Turki Ingin Gabung BRICS, Rusia Menyambut Baik
loading...
A
A
A
ANKARA - BRICS didirikan pada tahun 2009 sebagai platform kerja sama bagi negara-negara berkembang terbesar di dunia, yang menyatukan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Pada tanggal 1 Januari 2024, blok tersebut diperluas hingga mencakup Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Turki ingin menjadi anggota BRICS dan akan memantau perkembangan organisasi tersebut, menurut Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan pada Selasa (4/6/2024).
“Tentunya kami ingin menjadi anggota BRICS. Jadi kita lihat saja bagaimana kelanjutannya tahun ini,” ujar Fidan dalam acara di Center for China and Globalization (CCG) di Beijing, seperti dikutip South China Morning Post.
Blok BRICS mengungguli G7, konglomerat negara-negara industri kaya, dalam hal PDB pada tahun 2022.
Menurut perkiraan, perekonomian BRICS akan menyumbang lebih dari 50% PDB global pada tahun 2030.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai telah menjadi pilar utama dalam dunia multipolar yang sedang berkembang.
Pakar ekonomi menekankan BRICS juga merupakan lokomotif de-dolarisasi ekonomi global karena anggota blok ini semakin banyak yang beralih ke mata uang nasional dalam hubungan perdagangan, misalnya, 90% kesepakatan antara perusahaan Rusia dan China kini dilakukan dalam rubel dan yuan.
BRICS menggandakan keanggotaannya tahun lalu, menjadi BRICS+ setelah memasukkan Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab pada 1 Januari 2024.
Rusia menyambut baik minat Turki terhadap BRICS, menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa.
“Kami, tentu saja, menyambut baik peningkatan minat negara-negara tetangga kami terhadap BRICS, termasuk mitra penting kami seperti Turki. Tentu saja, topik minat ini akan menjadi agenda KTT BRICS yang akan diketuai Rusia,” papar Peskov kepada wartawan.
BRICS sepertinya tidak akan sepenuhnya memenuhi harapan semua negara yang menunjukkan minat terhadap kelompok tersebut, namun BRICS tertarik menjalin kontak, menurut pejabat tersebut.
Pada tanggal 1 Januari 2024, blok tersebut diperluas hingga mencakup Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Turki ingin menjadi anggota BRICS dan akan memantau perkembangan organisasi tersebut, menurut Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan pada Selasa (4/6/2024).
“Tentunya kami ingin menjadi anggota BRICS. Jadi kita lihat saja bagaimana kelanjutannya tahun ini,” ujar Fidan dalam acara di Center for China and Globalization (CCG) di Beijing, seperti dikutip South China Morning Post.
Blok BRICS mengungguli G7, konglomerat negara-negara industri kaya, dalam hal PDB pada tahun 2022.
Menurut perkiraan, perekonomian BRICS akan menyumbang lebih dari 50% PDB global pada tahun 2030.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai telah menjadi pilar utama dalam dunia multipolar yang sedang berkembang.
Pakar ekonomi menekankan BRICS juga merupakan lokomotif de-dolarisasi ekonomi global karena anggota blok ini semakin banyak yang beralih ke mata uang nasional dalam hubungan perdagangan, misalnya, 90% kesepakatan antara perusahaan Rusia dan China kini dilakukan dalam rubel dan yuan.
BRICS menggandakan keanggotaannya tahun lalu, menjadi BRICS+ setelah memasukkan Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab pada 1 Januari 2024.
Rusia Menyambut Baik
Rusia menyambut baik minat Turki terhadap BRICS, menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa.
“Kami, tentu saja, menyambut baik peningkatan minat negara-negara tetangga kami terhadap BRICS, termasuk mitra penting kami seperti Turki. Tentu saja, topik minat ini akan menjadi agenda KTT BRICS yang akan diketuai Rusia,” papar Peskov kepada wartawan.
BRICS sepertinya tidak akan sepenuhnya memenuhi harapan semua negara yang menunjukkan minat terhadap kelompok tersebut, namun BRICS tertarik menjalin kontak, menurut pejabat tersebut.
(sya)