Para Pemimpin Arab Tolak Pasukan Internasional di Jalur Gaza

Rabu, 13 Desember 2023 - 23:56 WIB
loading...
Para Pemimpin Arab Tolak Pasukan Internasional di Jalur Gaza
Para pemimpin Arab tolak pasukan internasional di Jalur Gaza. Foto/Ilustrasi
A A A
DOHA - Para pemimpin Arab menegaskan kembali penolakan mereka terhadap pembentukan pasukan internasional untuk menduduki Jalur Gaza setelah perang Israel di wilayah kantong Palestina berakhir.

Para pemimpin Arab tengag berkumpul di Qatar untuk menghadiri pertemuan tahunan Forum Doha, dimana Palestina menjadi agenda utamanya.

"Tak seorang pun dari wilayah ini akan menerima... untuk mendaratkan pasukannya (mengikuti) tank Israel. Ini tidak dapat diterima," kata Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani seperti dikutip dari The New Arab, Rabu (13/12/2023).



Dia juga menentang kekuatan internasional di Gaza dalam kondisi saat ini.

“Kita tidak boleh selalu membicarakan orang-orang Palestina seolah-olah mereka membutuhkan wali,” ujarnya.

"Masalah Palestina adalah pusat dan jantung dari semua konflik di kawasan ini," kata Sheikh Mohammed.

“Apa yang terjadi di Gaza setiap hari tidak hanya berdampak pada kekuatan di Lebanon atau Yaman. Hal ini juga berdampak pada seluruh generasi yang mungkin menjadi radikal karena gambar-gambar ini,” tambah Perdana Menteri Qatar.

Qatar mengatakan pihaknya masih mengupayakan gencatan senjata baru seperti yang terjadi bulan lalu yang mengakhiri pertempuran selama satu minggu dan sejumlah sandera Israel ditukar dengan tahanan Palestina dan bantuan kemanusiaan.

Namun Sheikh Mohammed memperingatkan bahwa pemboman ganas Israel di Gaza “mempersempit peluang” bagi gencatan senjata.

“Ada tanggung jawab bersama pada kita semua untuk menghentikan pembunuhan ini, untuk kembali ke meja perundingan guna menemukan solusi jangka panjang,” katanya.

Rakyat Palestina diwakili oleh Otoritas Palestina, yang menguasai sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, namun tidak menguasai Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas.

Terlepas dari persaingan keduanya, Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan Hamas tidak dapat diberangus.

"Mereka adalah bagian integral dari mosaik politik Palestina," katanya pada forum tersebut.



Namun, Israel ingin memberangus Hamas dalam perangnya di Jalur Gaza yang merupakan pembalasan atas serangan mendadak pada 7 Oktober lalu. Menurut Israel serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 240 sandera dibawa ke Gaza.

Serangan Israel yang membabi buta terhadap Gaza telah menewaskan lebih dari 18.400 orang, menurut otoritas kesehatan, termasuk sedikitnya 8.000 anak-anak.

Pada hari Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan setelah percakapan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bahwa ada “ketidaksepakatan” antara dua sekutu itu mengenai “sehari setelah Hamas”.

Perdana Menteri Israel mengatakan dia berharap “kita akan mencapai kesepakatan di sini” namun dia berjanji untuk tidak “mengulangi kesalahan Oslo”, mengacu pada perjanjian perdamaian tahun 1993 yang ditandatangani di AS yang menjanjikan solusi dua negara untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.

Amerika Serikat, sekutu utama diplomatik dan militer Israel, sebelumnya mengindikasikan bahwa Otoritas Palestina dapat memerintah Jalur Gaza dan Tepi Barat setelah terjadinya pertempuran.

Namun pihak Palestina mengatakan diperlukan tanggapan yang lebih mendasar, yaitu dengan menganggap serius “negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan dapat bertahan di seluruh wilayah Palestina” seperti yang dikatakan Shtayyeh.

Namun kebijakan konkrit yang ada di forum tersebut masih kurang, sehingga tidak melibatkan perwakilan tingkat tinggi dari negara-negara penting di kawasan seperti Arab Saudi, Lebanon, dan Mesir.

Perdana Menteri Yordania Bisher Khasawneh memperingatkan bahwa kegagalan menangani perang “sehari setelahnya” akan berarti “adegan yang lebih buruk dalam satu atau dua tahun”.

Dia berharap perang ini akan menjadi sebuah “peringatan”, terutama karena konflik tersebut mengancam konflik regional yang lebih luas.

Perang tersebut telah mendorong kelompok-kelompok yang terkait dengan Iran, yang mendukung Hamas, untuk melancarkan serangan terhadap pasukan AS dan sekutu di Irak dan Suriah, sementara kelompok Houthi Yaman telah menembakkan rudal dan Israel hampir setiap hari terlibat bentrokan lintas batas dengan Hizbullah di Lebanon yang memicu kekhawatiran akan konflik regional.



(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1132 seconds (0.1#10.140)