Profil Algojo Arab Saudi Saad al-Beshi: Sehari Penggal 7 Orang, Penonton Pingsan
loading...
A
A
A
Namun, dia mengungkapkan bahwa sebuah pedang andalannya berharga sekitar SR20.000 (Rp83 juta). “Itu adalah hadiah dari pemerintah. Saya merawatnya dan mengasahnya sesekali, dan saya pastikan untuk membersihkannya dari noda darah," katanya.
“Itu sangat tajam. Orang-orang takjub betapa cepatnya ia dapat memisahkan kepala dari tubuh," imbuh dia.
Pada saat para korban mencapai lapangan eksekusi, mereka telah menyerahkan diri hingga mati, katanya, meskipun mereka mungkin berharap untuk diampuni pada menit-menit terakhir.
“Hati dan pikiran mereka tertuju pada pembacaan Syahadat," katanya.
Satu-satunya percakapan dengan narapidana adalah ketika dia menyuruhnya mengucapkan Syahadat.
“Saat mereka sampai di lapangan eksekusi, kekuatan mereka terkuras habis. Kemudian saya membaca perintah eksekusi, dan dengan isyarat saya memenggal kepala tahanan tersebut.”
Dia telah mengeksekusi banyak wanita tanpa ragu-ragu, jelasnya.
“Meskipun saya benci kekerasan terhadap perempuan, jika itu kehendak Tuhan, saya harus melaksanakannya.”
Tidak ada perbedaan besar antara mengeksekusi laki-laki dan perempuan, kecuali perempuan tersebut mengenakan jilbab, dan tidak seorang pun diperbolehkan berada di dekat mereka kecuali al-Beshi sendiri ketika waktu eksekusi tiba.
Saat mengeksekusi wanita, dia akan menggunakan senjata atau pedang.
“Tergantung apa yang mereka minta untuk saya gunakan. Terkadang mereka meminta saya menggunakan pedang dan terkadang pistol. Namun sebagian besar waktu saya menggunakan pedang,” imbu dia.
Sebagai algojo berpengalaman, al-Beshi yang berusia 42 tahun dipercayakan tugas untuk melatih kaum muda.
“Saya berhasil melatih putra saya Musaed, 22 tahun, sebagai algojo dan dia disetujui dan dipilih,” katanya dengan bangga.
“Itu sangat tajam. Orang-orang takjub betapa cepatnya ia dapat memisahkan kepala dari tubuh," imbuh dia.
Pada saat para korban mencapai lapangan eksekusi, mereka telah menyerahkan diri hingga mati, katanya, meskipun mereka mungkin berharap untuk diampuni pada menit-menit terakhir.
“Hati dan pikiran mereka tertuju pada pembacaan Syahadat," katanya.
Satu-satunya percakapan dengan narapidana adalah ketika dia menyuruhnya mengucapkan Syahadat.
“Saat mereka sampai di lapangan eksekusi, kekuatan mereka terkuras habis. Kemudian saya membaca perintah eksekusi, dan dengan isyarat saya memenggal kepala tahanan tersebut.”
Dia telah mengeksekusi banyak wanita tanpa ragu-ragu, jelasnya.
“Meskipun saya benci kekerasan terhadap perempuan, jika itu kehendak Tuhan, saya harus melaksanakannya.”
Tidak ada perbedaan besar antara mengeksekusi laki-laki dan perempuan, kecuali perempuan tersebut mengenakan jilbab, dan tidak seorang pun diperbolehkan berada di dekat mereka kecuali al-Beshi sendiri ketika waktu eksekusi tiba.
Saat mengeksekusi wanita, dia akan menggunakan senjata atau pedang.
“Tergantung apa yang mereka minta untuk saya gunakan. Terkadang mereka meminta saya menggunakan pedang dan terkadang pistol. Namun sebagian besar waktu saya menggunakan pedang,” imbu dia.
Sebagai algojo berpengalaman, al-Beshi yang berusia 42 tahun dipercayakan tugas untuk melatih kaum muda.
“Saya berhasil melatih putra saya Musaed, 22 tahun, sebagai algojo dan dia disetujui dan dipilih,” katanya dengan bangga.