4 Alasan Barat Ingin Membungkam Telegram dengan Penangkapan Pavel Durov

Minggu, 25 Agustus 2024 - 23:55 WIB
loading...
4 Alasan Barat Ingin...
Barat ingin membungkam Telegram sehingga menangkap Pavel Durov. Foto/Gulf Business
A A A
PARIS - Pavel Durov, miliarder pendiri dan kepala eksekutif aplikasi perpesanan Telegram , ditangkap di bandara Bourget di luar Paris.

Durov sedang bepergian dengan jet pribadinya. Dia menjadi sasaran surat perintah penangkapan di Prancis. Pria berusia 39 tahun itu diketahui telah bepergian dari Azerbaijan.

Pengusaha kelahiran Rusia itu tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab. Durov, yang oleh Forbes diperkirakan memiliki kekayaan sebesar USD15,5 miliar, meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah ia menolak untuk memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya, yang ia jual.

Penangkapan Durov diduga terkait dengan aktivitas Telegram yang mempengaruhi geopolitik Barat.

4 Alasan Barat Ingin Membungkam Telegram dengan Penangkapan Pavel Durov

1. Menekan Kritik kebijakan AS di Ukraina dan Gaza

Menurut mantan analis CIA Larry Johnson, penentangan terhadap platform pesan terenkripsi Telegram didorong oleh keinginan Barat untuk mengawasi aktivitas daring dan menekan kritik terhadap kebijakan luar negerinya.

Analis tersebut mengemukakan klaim tersebut selama wawancara dengan Sputnik setelah tersiar berita bahwa pendiri Telegram Pavel Durov telah ditangkap oleh otoritas Prancis setelah jet pribadinya mendarat di bandara di luar Paris.

“Menurut saya semua tuduhan itu tidak masuk akal dan salah,” kata salah satu pendiri Veteran Intelligence Professionals for Sanity. “Mereka dilaporkan menuduhnya melakukan terorisme. Dan penipuan. Jadi, ini jelas-jelas berbau kasus politik yang dibuat-buat.”

“Mereka akan mendakwanya dengan tuduhan terorisme karena ia menolak menyensor kelompok tertentu, orang-orang yang mendukung Hamas diizinkan untuk berkomunikasi secara bebas di Telegram. Telegram adalah salah satu dari sedikit saluran yang benar-benar memungkinkan informasi yang kritis terhadap kebijakan Barat untuk terus beredar. Saya pikir itulah akar permasalahannya.”

2. Telegram Dituding sebagai Aplikasi Pendukung Terorisme dan Pencucian Uang

Durov dilaporkan menghadapi sejumlah tuduhan terkait kurangnya moderasi Telegram, yang menurut pihak berwenang melibatkannya dalam penyebaran konten yang terkait dengan terorisme, perdagangan narkoba, penipuan, dan pencucian uang.


3. Telegram Identik dengan Pembangkang Barat

Platform tersebut telah dikenal sebagai rumah bagi para pembangkang politik di Barat, yang dapat menerbitkan konten yang tidak dianjurkan atau dilarang di platform daring lainnya. “Dulu [Durov] dianggap bersahabat dengan [Presiden Prancis Emmanuel] Macron,” kenang Johnson. “Namun, itu jelas sudah berlalu karena penangkapan semacam ini tidak akan terjadi tanpa sepengetahuan dan persetujuan Macron.”

“Mungkin saja dia dijadikan alat tawar-menawar. Namun pertanyaannya, siapa yang akan menjadi alat tawar-menawar untuknya? Dia meninggalkan Rusia,” katanya, mengingat bahwa pengusaha teknologi itu meninggalkan negara itu pada tahun 2014.

“Faktanya adalah dia meninggalkan Rusia dan menerima kewarganegaraan Prancis, dan telah memilih untuk tinggal di [Uni] Emirat Arab. Jadi, dia tidak berada dalam daftar prioritas intelijen Rusia untuk mendapatkannya kembali. Dia tidak berguna bagi Rusia dalam hal itu.”

“Saya pikir orang Barat – khususnya Prancis – telah membuat kesalahan dengan menangkapnya karena mereka berpikir bahwa ini akan menciptakan pengaruh atau menciptakan masalah dengan Rusia.”

4. Intelijen Barat Tertarik Menggunakan Telegram

Sebelumnya Durov mengklaim dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Tucker Carlson bahwa FBI telah berupaya mendorong salah satu teknisi Telegram untuk membuat pintu belakang dalam aplikasi tersebut agar dapat digunakan oleh badan intelijen Barat.

Johnson mengklaim bahwa kritik terhadap perang proksi yang didukung AS di Ukraina dan operasi militer Israel di Gaza di Telegram khususnya membuat jengkel otoritas Barat. Aplikasi media sosial TikTok juga diserang oleh legislator AS awal tahun ini ketika undang-undang disahkan untuk melarang aplikasi tersebut setelah pemilihan presiden musim gugur ini.

Kelompok pro-Israel terlibat dalam pengesahan RUU tersebut, dengan eksekutif Liga Anti-Pencemaran Nama Baik Jonathan Greenblatt menyesalkan popularitas konten pro-Palestina di platform tersebut. Pemukim Zionis telah berupaya menjajah Palestina dan menggusur penduduk pribumi sejak berdirinya Israel pada tahun 1948.

“Saya pikir isu utama yang berkaitan dengan Barat adalah liputan yang [Telegram] berikan tentang apa yang terjadi di Ukraina dan liputan yang ia izinkan sehubungan dengan genosida Israel terhadap warga Palestina di Timur Tengah dan di Gaza serta Tepi Barat,” klaim Johnson.

“Saya pikir khususnya isu terakhir telah membuat Israel sedikit kesal. Dan mereka telah berusaha untuk menutupnya. Prancis dilaporkan telah berusaha untuk menutup Telegram. Jadi kita lihat saja nanti.”

(ahm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1716 seconds (0.1#10.140)