Tersangka Penembakan Massal di Texas Mengaku Tidak Bersalah

Jum'at, 11 Oktober 2019 - 06:49 WIB
Tersangka Penembakan Massal di Texas Mengaku Tidak Bersalah
Tersangka Penembakan Massal di Texas Mengaku Tidak Bersalah
A A A
EL PASO - Terdakwa pelaku penembakan massal di pusat perbelanjaan Walmart, El Paso, Texas mengaku tidak bersalah dapam penampilan pertamanya di pengadilan. Aksi penembakan yang sengaja menargetkan orang-orang Meksiko itu sendiri menewaskan 22 orang. Sementara 26 orang lainnya terluka.

Jaksa Wilayah El Paso Jaime Esparza mengatakan Patrick Crusius (21) pada bulan lalu didakwa atas pembunuhan massal dan akan menghadapi hukuman mati. (Baca juga: Penembakan Massal di Mall Texas, Puluhan Tewas )

Crusius tidak menunjukkan emosi dan hanya berbicara dua kali, menjawab "Ya, Yang Mulia" kepada Hakim Sam Medrano ketika ditanya apakah namanya benar dalam dakwaan, dan "tidak bersalah" ketika meminta permohonannya. Dia keluar-masuk ruang sidang sekitar tiga menit.

Keamanan telah ditingkatkan di dalam dan sekitar pengadilan. Deputi Sheriff mengatur detektor logam dan mesin sinar-X untuk menyaring semua orang yang memasuki gedung. Ruang sidang yang berkapasita 100 tempat duduk penuh sesak.

"Ini adalah niat kami untuk mengadili kasus ini di ruang sidang dan bukan di media," kata pengacara terdakwa Mark Stevens setelah dakwaan, menambahkan bahwa ia tidak ingin memperburuk rasa sakit bagi anggota keluarga korban.

"Ada dua sisi untuk setiap cerita. Ada dua sisi untuk cerita ini," ujar Stevens.

"Sudah tugas kita untuk memastikan kisah Patrick Crusius diceritakan," imbuhnya seperti disitir dari Al Jazeera, Jumat (11/10/2019).

Pengacara tersangka yang lain, Joe Spencer, menambahkan Stevens dan dirinya secara moral menentang hukuman mati dan bahwa pasangan itu akan bekerja keras untuk menghindarkan pelaku dari hukuman tersebut.

Penembakan massal di Texas 13 jam kemudian diikuti oleh kejadian serupa di Dayton, Ohio, di mana seorang pria bersenjata mengenakan pelindung tubuh dan topeng membunuh sembilan orang dan melukai 27 lainnya sebelum dia ditembak mati oleh polisi.

Pembantaian secara beruntun memicu kemarahan politik, dengan warga asli El Paso dan calon presiden Partai Demokrat Beto O'Rourke menuntut penyitaan wajib senapan serbu yang sering digunakan dalam penembakan massal.

Penembakan El Paso mendorong Partai Republik Texas yang kuat termasuk Gubernur Greg Abbott dan Deputi Gubernur Dan Patrick untuk mundur pada pertahanan gigih mereka.

Keduanya melayangkan gagasan mengharuskan pemeriksaan latar belakang universal pada orang yang ingin membeli senjata dan berbicara tentang undang-undang "red flag" yang akan memungkinkan orang untuk mengajukan petisi ke pengadilan agar senjata individu diambil. Meski begitu, belum ada tindakan legislatif konkret yang terjadi di Texas.

Crusius dituduh mengemudi 11 jam ke El Paso dari kampung halamannya di Allen, dekat Dallas, pada 3 Agustus dan menembaki pembeli dengan senapan AK-47 di dalam toko Walmart. Dia menyerah kepada petugas yang mengonfrontasinya di luar pusat perbelanjaan itu.

Crusius mengaku ketika menyerah dan mengatakan kepada polisi bahwa dia menargetkan orang-orang Meksiko, menurut pernyataan tertulis polisi El Paso yang dirilis beberapa hari setelah penembakan. Kebanyakan dari mereka yang terbunuh adalah orang Latin.

Pernyataan empat halaman yang diyakini telah ditulis oleh tersangka dan diposting di 8chan, sebuah aplikasi pesan online yang sering digunakan oleh supremasi kulit putih, menyebut serangan Walmart sebagai respons terhadap invasi Hispanik di Texas.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4571 seconds (0.1#10.140)