PM Estonia: Ancaman Nuklir Putin Hanya Kata-kata, Dia Takut Perang dengan NATO!
loading...
A
A
A
TALLINN - Perdana Menteri (PM) Estonia Kaja Kallas mengeklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya takut berperang dengan NATO. Dia pun meremehkan ancaman serangan nuklir yang berulang kali dilontarkan pemimpin Kremlin tersebut.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ingin menghindari perang langsung dengan Moskow, yang merupakan negara bersejata nuklir terbesar di dunia, namun telah menawarkan dukungan penting kepada Ukraina sejak invasi Rusia dua tahun lalu.
Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa jika NATO mengambil tindakan terlalu jauh—atau melakukan intervensi langsung terhadap perang tersebut—maka Moskow tidak akan ragu untuk menekan tombol serangan nuklir.
"Tentu saja, kita harus menanggapi segala sesuatunya dengan serius, apa yang dia katakan," kata PM Kallas kepada BBC.
“Dia sudah lama mengancam akan melakukan perang nuklir, tapi itu hanya sekedar kata-kata," ujarnya.
“Dia sangat pandai dalam menabur ketakutan dalam masyarakat kami, benar-benar mendengarkan apa yang kami takuti, dan memberikan ketakutan yang kami miliki.”
Dia mengatakan Putin memahami bahwa orang-orang takut terhadap perang nuklir sehingga melakukan hal tersebut untuk mengejutkan publik.
“Ini adalah jebakan, jebakan untuk mencegah diri sendiri,” kata politisi Estonia tersebut.
“Karena jika kami takut, maka kami mulai melakukan pencegahan—dan inilah yang diinginkan Putin," paparnya.
“Kami juga harus memikirkan apa yang ditakuti Putin—dan dia sebenarnya takut berperang dengan NATO, jadi dia tidak menginginkan hal itu," imbuh dia, yang dilansir Selasa (19/3/2024).
“Dan kami tentu juga tidak menginginkan hal itu."
"Tetapi yang terpenting adalah memahami pesan-pesan yang disampaikannya, sehingga kami akan takut dan menahan diri dari keputusan-keputusan yang akan kami ambil," imbuh dia.
Pekan lalu, Putin mengatakan kepada negara-negara Barat bahwa Rusia secara teknis siap menghadapi perang nuklir—dan jika Amerika Serikat mengirimkan pasukan ke Ukraina, hal ini akan dianggap sebagai eskalasi konflik yang serius.
Namun, Gedung Putih pernah mengatakan tidak ada bukti Rusia ingin menggunakan senjata nuklir dalam waktu dekat.
Kepala pengawas nuklir PBB Rafael Grossi menyatakan belum ada kondisi yang memungkinkan terjadinya perang nuklir di Ukraina.
Pejabat senior kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, juga meremehkan ancaman presiden Rusia tersebut, dan mengatakan kepada Reuters: “Menyadari bahwa segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana, Putin terus menggunakan retorika nuklir klasik."
“Dengan harapan lama Soviet—‘takut dan mundur!’,” paparnya.
Putin baru saja terpilih kembali untuk masa jabatan kelimanya sebagai presiden Rusia setelah menekan semua oposisi yang ada, yang berarti dia secara hukum dapat tetap menjabat hingga setidaknya tahun 2036.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ingin menghindari perang langsung dengan Moskow, yang merupakan negara bersejata nuklir terbesar di dunia, namun telah menawarkan dukungan penting kepada Ukraina sejak invasi Rusia dua tahun lalu.
Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa jika NATO mengambil tindakan terlalu jauh—atau melakukan intervensi langsung terhadap perang tersebut—maka Moskow tidak akan ragu untuk menekan tombol serangan nuklir.
"Tentu saja, kita harus menanggapi segala sesuatunya dengan serius, apa yang dia katakan," kata PM Kallas kepada BBC.
“Dia sudah lama mengancam akan melakukan perang nuklir, tapi itu hanya sekedar kata-kata," ujarnya.
“Dia sangat pandai dalam menabur ketakutan dalam masyarakat kami, benar-benar mendengarkan apa yang kami takuti, dan memberikan ketakutan yang kami miliki.”
Dia mengatakan Putin memahami bahwa orang-orang takut terhadap perang nuklir sehingga melakukan hal tersebut untuk mengejutkan publik.
“Ini adalah jebakan, jebakan untuk mencegah diri sendiri,” kata politisi Estonia tersebut.
“Karena jika kami takut, maka kami mulai melakukan pencegahan—dan inilah yang diinginkan Putin," paparnya.
“Kami juga harus memikirkan apa yang ditakuti Putin—dan dia sebenarnya takut berperang dengan NATO, jadi dia tidak menginginkan hal itu," imbuh dia, yang dilansir Selasa (19/3/2024).
“Dan kami tentu juga tidak menginginkan hal itu."
"Tetapi yang terpenting adalah memahami pesan-pesan yang disampaikannya, sehingga kami akan takut dan menahan diri dari keputusan-keputusan yang akan kami ambil," imbuh dia.
Pekan lalu, Putin mengatakan kepada negara-negara Barat bahwa Rusia secara teknis siap menghadapi perang nuklir—dan jika Amerika Serikat mengirimkan pasukan ke Ukraina, hal ini akan dianggap sebagai eskalasi konflik yang serius.
Namun, Gedung Putih pernah mengatakan tidak ada bukti Rusia ingin menggunakan senjata nuklir dalam waktu dekat.
Kepala pengawas nuklir PBB Rafael Grossi menyatakan belum ada kondisi yang memungkinkan terjadinya perang nuklir di Ukraina.
Pejabat senior kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, juga meremehkan ancaman presiden Rusia tersebut, dan mengatakan kepada Reuters: “Menyadari bahwa segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana, Putin terus menggunakan retorika nuklir klasik."
“Dengan harapan lama Soviet—‘takut dan mundur!’,” paparnya.
Putin baru saja terpilih kembali untuk masa jabatan kelimanya sebagai presiden Rusia setelah menekan semua oposisi yang ada, yang berarti dia secara hukum dapat tetap menjabat hingga setidaknya tahun 2036.
(mas)