5 Fakta Koridor Philadelphi di Gaza, Jalur yang Kini Dikuasai Israel
loading...
A
A
A
RAFAH - Koridor Philadelphi jadi salah satu jalur di Gaza yang sangat diinginkan Israel ketika terlibat konflik dengan Hamas sejak akhir tahun 2023. Membuat koridor ini jadi yang paling diawasi ketika Zionis merencanakan serangan ke wilayah Rafah.
Dikutip dari Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sempat mengungkapkan jika Koridor Philadelphi harus menjadi milik mereka untuk nantinya akan ditutup demi memastikan keamanan yang diinginkan Tel Aviv.
Netanyahu mengklaim tanpa menguasai lahan sempit ini, tentara Israel tidak akan mampu mengalahkan Hamas di Gaza. Lantas sebenarnya apakah itu Koridor Philadelphi? Berikut ini sejumlah rangkuman faktanya.
Fakta Koridor Philadelphi di Gaza
Koridor Philadelphi adalah jalur sepanjang 14 km (8,7 mil) yang mewakili keseluruhan wilayah perbatasan antara Gaza dan Mesir. Koridor ini adalah bentuk dari perjanjian damai antara Israel dan Mesir pada akhir 1970-an.
Koridor Philadelphi dibangun pada 1979 sebagai "zona penyangga demilterisasi" antara kedua negara. Perjanjian ini memberi wewenang kepada Mesir untuk mengerahkan 750 penjaga perbatasan di sepanjang rute untuk berpatroli di perbatasan di sisi Mesir.
Sedangkan untuk sisi perbatasan Palestina dikendalikan oleh Otoritas Palestina, hingga diambil alih oleh Hamas pada tahun 2007.
Tujuannya dibentuknya Koridor Philadelphi adalah untuk menghentikan senjata dan material agar tidak sampai ke tangan warga Palestina di Jalur Gaza, yang diduduki Israel, dan untuk mencegah orang berpindah antara tanah Palestina dan Mesir tanpa pemeriksaan yang ketat.
Setelah Israel menarik diri dari Jalur Gaza di tahun 2005, Mesir menjadi pemain utama yang mengendalikan koridor tersebut. Namun keadaan berubah setelah Hamas memegang kendali penuh atas Jalur Gaza di tahun 2007.
Selama bertahun-tahun, Mesir mengatakan pihaknya terus menghancurkan terowongan yang digali oleh warga Palestina untuk menyelundupkan senjata dan manusia, namun Israel mempertanyakan efektivitas tindakan Kairo.
Karena merasa kurang mempercayai kebijakan Mesir, kini Israel menginginkan kendali penuh atas wilayah perbatasan, termasuk penyeberangan Rafah yang penting, untuk menjamin keamanan masyarakatnya.
Pihak Israel mengungkapkan jika Mesir tidak setuju bila Israel mengambil kembali kendali atas koridor tersebut dan membangun kehadiran militer di sana beberapa dekade setelah Israel meninggalkannya.
Tel Aviv dilaporkan ingin meningkatkan koridor ini di dalam Gaza untuk memastikan tidak mengalami serangan lain seperti yang terjadi pada tanggal 7 Oktober oleh Hamas yang menewaskan sekitar 1.140 orang di Israel.
Namun PBB tidak yakin dengan rencana Israel untuk warga sipil Gaza. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa PBB “tidak akan ikut serta dalam pemindahan paksa orang” karena “saat ini tidak ada tempat yang aman” di Gaza.
Khawatir akan masuknya pengungsi secara besar-besaran dan kemungkinan konsekuensinya, Mesir telah mengerahkan sekitar 40 tank dan pengangkut personel lapis baja di timur laut Sinai selama beberapa minggu terakhir di awal tahun 2024.
Dikutip dari Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sempat mengungkapkan jika Koridor Philadelphi harus menjadi milik mereka untuk nantinya akan ditutup demi memastikan keamanan yang diinginkan Tel Aviv.
Netanyahu mengklaim tanpa menguasai lahan sempit ini, tentara Israel tidak akan mampu mengalahkan Hamas di Gaza. Lantas sebenarnya apakah itu Koridor Philadelphi? Berikut ini sejumlah rangkuman faktanya.
Fakta Koridor Philadelphi di Gaza
1. Terbentuk dari Perjanjian Damai Mesir dengan Israel
Koridor Philadelphi adalah jalur sepanjang 14 km (8,7 mil) yang mewakili keseluruhan wilayah perbatasan antara Gaza dan Mesir. Koridor ini adalah bentuk dari perjanjian damai antara Israel dan Mesir pada akhir 1970-an.
Koridor Philadelphi dibangun pada 1979 sebagai "zona penyangga demilterisasi" antara kedua negara. Perjanjian ini memberi wewenang kepada Mesir untuk mengerahkan 750 penjaga perbatasan di sepanjang rute untuk berpatroli di perbatasan di sisi Mesir.
Sedangkan untuk sisi perbatasan Palestina dikendalikan oleh Otoritas Palestina, hingga diambil alih oleh Hamas pada tahun 2007.
2. Tujuan Pembentukan
Tujuannya dibentuknya Koridor Philadelphi adalah untuk menghentikan senjata dan material agar tidak sampai ke tangan warga Palestina di Jalur Gaza, yang diduduki Israel, dan untuk mencegah orang berpindah antara tanah Palestina dan Mesir tanpa pemeriksaan yang ketat.
3. Mesir Pemegang Kendali Koridor Philadelphi
Setelah Israel menarik diri dari Jalur Gaza di tahun 2005, Mesir menjadi pemain utama yang mengendalikan koridor tersebut. Namun keadaan berubah setelah Hamas memegang kendali penuh atas Jalur Gaza di tahun 2007.
Selama bertahun-tahun, Mesir mengatakan pihaknya terus menghancurkan terowongan yang digali oleh warga Palestina untuk menyelundupkan senjata dan manusia, namun Israel mempertanyakan efektivitas tindakan Kairo.
4. Penyebab Israel ingin Mengambil Alih Koridor Philadelphi
Karena merasa kurang mempercayai kebijakan Mesir, kini Israel menginginkan kendali penuh atas wilayah perbatasan, termasuk penyeberangan Rafah yang penting, untuk menjamin keamanan masyarakatnya.
Pihak Israel mengungkapkan jika Mesir tidak setuju bila Israel mengambil kembali kendali atas koridor tersebut dan membangun kehadiran militer di sana beberapa dekade setelah Israel meninggalkannya.
Tel Aviv dilaporkan ingin meningkatkan koridor ini di dalam Gaza untuk memastikan tidak mengalami serangan lain seperti yang terjadi pada tanggal 7 Oktober oleh Hamas yang menewaskan sekitar 1.140 orang di Israel.
5. Kondisi Koridor Philadelphi
Namun PBB tidak yakin dengan rencana Israel untuk warga sipil Gaza. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa PBB “tidak akan ikut serta dalam pemindahan paksa orang” karena “saat ini tidak ada tempat yang aman” di Gaza.
Khawatir akan masuknya pengungsi secara besar-besaran dan kemungkinan konsekuensinya, Mesir telah mengerahkan sekitar 40 tank dan pengangkut personel lapis baja di timur laut Sinai selama beberapa minggu terakhir di awal tahun 2024.
(sya)