Cucu Nelson Mandela Tegaskan Genosida Israel di Palestina telah Berlangsung 76 Tahun
loading...
A
A
A
JENEWA - Nkosi Zwelivelile Mandela, cucu pahlawan anti-apartheid dan negarawan Afrika Selatan Nelson Mandela, menegaskan “genosida, pembersihan etnis, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan” oleh Israel di Palestina telah berlangsung selama 76 tahun.
Itu artinya, genosida Israel tidak dimulai sejak 7 Oktober 2024 setelah Hamas menyerang wilayah rezim penjajah Zionis tersebut.
“Perang tidak terjadi sejak tanggal 7 Oktober, kita harus jelas faktanya. Genosida, kejahatan perang pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah berlangsung selama 76 tahun terakhir sejak tahun 1948,” tegas Nkosi Zwelivelile Mandela, anggota Majelis Nasional Afrika Selatan itu dalam wawancara dengan Anadolu di Jenewa.
Mandela menambahkan lebih dari 531 desa telah dibumihanguskan oleh “entitas penyerangan Zionis.”
“Jadi kita tidak akan pernah ingin mengurangi konflik yang terjadi pada tanggal 7 Oktober ini. Mereka yang terus melanggengkan propaganda dan kebohongan itu akan dihadapkan pada fakta yang kita miliki,” tegas dia.
Menggarisbawahi bahwa telah terjadi lebih dari 20 pembantaian berbeda antara tahun 2006 hingga 2023 di Gaza saja, dia mengatakan lebih banyak lagi pembantaian yang dilakukan di wilayah pendudukan di Tepi Barat.
“Kita mengutuk keras kenyataan bahwa orang-orang selalu ingin berbicara tentang konflik ini seolah-olah konflik ini dimulai pada tanggal 7 Oktober,” ungkap dia.
Dia mengkritik pemerintah di berbagai negara yang tidak “menyuarakan suara massa”. Cucu pahlawan anti-apartheid itu mengatakan masyarakat di setiap kota besar di seluruh dunia semakin banyak yang mendukung perjuangan Palestina.
“Intifada Elektronik telah mampu memanfaatkan media sosial dan memastikan kita dapat menjangkau komunitas global secara luas dan memobilisasi dukungan untuk rakyat Palestina,” tegas dia.
Memuji upaya pemerintah dan presidennya, dia mengatakan hal ini merupakan “pencapaian bersejarah” di pihak Afrika Selatan.
Mandela menyampaikan “seruan global” kepada semua negara di Eropa, Barat, serta Amerika Latin, Afrika, dan Asia, mendesak mereka mengikuti dan mendukung kasus yang diajukan Afrika Selatan.
“Kami sangat senang mendengar Spanyol dan negara-negara lain kini telah mengakui Palestina sebagai satu negara, dan kami akan terus menyerukan lebih banyak negara untuk mengikuti hal yang sama,” tutur dia.
Afrika Selatan adalah negara pertama yang meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mengadili Israel atas tuduhan genosida setelah serangan 7 Oktober 2023.
Pengakuan terkoordinasi atas negara Palestina oleh Spanyol, Irlandia, dan Norwegia dipandang sebagai langkah signifikan menuju menghidupkan kembali upaya penyelesaian damai di Timur Tengah.
Israel telah melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak Oktober, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Serangan barbar Israel tersebut telah menewaskan lebih dari 36.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan, dan melukai lebih dari 80.000 orang lainnya.
Lebih dari tujuh bulan perang genosida Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur lebur dan rata dengan tanah.
Tak hanya itu, rezim apartheid Israel menerapkan blokade total terhadap bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan bagi warga Palestina di Gaza.
Israel dituduh melakukan “genosida” di ICJ, yang telah memerintahkan rezim brutal itu memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Menurut Afrika Selatan yang menyeret negara penjajah tersebut ke ICJ, Israel mengabaikan perintah pengadilan. Rezim Zionis itu juga menghina perintah ICJ dengan menggencarkan pengeboman di Rafah.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
Itu artinya, genosida Israel tidak dimulai sejak 7 Oktober 2024 setelah Hamas menyerang wilayah rezim penjajah Zionis tersebut.
“Perang tidak terjadi sejak tanggal 7 Oktober, kita harus jelas faktanya. Genosida, kejahatan perang pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan telah berlangsung selama 76 tahun terakhir sejak tahun 1948,” tegas Nkosi Zwelivelile Mandela, anggota Majelis Nasional Afrika Selatan itu dalam wawancara dengan Anadolu di Jenewa.
Mandela menambahkan lebih dari 531 desa telah dibumihanguskan oleh “entitas penyerangan Zionis.”
“Jadi kita tidak akan pernah ingin mengurangi konflik yang terjadi pada tanggal 7 Oktober ini. Mereka yang terus melanggengkan propaganda dan kebohongan itu akan dihadapkan pada fakta yang kita miliki,” tegas dia.
Menggarisbawahi bahwa telah terjadi lebih dari 20 pembantaian berbeda antara tahun 2006 hingga 2023 di Gaza saja, dia mengatakan lebih banyak lagi pembantaian yang dilakukan di wilayah pendudukan di Tepi Barat.
“Kita mengutuk keras kenyataan bahwa orang-orang selalu ingin berbicara tentang konflik ini seolah-olah konflik ini dimulai pada tanggal 7 Oktober,” ungkap dia.
Dia mengkritik pemerintah di berbagai negara yang tidak “menyuarakan suara massa”. Cucu pahlawan anti-apartheid itu mengatakan masyarakat di setiap kota besar di seluruh dunia semakin banyak yang mendukung perjuangan Palestina.
“Intifada Elektronik telah mampu memanfaatkan media sosial dan memastikan kita dapat menjangkau komunitas global secara luas dan memobilisasi dukungan untuk rakyat Palestina,” tegas dia.
Memuji upaya pemerintah dan presidennya, dia mengatakan hal ini merupakan “pencapaian bersejarah” di pihak Afrika Selatan.
Mandela menyampaikan “seruan global” kepada semua negara di Eropa, Barat, serta Amerika Latin, Afrika, dan Asia, mendesak mereka mengikuti dan mendukung kasus yang diajukan Afrika Selatan.
“Kami sangat senang mendengar Spanyol dan negara-negara lain kini telah mengakui Palestina sebagai satu negara, dan kami akan terus menyerukan lebih banyak negara untuk mengikuti hal yang sama,” tutur dia.
Afrika Selatan adalah negara pertama yang meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mengadili Israel atas tuduhan genosida setelah serangan 7 Oktober 2023.
Pengakuan terkoordinasi atas negara Palestina oleh Spanyol, Irlandia, dan Norwegia dipandang sebagai langkah signifikan menuju menghidupkan kembali upaya penyelesaian damai di Timur Tengah.
Israel telah melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak Oktober, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Serangan barbar Israel tersebut telah menewaskan lebih dari 36.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan, dan melukai lebih dari 80.000 orang lainnya.
Lebih dari tujuh bulan perang genosida Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur lebur dan rata dengan tanah.
Tak hanya itu, rezim apartheid Israel menerapkan blokade total terhadap bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan bagi warga Palestina di Gaza.
Israel dituduh melakukan “genosida” di ICJ, yang telah memerintahkan rezim brutal itu memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Menurut Afrika Selatan yang menyeret negara penjajah tersebut ke ICJ, Israel mengabaikan perintah pengadilan. Rezim Zionis itu juga menghina perintah ICJ dengan menggencarkan pengeboman di Rafah.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
(sya)