Para Pemimpin Dunia Murka Israel Ubah Rafah Jadi Lautan Api

Selasa, 28 Mei 2024 - 08:20 WIB
loading...
Para Pemimpin Dunia...
Lautan api akibat serangan rudal Israel menghancurkan kamp tenda pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan, 26 Mei 2024. Foto/REUTERS/Reuters TV
A A A
RAFAH - Para pemimpin dunia menyatakan kemarahan mereka setelah serangan Israel terhadap satu kamp pengungsi Palestina di Rafah, Gaza selatan, pada Minggu (26/5/2024).

Jumlah korban tewas akibat serangan tersebut, yang terjadi di lingkungan Tel al-Sultan di Rafah barat, kini meningkat menjadi 45 orang, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

Daerah tersebut telah ditetapkan oleh Israel sebagai “zona aman” dan ribuan pengungsi Palestina mencari perlindungan di sana sejak Israel menginvasi Rafah dua pekan lalu.

“Marah dengan serangan Israel yang telah menewaskan banyak pengungsi di Rafah,” tulis Presiden Prancis Emmanuel Macron di X.

“Operasi ini harus dihentikan. Tidak ada wilayah yang aman di Rafah bagi warga sipil Palestina,” ujar dia, seraya menyerukan “penghormatan penuh terhadap hukum internasional dan gencatan senjata segera”.

Josep Borrell, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, mengatakan dia “ngeri” dengan berita serangan itu.

"Saya mengutuk keras tindakan ini. Tidak ada tempat yang aman di Gaza," tegas dia.

Dia mendesak diakhirinya serangan Israel dan penghormatan terhadap hukum internasional dan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menghentikan serangan di Rafah.



Di Inggris, Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer, yang akan bersaing dalam pemilu tanggal 4 Juli, mengatakan dia akan mengupayakan gencatan senjata setelah terpilih sebagai perdana menteri.

“Adegan-adegan itu, laporan-laporan itu mengerikan. Yang lebih parahnya adalah ini adalah zona aman, dengan perempuan dan anak-anak di dalamnya, keluarga-keluarga yang sudah beberapa kali mengungsi,” papar dia.

“Saya terkejut dengan apa yang saya lihat dalam semalam, saya pikir setiap manusia akan terkejut dengan apa yang mereka lihat dalam semalam,” ujar dia.

Dia menambahkan, jatuhnya korban sipil adalah “konsekuensi yang tidak dapat dihindari” dari operasi militer Israel di Rafah, yang telah diperingatkan oleh para pemimpin dunia.

Politisi sayap kiri Jeremy Corbyn juga menyebut serangan itu sebagai “kegagalan kemanusiaan yang mengerikan”.

Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan berjanji akan meminta pertanggungjawaban Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang “biadab” atas serangan hari Minggu tersebut, dengan menyatakan serangan tersebut “tidak ada hubungannya dengan kemanusiaan”.

Awal bulan ini, Turki mengakhiri semua perdagangan dengan Israel karena perannya dalam krisis kemanusiaan di Gaza, mengakhiri perjanjian perdagangan bebas jangka panjang.

Serangan itu terjadi hanya dua hari setelah pengadilan tinggi PBB, ICJ, memerintahkan penghentian segera tindakan militer Israel di Rafah, yang mungkin merupakan pelanggaran terhadap kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida.

Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam serangan itu sebagai tindakan yang “disengaja”.

Dia menambahkan hal itu merupakan “pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa Keempat”.

Dia menambahkan serangan itu dapat menghambat upaya apapun untuk menyetujui gencatan senjata.

Qatar mengutuk serangan itu dengan “sekeras-kerasnya”. Mereka menyerukan pihak berwenang Israel untuk mematuhi keputusan ICJ, dengan menyatakan komunitas internasional harus “mencegah pasukan pendudukan melaksanakan rencana mereka yang bertujuan memaksa warga sipil mengungsi dari kota yang telah menjadi tempat perlindungan terakhir bagi ratusan ribu pengungsi di Jalur Gaza."

Qatar dan Mesir telah menjadi dua mediator utama antara Israel dan Hamas sejak awal permusuhan pada 7 Oktober.

Biadab


Kementerian luar negeri Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan yang mengecam serangan tersebut, dan mengatakan serangan tersebut menewaskan warga sipil yang tidak bersalah.

Kementerian tersebut mengulangi seruannya untuk melakukan gencatan senjata dan menjunjung tinggi keputusan ICJ yang memerintahkan Israel mengakhiri dan mencegah pelanggaran terhadap Konvensi Genosida.

Arab Saudi juga mengutuk serangan itu sebagai “pelanggaran terang-terangan yang dilakukan pasukan Israel terhadap semua resolusi, hukum dan norma internasional dan kemanusiaan”.

Pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Saudi menyerukan, “Komunitas internasional untuk segera turun tangan untuk menghentikan pembantaian dan mencegah semakin parahnya bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Politisi Irlandia Tanaiste Micheal Martin, berbicara pada konferensi pers, mengatakan serangan Israel terhadap Rafah adalah “biadab”.

Dia menambahkan langkah-langkah harus diambil untuk menegakkan permintaan PBB untuk mengakhiri kekerasan di Gaza.

Pada Selasa (28 Mei 2024), Irlandia, Norwegia, dan Spanyol akan secara resmi mengakui Palestina sebagai negara, yang memicu penolakan keras dari Israel.

Kementerian Luar Negeri Venezuela pada Senin menyatakan serangan Israel terhadap Rafah “kejam dan tidak manusiawi” dan “berkontribusi memperburuk konsekuensi dan kondisi kemerosotan yang dialami penduduk di Gaza”.

Korban pada hari Minggu termasuk 23 wanita, anak-anak, dan orang lanjut usia, menurut kementerian kesehatan Palestina.

Perempuan dan anak-anak juga merupakan mayoritas dari lebih dari 36.000 orang yang terbunuh sejak Oktober oleh angkatan bersenjata Israel.

Israel mengklaim serangan udaranya terhadap Tel al-Sultan menargetkan kompleks Hamas dan menewaskan dua pemimpin senior kelompok tersebut. Hamas belum mengonfirmasi kematian kedua anggotanya.
(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1451 seconds (0.1#10.140)