Israel Bunuh 300 Ulama dan Hancurkan 500 Masjid di Gaza
loading...
A
A
A
GAZA - Serangan genosida Israel di Gaza sejak Oktober telah menewaskan banyak imam masjid dan ulama. Sekitar 300 cendekiawan dan syekh Islam, termasuk pengajar Al-Quran, pengkhotbah Islam, dan imam, sejauh ini telah dibunuh Israel, menurut Kementerian Agama Palestina.
Sementara itu, lebih dari 500 masjid rata dengan tanah, dan puluhan masjid hancur sebagian, termasuk Masjid Al-Omari yang bersejarah.
Tiga gereja juga hancur menjadi puing-puing, termasuk Gereja Saint Porphyrius yang bersejarah. Gedung utama kementerian dan Quran Podcast Institute juga terkena serangan Israel.
Meskipun mengalami kerugian besar, kementerian tetap melanjutkan tugasnya dengan menyampaikan khotbah dan pesan harapan serta kesabaran di kamp pengungsian dan rumah sakit.
Mereka membuka kembali masjid-masjid yang rusak untuk salat, dan mengadakan sesi pengajaran serta menghafal Al-Quran.
Seorang juru bicara kementerian mengatakan, “Serangan Israel terhadap masjid-masjid dan cendekiawan Muslim adalah tindakan yang disengaja yang bertujuan menghancurkan iman orang-orang Palestina.”
“Ulama dan fasilitas agama dilindungi oleh semua hukum dan tradisi internasional, jadi menargetkan mereka adalah kejahatan perang,” tegas juru bicara tersebut kepada Middle East Eye.
“Pesan kami kepada dunia adalah kami ingin Anda berdiri bersama kami, melakukan protes untuk memberikan perlindungan bagi warga sipil yang tidak bersalah, dan menghentikan genosida di Gaza,” ungkap mereka.
“Kami menyerukan khususnya para ulama dan kementerian Islam di dunia Arab untuk bertindak serius dan menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung terhadap rakyat kami, khususnya terhadap syekh dan ulama kami,” papar mereka.
“Kami menyerahkan tanggung jawab ini kepada mereka, dan besok di akhirat, kami akan mempertanyakan mereka di hadapan Tuhan tentang apa yang telah mereka lakukan untuk saudara-saudari Muslim mereka di Gaza,” ungkap mereka.
Ulama dan syekh terkemuka di Gaza, seperti Taiseer Ibrahim, Najeeba Al-Da'alees, Awni Own, Wael Al-Zird, Basem Al-Safadi, dan banyak lainnya, termasuk di antara mereka yang menjadi sasaran serangan militer yang ganas tersebut.
Profesor Taiseer Ibrahim, dekan Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Gaza dan anggota Komunitas Cendekiawan Palestina, menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Islam.
Dia memperoleh gelar sarjana dan magister dalam doktrin Islam dan fiqh (Fikih Islam) dari Universitas Islam Gaza dan kemudian melanjutkan ke Universitas Islam di Malaysia untuk mengejar gelar PhD di bidang fiqh Islam.
Selain berkhotbah, dia menggunakan ilmunya untuk menasihati masyarakatnya tentang masalah perceraian, perselisihan, dan warisan.
Ibrahim terbunuh pada hari-hari pertama perang setelah serangan udara Israel membom rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
Putranya Mohammed, mahasiswa kedokteran tahun kelima, berbicara tentang kesedihannya pada MEE.
“Dia bukan hanya ayah saya tetapi saudara laki-laki, teman, dan rekan saya,” ujar dia.
Mohammed menggambarkan mendiang ayahnya sebagai “simbol cinta, pengampunan, dan kemurahan hati”.
“Kita harus menghentikan kengerian ini,” ujar dia.
Serangan Israel juga menewaskan seorang ulama perempuan, Najeeba al-Da’alees, pada minggu pertama serangan brutal di Gaza.
Dia adalah seorang guru Alquran untuk anak perempuan dan wanita yang telah lama mengabdi selama lebih dari 20 tahun.
“Dia adalah seorang ibu bagi murid-muridnya, pemimpin komunitas perempuan di Gaza, dan orang yang sangat baik,” ujar guru Alquran Om-Bilal Toman kepada MEE.
“Dia memiliki bakat membaca Al-Quran dengan nada yang berbeda-beda dan mencapai tingkat pengajian tertinggi, yang sangat ingin dia sampaikan kepada murid-muridnya selama hidupnya. Saya adalah murid sekaligus koleganya. Dia adalah inspirasi bagi saya,” papar dia.
“Dia mengajari kami bahwa Islam adalah agama yang damai dan mendukung pembangunan, keterbukaan pikiran, dan cinta kehidupan,” ungkap dia.
Owni Own, guru Alquran terkenal, orator publik, dan seorang imam, terbunuh bersama anggota keluarganya dalam serangan udara Israel di rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Maghazi pada Maret pada hari ke-21 bulan suci Ramadan.
Pria berusia 65 tahun itu juga seorang guru bahasa Inggris di Badan Pengungsi dan Pekerjaan PBB untuk Palestina (Unrwa).
Dia menjabat sebagai guru Quran di Al-Zaytoona College di Gaza. Selain itu, dia memiliki kantor penukaran mata uang di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
“Senyumnya tidak pernah lepas dari wajahnya. Dia selalu menunjukkan cinta dan kebaikan kepada orang-orang dan suka bercanda dengan mereka. Beliau biasa mengajari murid-muridnya Al-Quran dengan semangat yang tak tertandingi,” ujar Abu-Abid al-Bayoomi, mantan rekan Own.
“Sampai kapan dunia akan diam? Di manakah dunia Arab dan dunia Muslim?” tanya Abu-Abid al-Bayoomi.
Sementara itu, lebih dari 500 masjid rata dengan tanah, dan puluhan masjid hancur sebagian, termasuk Masjid Al-Omari yang bersejarah.
Tiga gereja juga hancur menjadi puing-puing, termasuk Gereja Saint Porphyrius yang bersejarah. Gedung utama kementerian dan Quran Podcast Institute juga terkena serangan Israel.
Meskipun mengalami kerugian besar, kementerian tetap melanjutkan tugasnya dengan menyampaikan khotbah dan pesan harapan serta kesabaran di kamp pengungsian dan rumah sakit.
Mereka membuka kembali masjid-masjid yang rusak untuk salat, dan mengadakan sesi pengajaran serta menghafal Al-Quran.
Seorang juru bicara kementerian mengatakan, “Serangan Israel terhadap masjid-masjid dan cendekiawan Muslim adalah tindakan yang disengaja yang bertujuan menghancurkan iman orang-orang Palestina.”
“Ulama dan fasilitas agama dilindungi oleh semua hukum dan tradisi internasional, jadi menargetkan mereka adalah kejahatan perang,” tegas juru bicara tersebut kepada Middle East Eye.
“Pesan kami kepada dunia adalah kami ingin Anda berdiri bersama kami, melakukan protes untuk memberikan perlindungan bagi warga sipil yang tidak bersalah, dan menghentikan genosida di Gaza,” ungkap mereka.
“Kami menyerukan khususnya para ulama dan kementerian Islam di dunia Arab untuk bertindak serius dan menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung terhadap rakyat kami, khususnya terhadap syekh dan ulama kami,” papar mereka.
“Kami menyerahkan tanggung jawab ini kepada mereka, dan besok di akhirat, kami akan mempertanyakan mereka di hadapan Tuhan tentang apa yang telah mereka lakukan untuk saudara-saudari Muslim mereka di Gaza,” ungkap mereka.
Ulama dan syekh terkemuka di Gaza, seperti Taiseer Ibrahim, Najeeba Al-Da'alees, Awni Own, Wael Al-Zird, Basem Al-Safadi, dan banyak lainnya, termasuk di antara mereka yang menjadi sasaran serangan militer yang ganas tersebut.
Kita Harus Hentikan Kengerian Ini
Profesor Taiseer Ibrahim, dekan Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Gaza dan anggota Komunitas Cendekiawan Palestina, menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Islam.
Dia memperoleh gelar sarjana dan magister dalam doktrin Islam dan fiqh (Fikih Islam) dari Universitas Islam Gaza dan kemudian melanjutkan ke Universitas Islam di Malaysia untuk mengejar gelar PhD di bidang fiqh Islam.
Selain berkhotbah, dia menggunakan ilmunya untuk menasihati masyarakatnya tentang masalah perceraian, perselisihan, dan warisan.
Ibrahim terbunuh pada hari-hari pertama perang setelah serangan udara Israel membom rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
Putranya Mohammed, mahasiswa kedokteran tahun kelima, berbicara tentang kesedihannya pada MEE.
“Dia bukan hanya ayah saya tetapi saudara laki-laki, teman, dan rekan saya,” ujar dia.
Mohammed menggambarkan mendiang ayahnya sebagai “simbol cinta, pengampunan, dan kemurahan hati”.
“Kita harus menghentikan kengerian ini,” ujar dia.
Serangan Israel juga menewaskan seorang ulama perempuan, Najeeba al-Da’alees, pada minggu pertama serangan brutal di Gaza.
Dia adalah seorang guru Alquran untuk anak perempuan dan wanita yang telah lama mengabdi selama lebih dari 20 tahun.
“Dia adalah seorang ibu bagi murid-muridnya, pemimpin komunitas perempuan di Gaza, dan orang yang sangat baik,” ujar guru Alquran Om-Bilal Toman kepada MEE.
“Dia memiliki bakat membaca Al-Quran dengan nada yang berbeda-beda dan mencapai tingkat pengajian tertinggi, yang sangat ingin dia sampaikan kepada murid-muridnya selama hidupnya. Saya adalah murid sekaligus koleganya. Dia adalah inspirasi bagi saya,” papar dia.
“Dia mengajari kami bahwa Islam adalah agama yang damai dan mendukung pembangunan, keterbukaan pikiran, dan cinta kehidupan,” ungkap dia.
Di Manakah Dunia Islam?
Owni Own, guru Alquran terkenal, orator publik, dan seorang imam, terbunuh bersama anggota keluarganya dalam serangan udara Israel di rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Maghazi pada Maret pada hari ke-21 bulan suci Ramadan.
Pria berusia 65 tahun itu juga seorang guru bahasa Inggris di Badan Pengungsi dan Pekerjaan PBB untuk Palestina (Unrwa).
Dia menjabat sebagai guru Quran di Al-Zaytoona College di Gaza. Selain itu, dia memiliki kantor penukaran mata uang di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
“Senyumnya tidak pernah lepas dari wajahnya. Dia selalu menunjukkan cinta dan kebaikan kepada orang-orang dan suka bercanda dengan mereka. Beliau biasa mengajari murid-muridnya Al-Quran dengan semangat yang tak tertandingi,” ujar Abu-Abid al-Bayoomi, mantan rekan Own.
“Sampai kapan dunia akan diam? Di manakah dunia Arab dan dunia Muslim?” tanya Abu-Abid al-Bayoomi.
(sya)