Rumah Sakit al-Shifa Hancur Total dengan Tumpukan Mayat Usai Dibantai Pasukan Israel
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Tentara Israel telah mundur dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza setelah pengepungan selama dua pekan, meninggalkan bangunan-bangunan yang hancur total dan tumpukan mayat.
Tindakan pasukan kolonial Israel itu menegaskan kejahatan perang yang mereka lakukan di Jalur Gaza.
Kompleks tersebut merupakan fasilitas medis terbesar di seluruh Palestina yang kini hancur total. Para pejabat militer Israel mengatakan pada Senin (1/4/2024) bahwa pasukannya membunuh 200 orang dan menangkap 900 orang selama 15 hari serangan militer terhadap rumah sakit tersebut.
Pertahanan sipil Gaza menyebutkan jumlah korban tewas sekitar 300 orang.
Tentara Israel mengatakan mereka melakukan serangan tanpa melukai warga sipil dan personel medis, namun organisasi medis dan saksi mata dengan tegas menolak klaim tersebut.
Pembunuhan secara brutal jelas dilakukan pasukan rezim kolonial Israel itu. Tumpukan mayat menjadi bukti nyata.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 21 pasien meninggal selama pengepungan tersebut.
Orang-orang yang selamat mengatakan kepada Middle East Eye bahwa sejumlah warga sipil tewas dalam pengepungan yang berlangsung selama dua pekan tersebut.
“Orang-orang ditembak dan diserang. Kami adalah warga sipil,” ujar seorang pemuda. “Pemandangannya lebih buruk daripada gempa bumi.”
"Tidak ada dokter. Ada yang terbunuh, ada yang ditangkap. Yang selamat, selamat. Yang meninggal, meninggal. Lima belas hari pengepungan di al-Shifa tanpa apa-apa, tanpa makanan, tanpa air," papar dia.
Struktur kompleks di setiap bangunan rusak, peralatan dan dokumen hancur berserakan di mana-mana.
Di unit bedah khusus, salah satu gedung terbaru di rumah sakit tersebut, yang tersisa hanyalah tumpukan batu dan logam.
Unit yang hancur antara lain gedung ginjal dan bersalin, kamar mayat, fasilitas pendingin, serta gedung klinik rawat jalan.
Puluhan mayat, termasuk anak-anak, perempuan dan orang tua, memenuhi jalan-jalan dekat kompleks tersebut. Sumber medis mengatakan ratusan mayat ditemukan.
“Anakku, anakku, anakku tercinta!” teriak seorang wanita sambil menangis sambil menggendong putranya yang meninggal terbungkus kain putih.
Pertahanan sipil Gaza tiba di rumah sakit pada hari Senin untuk memulai operasi pemulihan setelah penarikan pasukan kolonial apartheid Israel.
Di luar halaman, orang-orang menggali kuburan untuk menguburkan orang-orang terbunuh yang jenazahnya dibiarkan membusuk begitu saja selama dua pekan terakhir.
Kantor berita Wafa melaporkan kuburan sementara yang didirikan di al-Shifa digali oleh pasukan Israel, dan jenazah digali dan dibuang di berbagai area rumah sakit.
Gedung rumah sakit dibakar oleh pasukan Israel selama penggerebekan tersebut, dan tim pertahanan sipil tidak diizinkan untuk memadamkannya, menurut Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).
“Situasinya mengerikan, staf medis, beberapa dari mereka dibunuh, yang lain disiksa, yang lain ditahan,” ujar Raed al-Nims, juru bicara PRCS, kepada Al-Jazeera.
“Menurut keterangan saksi mata dan laporan resmi, banyak warga sipil yang dieksekusi. Mereka dibunuh oleh pasukan Israel termasuk staf medis, dokter dan perawat, mereka sengaja dieksekusi oleh tentara Israel,” papar dia menceritakan kekejian tentara Israel.
“Kami belum memiliki angka pasti, namun tidak ada keraguan bahwa sudah dipastikan bahwa banyak dari mereka yang dibunuh secara langsung oleh pasukan Israel atau mati kelaparan,” ujar dia.
Pekan lalu, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan mereka yang ditangkap di al-Shifa adalah “pejabat Hamas yang sangat penting”.
Israel belum memberikan bukti apa pun atas klaim tersebut. Hagari mengatakan Israel tidak mengungkapkan identitas mereka yang ditangkap “karena mereka memiliki informasi intelijen yang signifikan”.
Dia mengatakan bahwa lebih banyak hal akan terungkap setelah Israel menginterogasi mereka yang ditahan.
MEE berbicara dengan beberapa orang di al-Shifa yang orang-orang terkasihnya terbunuh atau terluka selama pengepungan.
Mohammed Garageh mengatakan ibunya meninggal pada hari kedua pengepungan.
Dia mengatakan pria dan wanita dipisahkan setelah pasukan Israel memasuki rumah sakit, meninggalkan ibunya yang sudah lanjut usia dan sakit tanpa bantuannya.
"Dia berbicara padaku (di telepon) dan memberitahuku, 'Anakku, aku tidak punya obat apa pun, aku juga tidak punya makanan atau air, di mana kamu sayangku?' Itulah hal terakhir yang kudengar dari ibuku," papar dia.
Dia menemukan ibunya keesokan harinya, terbaring mati di gedung bersalin al-Shifa. Dia mengenalinya dari rambut dan pakaiannya.
"Selama ini aku hanya tinggal bersamanya. Sekarang dia telah meninggalkanku dan aku sendirian," ungkap dia.
Bassel Helo mengatakan anggota keluarganya sedang berlindung di rumah tetangga di sekitar rumah sakit, ketika serangan pesawat tak berawak menghantam gedung tersebut. Tujuh orang tewas.
“Mayat-mayat mulai mencair,” ungkap Helo, menjelaskan dibutuhkan waktu tujuh hari bagi siapa pun untuk mencapai gedung untuk menguburkan jenazah.
Faten Mohammed Dabbour, wanita lanjut usia, mengatakan cucunya tertembak selama pengepungan.
"Kami mengambil bendera putih dan keluar...dan mereka menembaknya. Mengapa? Mengapa mereka menembaknya?" ungkap dia memberitahu MEE.
"Saya mengatakan kepada prajurit itu, 'Saya butuh bantuan medis, mengapa kamu melakukan ini?' dan dia menatapku seolah-olah tidak terjadi apa-apa," papar dia.
Dabbour mengatakan selama pengepungan, seorang wanita berusia 95 tahun sedang berdoa ketika rumahnya dibom oleh pasukan Israel, menewaskan orang-orang di dalamnya.
Dia bertanya di mana PBB dan komunitas internasional berada, mengacu pada peristiwa pekan lalu.
Ternyata, Dewan Keamanan PBB sedang sibuk melakukan pemungutan suara untuk gencatan senjata di Gaza yang tak pernah terlaksana atau dilaksanakan siapa pun.
“Di mana PBB? AS seharusnya tidak menggunakan hak veto, di mana mereka? Atau apakah mereka hanya memberikan senjata kepada (Israel) untuk membunuh kami?” Tanya dia.
“Hanya Tuhan yang melindungi kita, bukan Arab Saudi, bukan Mesir,” pungkas dia.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
Tindakan pasukan kolonial Israel itu menegaskan kejahatan perang yang mereka lakukan di Jalur Gaza.
Kompleks tersebut merupakan fasilitas medis terbesar di seluruh Palestina yang kini hancur total. Para pejabat militer Israel mengatakan pada Senin (1/4/2024) bahwa pasukannya membunuh 200 orang dan menangkap 900 orang selama 15 hari serangan militer terhadap rumah sakit tersebut.
Pertahanan sipil Gaza menyebutkan jumlah korban tewas sekitar 300 orang.
Tentara Israel mengatakan mereka melakukan serangan tanpa melukai warga sipil dan personel medis, namun organisasi medis dan saksi mata dengan tegas menolak klaim tersebut.
Pembunuhan secara brutal jelas dilakukan pasukan rezim kolonial Israel itu. Tumpukan mayat menjadi bukti nyata.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 21 pasien meninggal selama pengepungan tersebut.
Orang-orang yang selamat mengatakan kepada Middle East Eye bahwa sejumlah warga sipil tewas dalam pengepungan yang berlangsung selama dua pekan tersebut.
“Orang-orang ditembak dan diserang. Kami adalah warga sipil,” ujar seorang pemuda. “Pemandangannya lebih buruk daripada gempa bumi.”
"Tidak ada dokter. Ada yang terbunuh, ada yang ditangkap. Yang selamat, selamat. Yang meninggal, meninggal. Lima belas hari pengepungan di al-Shifa tanpa apa-apa, tanpa makanan, tanpa air," papar dia.
Struktur kompleks di setiap bangunan rusak, peralatan dan dokumen hancur berserakan di mana-mana.
Di unit bedah khusus, salah satu gedung terbaru di rumah sakit tersebut, yang tersisa hanyalah tumpukan batu dan logam.
Unit yang hancur antara lain gedung ginjal dan bersalin, kamar mayat, fasilitas pendingin, serta gedung klinik rawat jalan.
Puluhan mayat, termasuk anak-anak, perempuan dan orang tua, memenuhi jalan-jalan dekat kompleks tersebut. Sumber medis mengatakan ratusan mayat ditemukan.
“Anakku, anakku, anakku tercinta!” teriak seorang wanita sambil menangis sambil menggendong putranya yang meninggal terbungkus kain putih.
Staf Medis Dieksekusi
Pertahanan sipil Gaza tiba di rumah sakit pada hari Senin untuk memulai operasi pemulihan setelah penarikan pasukan kolonial apartheid Israel.
Di luar halaman, orang-orang menggali kuburan untuk menguburkan orang-orang terbunuh yang jenazahnya dibiarkan membusuk begitu saja selama dua pekan terakhir.
Kantor berita Wafa melaporkan kuburan sementara yang didirikan di al-Shifa digali oleh pasukan Israel, dan jenazah digali dan dibuang di berbagai area rumah sakit.
Gedung rumah sakit dibakar oleh pasukan Israel selama penggerebekan tersebut, dan tim pertahanan sipil tidak diizinkan untuk memadamkannya, menurut Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).
“Situasinya mengerikan, staf medis, beberapa dari mereka dibunuh, yang lain disiksa, yang lain ditahan,” ujar Raed al-Nims, juru bicara PRCS, kepada Al-Jazeera.
“Menurut keterangan saksi mata dan laporan resmi, banyak warga sipil yang dieksekusi. Mereka dibunuh oleh pasukan Israel termasuk staf medis, dokter dan perawat, mereka sengaja dieksekusi oleh tentara Israel,” papar dia menceritakan kekejian tentara Israel.
“Kami belum memiliki angka pasti, namun tidak ada keraguan bahwa sudah dipastikan bahwa banyak dari mereka yang dibunuh secara langsung oleh pasukan Israel atau mati kelaparan,” ujar dia.
Pekan lalu, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan mereka yang ditangkap di al-Shifa adalah “pejabat Hamas yang sangat penting”.
Israel belum memberikan bukti apa pun atas klaim tersebut. Hagari mengatakan Israel tidak mengungkapkan identitas mereka yang ditangkap “karena mereka memiliki informasi intelijen yang signifikan”.
Dia mengatakan bahwa lebih banyak hal akan terungkap setelah Israel menginterogasi mereka yang ditahan.
Di Mana PBB?
MEE berbicara dengan beberapa orang di al-Shifa yang orang-orang terkasihnya terbunuh atau terluka selama pengepungan.
Mohammed Garageh mengatakan ibunya meninggal pada hari kedua pengepungan.
Dia mengatakan pria dan wanita dipisahkan setelah pasukan Israel memasuki rumah sakit, meninggalkan ibunya yang sudah lanjut usia dan sakit tanpa bantuannya.
"Dia berbicara padaku (di telepon) dan memberitahuku, 'Anakku, aku tidak punya obat apa pun, aku juga tidak punya makanan atau air, di mana kamu sayangku?' Itulah hal terakhir yang kudengar dari ibuku," papar dia.
Dia menemukan ibunya keesokan harinya, terbaring mati di gedung bersalin al-Shifa. Dia mengenalinya dari rambut dan pakaiannya.
"Selama ini aku hanya tinggal bersamanya. Sekarang dia telah meninggalkanku dan aku sendirian," ungkap dia.
Bassel Helo mengatakan anggota keluarganya sedang berlindung di rumah tetangga di sekitar rumah sakit, ketika serangan pesawat tak berawak menghantam gedung tersebut. Tujuh orang tewas.
“Mayat-mayat mulai mencair,” ungkap Helo, menjelaskan dibutuhkan waktu tujuh hari bagi siapa pun untuk mencapai gedung untuk menguburkan jenazah.
Faten Mohammed Dabbour, wanita lanjut usia, mengatakan cucunya tertembak selama pengepungan.
"Kami mengambil bendera putih dan keluar...dan mereka menembaknya. Mengapa? Mengapa mereka menembaknya?" ungkap dia memberitahu MEE.
"Saya mengatakan kepada prajurit itu, 'Saya butuh bantuan medis, mengapa kamu melakukan ini?' dan dia menatapku seolah-olah tidak terjadi apa-apa," papar dia.
Dabbour mengatakan selama pengepungan, seorang wanita berusia 95 tahun sedang berdoa ketika rumahnya dibom oleh pasukan Israel, menewaskan orang-orang di dalamnya.
Dia bertanya di mana PBB dan komunitas internasional berada, mengacu pada peristiwa pekan lalu.
Ternyata, Dewan Keamanan PBB sedang sibuk melakukan pemungutan suara untuk gencatan senjata di Gaza yang tak pernah terlaksana atau dilaksanakan siapa pun.
“Di mana PBB? AS seharusnya tidak menggunakan hak veto, di mana mereka? Atau apakah mereka hanya memberikan senjata kepada (Israel) untuk membunuh kami?” Tanya dia.
“Hanya Tuhan yang melindungi kita, bukan Arab Saudi, bukan Mesir,” pungkas dia.
Lihat Juga: Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
(sya)