Eks Analis CIA Dituduh Jadi Agen Intelijen Korsel dengan Imbalan Tas Mewah
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Jaksa Amerika Serikat (AS) telah mendakwa mantan analis CIA Sue Mi Terry atas tuduhan bekerja sebagai agen intelijen Korea Selatan (Korsel) dengan imbalan mewah dan hadiah spesial lainnya.
Terry, yang juga mantan pejabat Gedung Putih, dinyatakan gagal mendaftar sebagai agen asing dan mengungkapkan informasi pemerintah AS kepada intelijen Korea Selatan.
Dakwaan setebal 31 halaman terhadap Terry telah diajukan sejak Senin (15/7/2024) di pengadilan federal di New York.
“Atas arahan pejabat Pemerintah ROK [Republik Korea], Terry mendukung posisi kebijakan ROK...mengungkapkan informasi non-publik Pemerintah AS kepada petugas intelijen ROK, dan memfasilitasi akses bagi pejabat Pemerintah ROK ke pejabat Pemerintah AS,” bunyi dakwaan tersebut, merujuk pada Korea Selatan dengan akronim resminya, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (18/7/2024).
Menurut dokumen dakwaan, sebagai imbalan atas jasanya, atasan Terry di Korea Selatan menghadiahkannya tas tangan Louis Vuitton senilai USD3.450, tas tangan Bottega Veneta senilai USD2.950, dan mantel Dolce & Gabbana senilai USD2.845, serta barang-barang mewah lainnya.
Dia, lanjut dokumen dakwaan, juga dibawa ke beberapa restoran berbintang Michelin dan diberikan pembayaran rahasia sebesar USD37.000 untuk lembaga think tank tempat dia bekerja.
Dakwaan tersebut mencakup gambar kamera keamanan yang menunjukkan Terry bertemu dengan petugas asal Korea Selatan di toko-toko di Washington untuk mendapatkan hadiah tas tangan mewah.
Selain di CIA, Terry, yang merupakan peneliti senior studi Korea di Council on Foreign Relations, juga bekerja di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Terry, yang bekerja di pemerintah AS dari tahun 2001 hingga sekitar tahun 2011, diduga memulai pekerjaannya untuk Korea Selatan pada tahun 2013 dan melanjutkannya selama satu dekade meskipun telah diperingatkan pada tahun 2014 oleh agen FBI bahwa intelijen Korea Selatan mungkin mencoba mendekatinya.
Pengacaranya, Lee Wolosky, membantah tuduhan tersebut.
“Tuduhan ini tidak berdasar dan mendistorsi pekerjaan seorang sarjana dan analis berita yang dikenal karena independensinya dan pengabdiannya selama bertahun-tahun kepada Amerika Serikat,” kata Wolosky dalam pernyataan yang dikutip media AS.
Badan intelijen Korea Selatan, National Intelligence Service (NIS), mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya telah melakukan kontak dengan mitranya dari AS mengenai dakwaan tersebut.
“Otoritas intelijen Korea Selatan dan AS saling berkomunikasi erat mengenai laporan dakwaan (yang melibatkan) Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing,” katanya.
Ketika ditanya mengenai kasus ini, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan kepada AFP: "Tidaklah tepat untuk mengomentari masalah-masalah di mana prosedur hukum luar negeri sedang berjalan."
Menurut dakwaan, Terry adalah warga negara AS yang dinaturalisasi dan lahir di Ibu Kota Korea Selatan, Seoul, dan dibesarkan di Virginia dan Hawaii.
Terry, yang juga mantan pejabat Gedung Putih, dinyatakan gagal mendaftar sebagai agen asing dan mengungkapkan informasi pemerintah AS kepada intelijen Korea Selatan.
Dakwaan setebal 31 halaman terhadap Terry telah diajukan sejak Senin (15/7/2024) di pengadilan federal di New York.
“Atas arahan pejabat Pemerintah ROK [Republik Korea], Terry mendukung posisi kebijakan ROK...mengungkapkan informasi non-publik Pemerintah AS kepada petugas intelijen ROK, dan memfasilitasi akses bagi pejabat Pemerintah ROK ke pejabat Pemerintah AS,” bunyi dakwaan tersebut, merujuk pada Korea Selatan dengan akronim resminya, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (18/7/2024).
Menurut dokumen dakwaan, sebagai imbalan atas jasanya, atasan Terry di Korea Selatan menghadiahkannya tas tangan Louis Vuitton senilai USD3.450, tas tangan Bottega Veneta senilai USD2.950, dan mantel Dolce & Gabbana senilai USD2.845, serta barang-barang mewah lainnya.
Dia, lanjut dokumen dakwaan, juga dibawa ke beberapa restoran berbintang Michelin dan diberikan pembayaran rahasia sebesar USD37.000 untuk lembaga think tank tempat dia bekerja.
Dakwaan tersebut mencakup gambar kamera keamanan yang menunjukkan Terry bertemu dengan petugas asal Korea Selatan di toko-toko di Washington untuk mendapatkan hadiah tas tangan mewah.
Selain di CIA, Terry, yang merupakan peneliti senior studi Korea di Council on Foreign Relations, juga bekerja di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.
Terry, yang bekerja di pemerintah AS dari tahun 2001 hingga sekitar tahun 2011, diduga memulai pekerjaannya untuk Korea Selatan pada tahun 2013 dan melanjutkannya selama satu dekade meskipun telah diperingatkan pada tahun 2014 oleh agen FBI bahwa intelijen Korea Selatan mungkin mencoba mendekatinya.
Pengacaranya, Lee Wolosky, membantah tuduhan tersebut.
“Tuduhan ini tidak berdasar dan mendistorsi pekerjaan seorang sarjana dan analis berita yang dikenal karena independensinya dan pengabdiannya selama bertahun-tahun kepada Amerika Serikat,” kata Wolosky dalam pernyataan yang dikutip media AS.
Badan intelijen Korea Selatan, National Intelligence Service (NIS), mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya telah melakukan kontak dengan mitranya dari AS mengenai dakwaan tersebut.
“Otoritas intelijen Korea Selatan dan AS saling berkomunikasi erat mengenai laporan dakwaan (yang melibatkan) Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing,” katanya.
Ketika ditanya mengenai kasus ini, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan kepada AFP: "Tidaklah tepat untuk mengomentari masalah-masalah di mana prosedur hukum luar negeri sedang berjalan."
Menurut dakwaan, Terry adalah warga negara AS yang dinaturalisasi dan lahir di Ibu Kota Korea Selatan, Seoul, dan dibesarkan di Virginia dan Hawaii.
(mas)