Moskow: Kebijakan Nuklir AS Sangat Bermusuhan tapi Ceramahi Rusia dan China
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) sedang menjalankan kebijakan nuklir yang sangat bermusuhan, tapi mencoba menceramahi Rusia dan China. Demikian disampaikan Duta Besar Rusia untuk Amerika, Anatoly Antonov.
Komentarnya muncul setelah Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Luar Angkasa, Vipin Narang, mengatakan bahwa Washington mendapati dirinya "tidak lain hanyalah era nuklir baru”.
“Amerika harus bersiap untuk dunia di mana pembatasan persenjataan senjata nuklir menghilang sepenuhnya,” katanya.
"Penantang nuklir revisionis telah memaksa AS untuk beralih ke pendekatan yang lebih kompetitif," klaim Narang dalam pidatonya di Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Kamis lalu.
Dia mengutip data persenjataan nuklir China, kerja sama Rusia dan Korea Utara, dan dugaan pengembangan senjata anti-satelit nuklir Rusia sebagai alasan pergeseran kebijakan nuklir Amerika.
Antonov mengecam pidato tersebut sebagai sindiran tentang perilaku Rusia yang dianggap tidak bertanggung jawab di bidang nuklir, seraya menambahkan bahwa jenis retorika ini tidak banyak berkontribusi untuk memperbaiki situasi di bidang keamanan strategis.
“Washington sekali lagi mencoba menceramahi Rusia dan China perilaku yang benar," kata Antonov, seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (4/8/2024).
”Jika tidak, mereka mengancam datangnya 'era nuklir' baru di mana Amerika Serikat tidak akan mampu menahan pertumbuhan persenjataan nuklirnya sendiri,” lanjut Antonov.
Menurutnya, AS juga terus memompa Ukraina dengan semakin banyak senjata di tengah konflik dengan Rusia, termasuk jet tempur yang mampu membawa senjata nuklir, dengan menggambarkan kebijakan tersebut sebagai "sangat bermusuhan”.
“Tidak mungkin mencapai kerja sama dengan Moskow sambil mencoba menimbulkan kekalahan strategis terhadapnya,” kata diplomat Rusia tersebut.
“Washington membungkam kebenaran yang tidak mengenakkan tentang lebih dari dua dekade serangan AS terhadap seluruh arsitektur pengendalian senjata internasional,” paparnya.
AS menarik diri dari dua perjanjian keamanan—Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) dan Open Skies—di bawah pemerintahan Donald Trump.
Sementara Gedung Putih di bawah Presiden Joe Biden telah memperpanjang Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (New START) hingga 2026, tahun lalu Moskow menangguhkan partisipasinya dengan alasan peran AS dalam konflik Ukraina.
“Moskow akan terus dipandu semata-mata oleh kepentingan nasional, tanpa pertimbangan yang tidak mungkin untuk membangun dialog Rusia-Amerika tentang pengendalian senjata," kata Antonov.
Lihat Juga: Detik-detik Azerbaijan Airlines Jatuh Tewaskan 38 Orang, Terdengar Allahu Akbar Berulang Kali
Komentarnya muncul setelah Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Luar Angkasa, Vipin Narang, mengatakan bahwa Washington mendapati dirinya "tidak lain hanyalah era nuklir baru”.
“Amerika harus bersiap untuk dunia di mana pembatasan persenjataan senjata nuklir menghilang sepenuhnya,” katanya.
"Penantang nuklir revisionis telah memaksa AS untuk beralih ke pendekatan yang lebih kompetitif," klaim Narang dalam pidatonya di Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Kamis lalu.
Dia mengutip data persenjataan nuklir China, kerja sama Rusia dan Korea Utara, dan dugaan pengembangan senjata anti-satelit nuklir Rusia sebagai alasan pergeseran kebijakan nuklir Amerika.
Antonov mengecam pidato tersebut sebagai sindiran tentang perilaku Rusia yang dianggap tidak bertanggung jawab di bidang nuklir, seraya menambahkan bahwa jenis retorika ini tidak banyak berkontribusi untuk memperbaiki situasi di bidang keamanan strategis.
“Washington sekali lagi mencoba menceramahi Rusia dan China perilaku yang benar," kata Antonov, seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (4/8/2024).
”Jika tidak, mereka mengancam datangnya 'era nuklir' baru di mana Amerika Serikat tidak akan mampu menahan pertumbuhan persenjataan nuklirnya sendiri,” lanjut Antonov.
Menurutnya, AS juga terus memompa Ukraina dengan semakin banyak senjata di tengah konflik dengan Rusia, termasuk jet tempur yang mampu membawa senjata nuklir, dengan menggambarkan kebijakan tersebut sebagai "sangat bermusuhan”.
“Tidak mungkin mencapai kerja sama dengan Moskow sambil mencoba menimbulkan kekalahan strategis terhadapnya,” kata diplomat Rusia tersebut.
“Washington membungkam kebenaran yang tidak mengenakkan tentang lebih dari dua dekade serangan AS terhadap seluruh arsitektur pengendalian senjata internasional,” paparnya.
AS menarik diri dari dua perjanjian keamanan—Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) dan Open Skies—di bawah pemerintahan Donald Trump.
Sementara Gedung Putih di bawah Presiden Joe Biden telah memperpanjang Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (New START) hingga 2026, tahun lalu Moskow menangguhkan partisipasinya dengan alasan peran AS dalam konflik Ukraina.
“Moskow akan terus dipandu semata-mata oleh kepentingan nasional, tanpa pertimbangan yang tidak mungkin untuk membangun dialog Rusia-Amerika tentang pengendalian senjata," kata Antonov.
Lihat Juga: Detik-detik Azerbaijan Airlines Jatuh Tewaskan 38 Orang, Terdengar Allahu Akbar Berulang Kali
(mas)