Pakar Australia: Jika Berhasil, Prabowo akan Jadi Tokoh seperti Trump
A
A
A
JAKARTA - Ajang pemilihan presiden (pilpres) Indonesia 2019 mulai memikat perhatian media dan pakar Australia. Prabowo Subianto, yang diprediksi akan kembali menjadi lawan untuk calon petahana Joko Widodo (Jokowi) mendapat sorotan khusus.
Prabowo telah didorong partainya, Partai Gerindra untuk mendeklarasikan diri sebagai calon presiden (capres) Indonesia 2019. Sejauh ini, baru Jokowi yang secara resmi dideklarasikan sebagai capres oleh partai-partai pendukungnya seperti PDIP, NasDem, Partai Golkar, serta didukung beberapa partai salah satunya Perindo.
Jika Prabowo mendeklarasikan diri sebagai capres 2019, maka pilpres 2014 bukan tidak mungkin akan terulang kembali. Yakni, Jokowi "berduel" dengan Prabowo.
Prabowo, seperti yang disuarakan Gerindra, akan deklarasi pada April mendatang. Namun, sang kandidat belum angkat bicara. Meski demikian, nama-nama kandidat pendamping mantan jenderal itu untuk ajang pilpres 2019 sudah mulai bermunculan, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Selain didukung Gerindra, Prabowo juga didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) belum secara resmi berpihak di kubu mana.
Pakar dari Australian National University, Dr Marcus Mietzner, mengatakan bahwa Prabowo akan menjadi tokoh populis jika berhasil dalam pilpres 2019. "Jika berhasil kali ini, Prabowo akan menjadi tokoh seperti Trump; impulsif, populis, tidak menentu dan dengan kecenderungan otoriter. Tidak banyak perubahan dalam hal ini dari 2014," katanya.
Analis politik yang berbasis di Jakarta, Tobias Basuki, dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional, mengatakan sulit untuk memberi label pada filsafat politik pendamping Prabowo karena itu adalah "hodge-podge".
"Dia berpura-pura sebagai seorang nasionalis, tetapi dalam kenyataannya dia akan jauh lebih pragmatis dalam pemerintahan," kritik Basuki.
Belum lama ini, tokoh Partai Gerindra tersebut juga jadi pemberitaan utama setelah berpidato tentang prediksi Indonesia akan bubar tahun 2030. Prediksi itu sejatinya ramalan dalam novel Ghost Fleet.
Pakar Melbourne University Profesor Tim Lindsey mengatakan pilpres 2019 kemungkinan akan sangat tidak stabil. Dia memprediksi Prabowo akan "berjuang keras" pada isu-isu seperti ras, agama dan politik identitas.
"Jika Anies adalah calon wakil presiden yang diusung, dia akan membawa kombinasi dari kredensial Islam dan daya tarik kelas menengah untuk Prabowo," katanya, seperti dikutip The Sydney Morning Herald.
Prabowo telah didorong partainya, Partai Gerindra untuk mendeklarasikan diri sebagai calon presiden (capres) Indonesia 2019. Sejauh ini, baru Jokowi yang secara resmi dideklarasikan sebagai capres oleh partai-partai pendukungnya seperti PDIP, NasDem, Partai Golkar, serta didukung beberapa partai salah satunya Perindo.
Jika Prabowo mendeklarasikan diri sebagai capres 2019, maka pilpres 2014 bukan tidak mungkin akan terulang kembali. Yakni, Jokowi "berduel" dengan Prabowo.
Prabowo, seperti yang disuarakan Gerindra, akan deklarasi pada April mendatang. Namun, sang kandidat belum angkat bicara. Meski demikian, nama-nama kandidat pendamping mantan jenderal itu untuk ajang pilpres 2019 sudah mulai bermunculan, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Selain didukung Gerindra, Prabowo juga didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) belum secara resmi berpihak di kubu mana.
Pakar dari Australian National University, Dr Marcus Mietzner, mengatakan bahwa Prabowo akan menjadi tokoh populis jika berhasil dalam pilpres 2019. "Jika berhasil kali ini, Prabowo akan menjadi tokoh seperti Trump; impulsif, populis, tidak menentu dan dengan kecenderungan otoriter. Tidak banyak perubahan dalam hal ini dari 2014," katanya.
Analis politik yang berbasis di Jakarta, Tobias Basuki, dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional, mengatakan sulit untuk memberi label pada filsafat politik pendamping Prabowo karena itu adalah "hodge-podge".
"Dia berpura-pura sebagai seorang nasionalis, tetapi dalam kenyataannya dia akan jauh lebih pragmatis dalam pemerintahan," kritik Basuki.
Belum lama ini, tokoh Partai Gerindra tersebut juga jadi pemberitaan utama setelah berpidato tentang prediksi Indonesia akan bubar tahun 2030. Prediksi itu sejatinya ramalan dalam novel Ghost Fleet.
Pakar Melbourne University Profesor Tim Lindsey mengatakan pilpres 2019 kemungkinan akan sangat tidak stabil. Dia memprediksi Prabowo akan "berjuang keras" pada isu-isu seperti ras, agama dan politik identitas.
"Jika Anies adalah calon wakil presiden yang diusung, dia akan membawa kombinasi dari kredensial Islam dan daya tarik kelas menengah untuk Prabowo," katanya, seperti dikutip The Sydney Morning Herald.
(mas)