Jerman Terapkan Uji Loyalitas pada Israel dalam UU Kewarganegaraan Baru
loading...
A
A
A
BERLIN - Jerman menerapkan Undang-undang kewarganegaraan baru yang mengharuskan pemohon untuk menyatakan keyakinan mereka terhadap hak keberadaan Israel.
Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menuntut pengakuan atas hak hidup suatu negara asing sebagai bagian dari proses kewarganegaraan.
Kebijakan ini telah dikritik karena dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi politik.
Undang-undang kontroversial tersebut, yang mulai berlaku pada Selasa (25/6/2024), merupakan bagian dari perbaikan yang lebih luas terhadap kriteria kewarganegaraan Jerman.
Meskipun pemerintahan Kanselir Olaf Scholz yang berhaluan sosial liberal pada awalnya mengusulkan undang-undang tersebut untuk menyederhanakan jalur menuju kewarganegaraan bagi para migran generasi pertama, undang-undang tersebut kemudian diubah menjadi langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap “nilai-nilai Jerman” di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai anti-Semitisme dan politik kanan-jauh.
Jerman adalah salah satu dari banyak negara Barat yang mengadopsi definisi anti-Semitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA) yang sangat kontroversial.
Para pengkritik berpendapat peningkatan anti-Semitisme yang dilaporkan adalah menyesatkan, sebagian besar disebabkan oleh penerapan definisi IHRA yang menyamakan kritik yang sah terhadap Israel dan Zionisme dengan kebencian anti-Yahudi.
Akibatnya, statistik mengenai insiden anti-Semit mungkin dibesar-besarkan karena dapat mencakup kasus pidato politik atau protes terhadap kebijakan Israel yang seharusnya tidak dapat dianggap anti-Semit.
Tes kewarganegaraan baru ini akan mencakup pertanyaan tentang Yudaisme dan kehidupan Yahudi di Jerman, dan memerlukan deklarasi eksplisit mengenai hak keberadaan negara Israel.
Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menuntut pengakuan atas hak hidup suatu negara asing sebagai bagian dari proses kewarganegaraan.
Kebijakan ini telah dikritik karena dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi politik.
Undang-undang kontroversial tersebut, yang mulai berlaku pada Selasa (25/6/2024), merupakan bagian dari perbaikan yang lebih luas terhadap kriteria kewarganegaraan Jerman.
Meskipun pemerintahan Kanselir Olaf Scholz yang berhaluan sosial liberal pada awalnya mengusulkan undang-undang tersebut untuk menyederhanakan jalur menuju kewarganegaraan bagi para migran generasi pertama, undang-undang tersebut kemudian diubah menjadi langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap “nilai-nilai Jerman” di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai anti-Semitisme dan politik kanan-jauh.
Jerman adalah salah satu dari banyak negara Barat yang mengadopsi definisi anti-Semitisme dari International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA) yang sangat kontroversial.
Para pengkritik berpendapat peningkatan anti-Semitisme yang dilaporkan adalah menyesatkan, sebagian besar disebabkan oleh penerapan definisi IHRA yang menyamakan kritik yang sah terhadap Israel dan Zionisme dengan kebencian anti-Yahudi.
Akibatnya, statistik mengenai insiden anti-Semit mungkin dibesar-besarkan karena dapat mencakup kasus pidato politik atau protes terhadap kebijakan Israel yang seharusnya tidak dapat dianggap anti-Semit.
Tes kewarganegaraan baru ini akan mencakup pertanyaan tentang Yudaisme dan kehidupan Yahudi di Jerman, dan memerlukan deklarasi eksplisit mengenai hak keberadaan negara Israel.