Dianggap Mengancam, Gerakan Keagamaan Falun Dafa Terus Ditekan China
loading...
A
A
A
China juga telah lama menargetkan praktisi Falun Gong di luar negeri. Melalui Kantor Polisi Luar Negeri, United Front Work Department (UFWD) telah mempengaruhi dan menyerang anggotanya di seluruh dunia.
Misalnya, pada Mei 2023, pihak berwenang Amerika Serikat (AS) telah menangkap dua warga China, John Chen dan Lin Feng, atas tuduhan berkonspirasi melawan Falun Gong.
Pada Mei 2021, AS memberikan sanksi kepada Yu Hui, mantan Direktur Kantor Kelompok Utama Pusat untuk Pencegahan dan Penanganan Agama Sesat—juga dikenal sebagai Kantor 610—di Provinsi Sichuan atas keterlibatannya "dalam pelanggaran berat hak asasi manusia, yaitu penahanan sewenang-wenang terhadap praktisi Falun Gong atas keyakinan spiritual mereka."
“Kantor 610” sejauh ini masih menjadi aktor utama di balik kekejaman terhadap anggota Falun Gong. Mereka telah lama dituduh menyiksa, membunuh dan melakukan pelecehan seksual terhadap praktisi Falun Gong.
Organisasi ini didirikan dengan tujuan melenyapkan Falun Gong sepenuhnya di China. Saat ini, kelompok tersebut memantau dan menghukum rekan-rekan Falun Dafa, mengoordinasikan propaganda anti-Falun Gong dan memfasilitasi program pendidikan ulang. Pelapor Khusus PBB untuk Pembunuhan di Luar Proses Hukum pada tahun 2009 menyalahkan “Kantor 610” yang mengeksekusi ratusan praktisi Falun Dafa menjelang Olimpiade Beijing 2008.
Dengan adanya Undang-Undang Keamanan Nasional Baru di Hong Kong, di mana para praktisi mencari perlindungan sejak tahun 1999 dan sangat vokal menentang CCP, Falun Dafa juga menghadapi penganiayaan.
Klausul "kolusi dengan negara asing untuk membahayakan keamanan nasional" dalam Undang-Undang Keamanan Nasional digunakan untuk menekan suara praktisi Falun Dafa.
Kedutaan Besar China di seluruh dunia bekerja tanpa henti untuk menekan suara-suara terkait Falun Gong di luar China. Seorang mantan diplomat China di Australia yang membelot di tahun 2005, Chen Yonglin, mengungkapkan bahwa pekerjaan utamanya adalah mengamati aktivitas anggota Falun Gong.
Mulai dari penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan dan pemaksaan untuk melakukan perdagangan organ, kisah-kisah praktisi Falun Gong tidak kalah pentingnya dengan kisah-kisah mereka yang tinggal di kamp konsentrasi di Xinjiang.
Namun tidak seperti warga Uighur dan Tibet, yang mendapatkan banyak perhatian dan dukungan dari berbagai aktivis dan kelompok hak asasi manusia, Falun Gong masih tetap menjadi isu terabaikan yang membutuhkan perhatian khusus dari para aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia.
Kantor 610
Misalnya, pada Mei 2023, pihak berwenang Amerika Serikat (AS) telah menangkap dua warga China, John Chen dan Lin Feng, atas tuduhan berkonspirasi melawan Falun Gong.
Pada Mei 2021, AS memberikan sanksi kepada Yu Hui, mantan Direktur Kantor Kelompok Utama Pusat untuk Pencegahan dan Penanganan Agama Sesat—juga dikenal sebagai Kantor 610—di Provinsi Sichuan atas keterlibatannya "dalam pelanggaran berat hak asasi manusia, yaitu penahanan sewenang-wenang terhadap praktisi Falun Gong atas keyakinan spiritual mereka."
“Kantor 610” sejauh ini masih menjadi aktor utama di balik kekejaman terhadap anggota Falun Gong. Mereka telah lama dituduh menyiksa, membunuh dan melakukan pelecehan seksual terhadap praktisi Falun Gong.
Organisasi ini didirikan dengan tujuan melenyapkan Falun Gong sepenuhnya di China. Saat ini, kelompok tersebut memantau dan menghukum rekan-rekan Falun Dafa, mengoordinasikan propaganda anti-Falun Gong dan memfasilitasi program pendidikan ulang. Pelapor Khusus PBB untuk Pembunuhan di Luar Proses Hukum pada tahun 2009 menyalahkan “Kantor 610” yang mengeksekusi ratusan praktisi Falun Dafa menjelang Olimpiade Beijing 2008.
Dengan adanya Undang-Undang Keamanan Nasional Baru di Hong Kong, di mana para praktisi mencari perlindungan sejak tahun 1999 dan sangat vokal menentang CCP, Falun Dafa juga menghadapi penganiayaan.
Klausul "kolusi dengan negara asing untuk membahayakan keamanan nasional" dalam Undang-Undang Keamanan Nasional digunakan untuk menekan suara praktisi Falun Dafa.
Kedutaan Besar China di seluruh dunia bekerja tanpa henti untuk menekan suara-suara terkait Falun Gong di luar China. Seorang mantan diplomat China di Australia yang membelot di tahun 2005, Chen Yonglin, mengungkapkan bahwa pekerjaan utamanya adalah mengamati aktivitas anggota Falun Gong.
Mulai dari penyiksaan, pelecehan, pemerkosaan dan pemaksaan untuk melakukan perdagangan organ, kisah-kisah praktisi Falun Gong tidak kalah pentingnya dengan kisah-kisah mereka yang tinggal di kamp konsentrasi di Xinjiang.
Namun tidak seperti warga Uighur dan Tibet, yang mendapatkan banyak perhatian dan dukungan dari berbagai aktivis dan kelompok hak asasi manusia, Falun Gong masih tetap menjadi isu terabaikan yang membutuhkan perhatian khusus dari para aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia.