinsip mereka sendiri," kata Zakharova.
"Mereka kehilangan rasa realitas dan sama sekali tidak memikirkan risiko eskalasi konflik yang lebih berbahaya, bahkan dalam konteks kepentingan mereka sendiri."
(mas)