Oposisi Serukan Korsel Miliki Senjata Nuklir di Tengah Permusuhan dengan Korut
loading...
A
A
A
SEOUL - Seorang politisi oposisi terkemuka Korea Selatan (Korsel) menyerukan negaranya untuk mempersenjatai diri dengan senjata nuklir di tengah memanasnya permusuhan dengan Korea Utara (Korut).
Na Kyung-won, politisi perempuan yang disebut-sebut sebagai calon terdepan dalam memimpin oposisi negaranya, mengusulkan agar negaranya melakukan persiapan untuk mengembangkan senjata nuklir dalam waktu singkat saat ini.
Dalam postingan Facebook-nya, Na menguraikan mengapa dia yakin negaranya harus meninggalkan kebijakan non-proliferasi yang bersejarah.
“Sejarah masyarakat internasional menunjukkan bahwa hanya ‘negara dengan kekuatan’ untuk menekan ancaman eksternal yang bisa bertahan,” tulis Na dalam postingannya.
“Inilah sebabnya kita harus memikirkan senjata nuklir dengan segala kemungkinan yang terbuka sekarang,” lanjut dia, seperti dikutip Newsweek, Selasa (9/7/2024).
Na melanjutkan dengan menguraikan proposalnya, yang menurutnya didorong oleh “kewarasan internasional”, dan bergantung pada kerja sama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS).
“Saat ini kami akan melakukan persiapan untuk mengembangkan senjata nuklir dalam waktu singkat,” kata Na. “Saya tidak akan berhenti hanya dengan kata-kata, tapi dengan tindakan.”
Na akan mencalonkan diri sebagai pemimpin Partai Kekuatan Rakyat pada konvensi partai pada 23 Juli.
Pada tahun 1975, Korea Selatan bergabung dengan Perjanjian Nonproliferasi (NPT) nuklir, yang melarang negara-negara penandatangan mengembangkan senjata nuklir.
Meskipun terus terlibat dalam program penelitian nuklir sejak saat itu, negara ini tetap mempertahankan kebijakan resmi non-proliferasi.
Namun, pemimpin Korut Kim Jong Un terus-menerus mencoba mengembangkan kemampuan nuklir ofensif meskipun mendapat kecaman internasional, sehingga mendorong mempertimbangkan kembali posisi Korea Selatan.
Pada tahun 2023, Presiden Korsel Yoon Suk-Yeol menyarankan agar negaranya dapat memperoleh persenjataan nuklirnya sendiri jika situasi dengan Korea Utara tidak membaik.
Pada bulan April 2023, AS setuju untuk mengerahkan kapal selam bersenjata nuklir ke Korea Selatan, sebagai imbalan jika negara tersebut membatalkan rencana untuk mengembangkan senjata nuklirnya sendiri.
Seruan terbaru dari pihak oposisi terjadi pada saat meningkatnya ketegangan antara kedua Korea, serta beberapa perselisihan di sepanjang perbatasan kedua negara.
Pekan lalu, media pemerintah Korut melaporkan bahwa rezim Pyongyang berhasil meluncurkan rudal balistik canggih yang dipersenjatai dengan “hulu ledak superbesar”.
Menurut militer Korsel, salah satu rudal tersebut terbang tidak normal dan kemungkinan mendarat di dekat Ibu Kota Korut, Pyongyang.
Pada akhir Juni, rudal hipersonik yang ditembakkan oleh Korut meledak di tengah penerbangan di atas laut Jepang.
Pada pertengahan Juni, citra satelit menunjukkan beberapa area di zona demiliterisasi di sepanjang perbatasan Korea di mana Korut telah membuka lahan yang luas untuk membangun tembok.
Tentara Korut juga telah melintasi perbatasan antar-Korea selama beberapa minggu terakhir, sehingga memicu tembakan peringatan dari pasukan Korsel.
Na Kyung-won, politisi perempuan yang disebut-sebut sebagai calon terdepan dalam memimpin oposisi negaranya, mengusulkan agar negaranya melakukan persiapan untuk mengembangkan senjata nuklir dalam waktu singkat saat ini.
Dalam postingan Facebook-nya, Na menguraikan mengapa dia yakin negaranya harus meninggalkan kebijakan non-proliferasi yang bersejarah.
“Sejarah masyarakat internasional menunjukkan bahwa hanya ‘negara dengan kekuatan’ untuk menekan ancaman eksternal yang bisa bertahan,” tulis Na dalam postingannya.
“Inilah sebabnya kita harus memikirkan senjata nuklir dengan segala kemungkinan yang terbuka sekarang,” lanjut dia, seperti dikutip Newsweek, Selasa (9/7/2024).
Na melanjutkan dengan menguraikan proposalnya, yang menurutnya didorong oleh “kewarasan internasional”, dan bergantung pada kerja sama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS).
“Saat ini kami akan melakukan persiapan untuk mengembangkan senjata nuklir dalam waktu singkat,” kata Na. “Saya tidak akan berhenti hanya dengan kata-kata, tapi dengan tindakan.”
Na akan mencalonkan diri sebagai pemimpin Partai Kekuatan Rakyat pada konvensi partai pada 23 Juli.
Pada tahun 1975, Korea Selatan bergabung dengan Perjanjian Nonproliferasi (NPT) nuklir, yang melarang negara-negara penandatangan mengembangkan senjata nuklir.
Meskipun terus terlibat dalam program penelitian nuklir sejak saat itu, negara ini tetap mempertahankan kebijakan resmi non-proliferasi.
Namun, pemimpin Korut Kim Jong Un terus-menerus mencoba mengembangkan kemampuan nuklir ofensif meskipun mendapat kecaman internasional, sehingga mendorong mempertimbangkan kembali posisi Korea Selatan.
Pada tahun 2023, Presiden Korsel Yoon Suk-Yeol menyarankan agar negaranya dapat memperoleh persenjataan nuklirnya sendiri jika situasi dengan Korea Utara tidak membaik.
Pada bulan April 2023, AS setuju untuk mengerahkan kapal selam bersenjata nuklir ke Korea Selatan, sebagai imbalan jika negara tersebut membatalkan rencana untuk mengembangkan senjata nuklirnya sendiri.
Seruan terbaru dari pihak oposisi terjadi pada saat meningkatnya ketegangan antara kedua Korea, serta beberapa perselisihan di sepanjang perbatasan kedua negara.
Pekan lalu, media pemerintah Korut melaporkan bahwa rezim Pyongyang berhasil meluncurkan rudal balistik canggih yang dipersenjatai dengan “hulu ledak superbesar”.
Menurut militer Korsel, salah satu rudal tersebut terbang tidak normal dan kemungkinan mendarat di dekat Ibu Kota Korut, Pyongyang.
Pada akhir Juni, rudal hipersonik yang ditembakkan oleh Korut meledak di tengah penerbangan di atas laut Jepang.
Pada pertengahan Juni, citra satelit menunjukkan beberapa area di zona demiliterisasi di sepanjang perbatasan Korea di mana Korut telah membuka lahan yang luas untuk membangun tembok.
Tentara Korut juga telah melintasi perbatasan antar-Korea selama beberapa minggu terakhir, sehingga memicu tembakan peringatan dari pasukan Korsel.
(mas)