Abaikan Kemarahan China, Menkes AS Nekat Temui Presiden Taiwan
loading...
A
A
A
TAIPEI - Menteri Kesehatan (Menkes) Amerika Serikat (AS) Alex Azar , bertemu dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen , Senin (10/8/2020). Menteri di kabinet Presiden Donald Trump ini sudah tiba di Taipei hari Minggu dan mengabaikan kemarahan China .
China yang menganggap Taiwan sebagai provisinya yang membangkang mengecam keras kunjungan Menkes Amerika. Beijing telah berkali-kali mendesak Washington menghormati prinsip satu-China dengan tidak melakukan interaksi resmi atau tidak resmi dengan Taiwan.
Kunjungan Azar akan berlangsung tiga hariuntuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi bersama serta keberhasilan Tawian itu dalam menjinakkan pandemi virus corona baru (Covid-19). (Baca: Menteri AS Hendak Kunjungi Taiwan, China Geram )
Kunjungan Azar dilakukan ketika hubungan antara Amerika Serikat dan China sedang dalam kekacauan, di mana kedua belah pihak bentrok karena berbagai masalah mulai dari perdagangan, militer dan keamanan, serta pandemi Covid-19.
China telah menggambarkan kunjungan Azar sebagai ancaman bagi "perdamaian dan stabilitas".
"Perjalanan ini merupakan pengakuan atas keberhasilan Taiwan dalam memerangi Covid-19 dan bukti kepercayaan bersama bahwa masyarakat terbuka dan demokratis paling siap untuk memerangi ancaman penyakit seperti Covid-19," kata seorang pejabat Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS kepada wartawan di Washington sebelum kunjungan Azar ke Taipei.
Selain bertemu dengan Presiden Tsai, Azar akan mengadakan pembicaraan dengan mitranya; Chen Shih-chung, dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu.
Taiwan telah menjadi "anak poster" untuk mengalahkan virus corona berkat program track dan tracing yang diasah dengan baik serta kontrol perbatasan yang tegas.
Terlepas dari kedekatannya dan hubungan ekonominya dengan China, tercatat kurang dari 500 infeksi dan tujuh kematian terkait Covid-19 dilaporkan otoritas kesehatan Taiwan. (Baca juga: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )
Sebaliknya AS telah mencatat kematian terbanyak di dunia dengan lebih dari 160.000 kematian.
Washington tetap menjadi pemasok senjata utama ke Taiwan tetapi secara historis berhati-hati dalam mengadakan kontak resmi dengannya.
Di bawah pemerintahan Trump, hubungan AS dengan Taiwan telah menghangat secara dramatis dan dia telah menyetujui sejumlah penjualan peralatan militer besar, termasuk jet tempur F-16.
Douglas Paal, mantan kepala American Institute di Taiwan—kedutaan de facto Washington—mengatakan pemerintahan Trump masih memperhatikan garis merah China. Menurutnya, tidak ada pejabat AS yang menangani keamanan nasional yang mengunjungi Taiwan.
Sepanjang tahun 1990-an, Amerika Serikat mengirim pejabat perdagangan ke Taiwan secara teratur.
Perbedaan kali ini, kata dia, adalah konteksnya, di mana Azar melakukan perjalanan pada saat hubungan antara Washington dan Beijing mencapai titik terendah baru.
"Mengirimnya ke Taiwan menunjukkan rasa hormat terhadap kerangka kerja lama sambil menaruh jari di mata China pada saat yang sama," kata Paal, seperti dikutip AFP.
"Fakta bahwa mereka tidak memilih untuk mengirim penasihat keamanan nasional atau orang lain menunjukkan bahwa mereka mencoba sedekat mungkin dengan garis merah China tetapi tidak ingin melewatinya."
Sebelum Azar, ada pejabat kabinet AS yang mengunjungi Taiwan pada 2014, di mana pejabat itu memimpin sebuah delegasi.
China yang menganggap Taiwan sebagai provisinya yang membangkang mengecam keras kunjungan Menkes Amerika. Beijing telah berkali-kali mendesak Washington menghormati prinsip satu-China dengan tidak melakukan interaksi resmi atau tidak resmi dengan Taiwan.
Kunjungan Azar akan berlangsung tiga hariuntuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi bersama serta keberhasilan Tawian itu dalam menjinakkan pandemi virus corona baru (Covid-19). (Baca: Menteri AS Hendak Kunjungi Taiwan, China Geram )
Kunjungan Azar dilakukan ketika hubungan antara Amerika Serikat dan China sedang dalam kekacauan, di mana kedua belah pihak bentrok karena berbagai masalah mulai dari perdagangan, militer dan keamanan, serta pandemi Covid-19.
China telah menggambarkan kunjungan Azar sebagai ancaman bagi "perdamaian dan stabilitas".
"Perjalanan ini merupakan pengakuan atas keberhasilan Taiwan dalam memerangi Covid-19 dan bukti kepercayaan bersama bahwa masyarakat terbuka dan demokratis paling siap untuk memerangi ancaman penyakit seperti Covid-19," kata seorang pejabat Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS kepada wartawan di Washington sebelum kunjungan Azar ke Taipei.
Selain bertemu dengan Presiden Tsai, Azar akan mengadakan pembicaraan dengan mitranya; Chen Shih-chung, dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu.
Taiwan telah menjadi "anak poster" untuk mengalahkan virus corona berkat program track dan tracing yang diasah dengan baik serta kontrol perbatasan yang tegas.
Terlepas dari kedekatannya dan hubungan ekonominya dengan China, tercatat kurang dari 500 infeksi dan tujuh kematian terkait Covid-19 dilaporkan otoritas kesehatan Taiwan. (Baca juga: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )
Sebaliknya AS telah mencatat kematian terbanyak di dunia dengan lebih dari 160.000 kematian.
Washington tetap menjadi pemasok senjata utama ke Taiwan tetapi secara historis berhati-hati dalam mengadakan kontak resmi dengannya.
Di bawah pemerintahan Trump, hubungan AS dengan Taiwan telah menghangat secara dramatis dan dia telah menyetujui sejumlah penjualan peralatan militer besar, termasuk jet tempur F-16.
Douglas Paal, mantan kepala American Institute di Taiwan—kedutaan de facto Washington—mengatakan pemerintahan Trump masih memperhatikan garis merah China. Menurutnya, tidak ada pejabat AS yang menangani keamanan nasional yang mengunjungi Taiwan.
Sepanjang tahun 1990-an, Amerika Serikat mengirim pejabat perdagangan ke Taiwan secara teratur.
Perbedaan kali ini, kata dia, adalah konteksnya, di mana Azar melakukan perjalanan pada saat hubungan antara Washington dan Beijing mencapai titik terendah baru.
"Mengirimnya ke Taiwan menunjukkan rasa hormat terhadap kerangka kerja lama sambil menaruh jari di mata China pada saat yang sama," kata Paal, seperti dikutip AFP.
"Fakta bahwa mereka tidak memilih untuk mengirim penasihat keamanan nasional atau orang lain menunjukkan bahwa mereka mencoba sedekat mungkin dengan garis merah China tetapi tidak ingin melewatinya."
Sebelum Azar, ada pejabat kabinet AS yang mengunjungi Taiwan pada 2014, di mana pejabat itu memimpin sebuah delegasi.
(min)