Separatis Papua Gunakan Tentara Anak untuk Melawan Militer Indonesia

Senin, 24 Juni 2019 - 13:23 WIB
Separatis Papua Gunakan...
Separatis Papua Gunakan Tentara Anak untuk Melawan Militer Indonesia
A A A
JAKARTA - Kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TNPB) blakblakan merekrut anak-anak remaja sebagai tentara untuk melawan militer Indonesia. Tindakan itu jelas melanggar konvensi internasional.

TNPB mendokumentasikan pembentukan tentara anak itu sebagai bahan propaganda. Dalam salah satu foto terlihat anak-anak remaja dengan wajah dicat hitam. Mereka memegang senapan lengkap dengan amunisi dan mengenakan seragam ala militer.

Foto itu diambil di suatu tempat di perbukitan terpencil Papua Barat pada bulan Mei. Foto tersebut dirilis kelompok TNPB, sebuah kelompok separatis yang selama ini melawan militer Indonesia dan mencoba memproklamasikan kemerdekaan Papua Barat.

"Anak-anak ini secara otomatis menjadi pejuang dan penentang militer kolonial Indonesia," kata Sebby Sambom, juru bicara TNPB, seperti dikutip Asia Pacific Report, Senin (24/6/2019).

Dia mengatakan sekitar selusin tentara anak berusia antara 15 dan 18 tahun saat ini berjuang untuk kelompoknya di berbagai daerah di Papua.

Menurut Kelompok Kerja PBB untuk Anak-anak dan Konflik Bersenjata, dalam hukum hak asasi manusia internasional, 18 tahun adalah usia legal minimum untuk perekrutan dan penggunaan anak-anak dalam permusuhan.

Sedangkan penggunaan anak-anak usia 15 tahun ke bawah sebagai tentara didefinisikan sebagai kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Sambom, yang berbasis di Papua Nugini, mengaku menyadari bahwa perekrutan anak-anak sebagai tentara perang merupakan pelanggaran konvensi internasional. Namun, dia mengatakan pendaftaran anak-anak sebagai kombatan diperlukan karena apa yang terjadi di Papua Barat adalah penindasan oleh militer Indonesia.

Dia juga mengakui anak-anak telah berjuang untuk berbagai kelompok separatis di Papua selama beberapa dekade.

TNPB telah menjadi sorotan media sejak melakukan serangan di Kabupaten Nduga sejak akhir tahun lalu.

Pada bulan Desember, kelompok itu membantai sedikitnya 16 pekerja konstruksi Indonesia di Nduga yang sedang mengerjakan proyek Jalan Trans-Papua.

Serangan yang juga menewaskan seorang tentara Indonesia itu adalah yang paling berdarah dalam beberapa tahun terakhir dan memicu perburuan besar-besaran yang dipimpin oleh militer Indonesia terhadap para anggota separatis.

TNPB pernah menuduh militer Indonesia melakukan taktik bumi hangus di Papua Barat, namun tuduhan itu dibantah keras oleh militer.

Para ahli mengatakan penggunaan tentara anak di Papua adalah bagian dari siklus kekerasan, di mana orangtua mereka telah tewas ketika bergabung dengan kelompok separatis yang melawan militer Indonesia.

"Beberapa dari mereka merasa marah. Jika tidak ada proses penyembuhan trauma untuk anak-anak ini, itu masalah waktu pada tahun-tahun mendatang. Dalam beberapa bulan mendatang, mereka akan bergabung dengan teman-teman mereka di hutan," kata Hipolitus Wangge, seorang peneliti Indonesia yang mewawancarai orang-orang yang dipindahkan dari Nduga pada bulan ini.

Dia mengatakan seorang bocah lelaki yang dia wawancarai di sebuah kamp pengungsian Wamena—yang dia perkirakan berusia antara 10 dan 11—menyatakan keinginan untuk bergabung dengan TNPB di Nduga yang dipimpin oleh Ekianus Kogoya, seorang komandan ambisius yang berusia sekitar 20 tahun.

"Untuk beberapa pengungsi, mereka masih melihat Eki sebagai komandan, sebagai salah satu orang kuat di Dataran Tinggi (Nduga) saat ini. Karena dia bisa bertarung, dia bisa membunuh, dan bagi beberapa orang dia bisa menjadi simbol perlawanan orang Papua," ujar Wangge.

Chris Wilson, seorang dosen senior di Universitas Auckland yang berspesialisasi dalam terorisme dan konflik di Indonesia, mengatakan penggunaan tentara anak-anak akan memperpanjang kekerasan di Papua.

"Akan sangat sulit bagi mereka untuk diintegrasikan kembali ke masyarakat begitu mereka terlibat dalam kekerasan aktual dari jenis usia itu," ujarnya.

Wilson mengatakan kehadiran mereka juga akan memperumit bentrokan bagi militer Indonesia, yang kemungkinan akan dicegah untuk menggunakan "kekuatan luar biasa" jika mereka mengetahui anak-anak berada dalam barisan separatis.

Kapendam XVII Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, mengatakan dia tidak tahu tentang penggunaan tentara anak oleh TNPB.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2884 seconds (0.1#10.140)