Gelombang Panas Melanda Eropa Dampak dari Pemanasan Global

Jum'at, 26 Juli 2019 - 07:21 WIB
Gelombang Panas Melanda Eropa Dampak dari Pemanasan Global
Gelombang Panas Melanda Eropa Dampak dari Pemanasan Global
A A A
AMSTERDAM - Gelombang panas yang melanda Eropa akan menjadi hal normal sebagai dampak pemanasan global. Itu menjadikan semua pihak harus turun tangan untuk menangani penyebab pemanasan global, yakni peningkatan gas rumah kaca. Sebagian besar wilayah Eropa Barat mengalami peningkatan temperatur yang memecahkan rekor.

Itu menjadi gelombang panas kedua dalam satu bulan terakhir yang mencapai puncaknya kemarin. “Dengan perubahan iklim yang lebih parah, ada kemungkinan 50% musim panas lebih panas pada masa mendatang,” kata peneliti dari Univeritas Leeds di Inggris, Declan Finney, dilansir Reuters. “Itu sama saja dengan mengatakan musim panas menjadi semakin panas,” paparnya.

Peter Innes, peneliti iklim dari Universitas Reading di Inggris menyatakan, frekuensi musim panas yang lebih panas sejajar dengan ekspektasi dampak pemanas global yang dipicu oleh aktivitas manusia. Dia mengungkapkan, gelombang panas yang mulai terjadi pada 2003 akan menjadi hal yang normal. “Diperkirakan sebanyak 35.000 orang meninggal dunia akibat gelombang panas sejak 2003. Ini bukan isu yang luar biasa,” kata Innes.

Apakah perubahan iklim selalu disalahkan? Kantor Meteorologi Inggris menyatakan, peristiwa cuaca ekstrem seperti gelombang panas akan semakin sering terjadi. “Penelitian terbaru menunjukkan perubahan iklim akan menjadi hal umum dan akan terjadi secara reguler setiap tahun,” demikian keterangan resmi lembaga tersebut.

Gelombang panas di Eropa merupakan hasil badai di Samudra Atlantik dan tekanan tinggi di Eropa timur dan tengah. Fenomena tersebut disebut dengan amplifikasi kutub, di mana terjadi peningkatan temperatur di utara Lingkaran Artik yang memicu pola perubahan cuaca yang tidak biasa. Itu juga disebabkan tekanan udara panas dari Afrika ke wilayah Eropa. Itu disebut dengan “gelembung Sahara”.

Dr Peter Stott dari Kantor Meteorologi Inggris mengatakan kepada BBC bahwa gelombang panas terbaru adalah hasil perpaduan antara cuaca dan iklim. “Apa yang kita hadapi pada momen ini adalah gelombang udara hangat datang dari Afrika Utara dan mengakibatkan cuaca yang hangat tidak biasa,” katanya. Tapi, kata dia, perubahan iklim tidak akan mencapai puncaknya.

Kantor Meteorologi Inggris melaksanakan kajian tahun lalu dan menemukan bahwa Inggris kini mengalami 30 kali gelombang panas lebih sering dibandingkan 1750. Itu disebabkan penumpukan konsentrasi karbon dioksida atau gas rumah kaca di atmosfer. Kembali ke abad 19, rata-rata temperatur di permukaan bumi selalu meningkat satu derajat sejak industrialisasi.

Institut klimatologi di Potsdam, Jerman, mengungkapkan lima musim panas terpanas sejak 1500 telah terjadi pada abad 21. Para ilmuwan memberikan perhatian dengan peningkatan pemanasan global yang cepat terjadi karena penggunaan bahan bakar fosil yang berdampak serius terhadap stabilitas iklim bumi.

Para ilmuwan memperkirakan dampak perubahan iklim di Eropa akan mencapai lima kali lipat lebih parah dibandingkan tempat lain di dunia. Itu disebabkan Eropa merupakan benua yang tidak terbiasa terkena panas secara berlanjut seperti negara tropis lainnya. Penelitian yang dilaksanakan tahun lalu oleh World Weather Attribution (WWA) mengonfirmasi bahwa gelombang panas dipicu oleh pemanasan global.

“Logika perubahan iklim akan menyebabkan gelombang panas tidak bisa dihindari. Dunia semakin hangat dan gelombang panas akan menjadi hal yang umum,” kata Dr Friederike Otto, Deputi Direktur Environmental Change Institute di Universitas Oxford. Dia mengungkapkan, cuaca hangat yang tidak biasa akan menjadi hal yang biasa.

Sebenarnya, gelombang panas pernah melanda Eropa pada 2018 dan mengakibatkan banyak kematian di Spanyol dan Portugal. Saat itu, kekeringan juga melanda Jerman dan Swedia. Benua itu mengalami bulan paling panas pada Agustus tahun lalu. Insiatif The World Weather Attribution mengungkapkan, gelombang panas 2018 disebabkan perubahan iklim.

Mereka menyatakan gelombang panas akan terus meningkat jika aktivitas manusia terus memicu ketidakseimbangan alam. Berdasarkan data National Oceanic and Atmospheric Administration, 2018 merupakan tahun terpanas keempat setelah 2016, 2015, dan 2017.

Prancis Umumkan Status Siaga

Status siaga diumumkan di Prancis Utara karena suhu di sana telah mencapai 41 derajat Celsius, khususnya di Paris. Otoritas di Prancis mengumumkan status siaga satu di kawasan Paris dan 19 distrik lainnya. Itu disebabkan temperatur mencapai 42–43 derajat Celsius. Kepala arsitek pembangunan ulang katedral Notre-Dame yang pernah terbakar menyatakan, gelombang panas berisiko menghancurkan beberapa bagian gedung bersejarah tersebut.

Di Inggris, temperatur mencapai 39 derajat Celsius. Itu menjadi temperatur dengan titik tertinggi di Inggris sepanjang sejarah. Kantor Cuaca Inggris menyatakan, ada kemungkinan suhu panas bisa terlampaui di Kent pada 2003, yakni 38,5 derajat Celsius. Itu menyebabkan laju kereta lebih lambat karena rel juga memanas dan membahayakan jika terjadi percikan api.

Warga Inggris pun diminta untuk menghindari bepergian. Otoritas kesehatan memperingatkan ancaman gangguan kesehatan. Kemudian, temperatur di Belgia, Jerman, dan Belanda, juga memecahkan rekor sepanjang sejarah karena mencapai 39–40 derajat Celsius. Hal itu telah terjadi sebanyak dua hari terakhir. Jika tidak segera diatasi, jumlah korban tewas akibat gelombang panas akan terus berlanjut.

Sejak 2003, jumlah korban tewas akibat gelombang panas di Eropa sudah mencapai 35.000 orang. Di Prancis saja, sebanyak 15.000 orang meninggal dunia karena gelombang panas. Di Spanyol, kebakaran hutan melanda Provinsi Zaragoza. Di bagian wilayah timur Spanyol, temperatur dilaporkan mencapai 41 derajat Celsius.

Pemerintah Italia mengeluarkan status siaga kebakaran api di Pulau Sardinia di kawasan Mediterania. Itu disebabkan temperatur terus merangkak naik di atas 40 derajat Celsius. Mereka juga menempatkan 13 kota lainnya dalam status siaga karena ancaman kesehatan bagi semua orang akibat temperatur yang panas. Di Portugal, kebakaran hutan terjadi sepanjang akhir pekan ini. Lebih dari 1.000 petugas pemadam kebakaran diterjunkan. Pemerintah juga telah memberlakukan status siaga satu.

Lebih ke utara, temperatur di Belgia mencapai 39,9 derajat Celsius dan memecahkan rekor suhu terpanas yang pernah terjadi pada Juni 1947 mencapai 36,6 derajat Celsius. Suhu kemarin juga lebih panas dibandingkan sebelumnya. Itu menjadikan status siaga diberlakukan untuk pertama kali dalam 20 tahun terakhir. Masyarakat pun diminta untuk minum lebih banyak air dan menjauhi sinar matahari.

Di Belanda, temperatur mencapai 38,8 derajat Celsius dan memecahkan rekor panas sebelumnya pada 1944. Di Jerman, kantor meteorologi menyatakan suhu terpanas mencapai 40,5 derajat Celsius. Sementara itu, para penjaga kebun binatang di Belgia harus memberikan makan harimau berupa ayam yang dicampur dengan batu es agar binatang tersebut bisa menyesuaikan dengan cuaca ekstrem.

Di Pairi Daiza, kebun binatang di Belgia barat, para penjaga juga memberikan es kepada beruang yang kepanasan. Para pengunjung juga mendapatkan satu botol air secara cuma-cuma. “Kita membuat gua yang dilengkapi dengan pendingin ruangan bagi para panda. Mereka sangat riskan menghadapi cuaca panas. Tapi, panda itu tetap memilih di luar gua karena mereka suka ruang terbuka,” kata juru bicara Pairi Daiza, Mathieu Goedefroy.

Anak-anak bermain air di kolam. Sementara orang dewasa lebih memilih berenang dan menikmati es krim. “Ini adalah hal paling indah yang terjadi,” kata penduduk Munich, Manuela Lukas. Dia mengungkapkan, musim panas menjadi kesempatan untuk menikmati hari-hari yang indah.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4540 seconds (0.1#10.140)