Memanas, Jet Tempur Qatar Dituduh Cegat 2 Pesawat Sipil UEA
A
A
A
DUBAI - Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) menuduh pesawat jet tempur Qatar mencegat dua pesawat sipil atau pesawat penumpangnya. Tuduhan ini muncul di saat ketegangan antar-negara Teluk ini memanas.
Perseteruan antara Qatar dengan empat negara Arab lainnya (Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir) telah memasuki bulan kedelapan. Empat negara itu memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Namun, tuduhan itu telah berulang kali dibantah.
Sebelumnya, Qatar yang mengajukan dua keluhan kepada PBB setelah jet tempur UEA melanggar wilayah udara Doha. UEA menyangkal dan menganggap aduan tetangganya itu aneh.
Baca Juga: Qatar Tuduh Jet Tempur UEA Langgar Wilayah Udaranya
Kantor berita milik negara UEA, WAM melaporkan intersepsi atau pencegatan pesawat sipil yang pertama terjadi pada hari Senin. Laporan itu mengutip Otoritas Penerbangan Sipil setempat.
“GCAA mengutuk tindakan Qatar yang diduga sebagai ancaman yang mencolok dan serius terhadap keselamatan penerbangan sipil dan pelanggaran hukum internasional yang jelas,” bunyi laporan WAM.
Tak berselang lama, WAM kembali melaporkan pencegatan pesawat penumpang yang kedua oleh jet tempur Qatar terjadi saat sedang dalam perjalanan ke Bahrain. Namun, laporan itu tidak disertai rincian jam dan nama pesawat yang terlibat.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar menolak tuduhan tersebut.
“Negara Qatar mengumumkan bahwa klaim pesawat tempur Qatar yang mencegat pesawat sipil UEA benar-benar salah. Sebuah pernyataan rinci akan menyusul,” kata juru bicara kementerian itu melalui akun Twitter-nya, @Lolwah_Alkhater.
Komando Pusat Amerika Serikat, yang berbasis di Pangkalan Udara al-Udeid di Qatar, juga tidak memiliki laporan tentang insiden pencegatan yang melibatkan pesawat komersial di wilayah tersebut.
Ibrahim Fraihat, analis politik di Doha Institute, menggambarkan Komando Pusat AS sebagai sumber independen dan kredibel. ”Komandao (AS) adalah teman kedua belah pihak dan belum berpihak sejauh ini,” katanya.
”(Komando) ini juga memiliki kehadiran militer yang kuat di wilayah ini dan mengawasi ruang udara tanpa henti,” lanjut analis itu, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (16/1/2018).
Perseteruan antara Qatar dengan empat negara Arab lainnya (Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir) telah memasuki bulan kedelapan. Empat negara itu memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Namun, tuduhan itu telah berulang kali dibantah.
Sebelumnya, Qatar yang mengajukan dua keluhan kepada PBB setelah jet tempur UEA melanggar wilayah udara Doha. UEA menyangkal dan menganggap aduan tetangganya itu aneh.
Baca Juga: Qatar Tuduh Jet Tempur UEA Langgar Wilayah Udaranya
Kantor berita milik negara UEA, WAM melaporkan intersepsi atau pencegatan pesawat sipil yang pertama terjadi pada hari Senin. Laporan itu mengutip Otoritas Penerbangan Sipil setempat.
“GCAA mengutuk tindakan Qatar yang diduga sebagai ancaman yang mencolok dan serius terhadap keselamatan penerbangan sipil dan pelanggaran hukum internasional yang jelas,” bunyi laporan WAM.
Tak berselang lama, WAM kembali melaporkan pencegatan pesawat penumpang yang kedua oleh jet tempur Qatar terjadi saat sedang dalam perjalanan ke Bahrain. Namun, laporan itu tidak disertai rincian jam dan nama pesawat yang terlibat.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar menolak tuduhan tersebut.
“Negara Qatar mengumumkan bahwa klaim pesawat tempur Qatar yang mencegat pesawat sipil UEA benar-benar salah. Sebuah pernyataan rinci akan menyusul,” kata juru bicara kementerian itu melalui akun Twitter-nya, @Lolwah_Alkhater.
Komando Pusat Amerika Serikat, yang berbasis di Pangkalan Udara al-Udeid di Qatar, juga tidak memiliki laporan tentang insiden pencegatan yang melibatkan pesawat komersial di wilayah tersebut.
Ibrahim Fraihat, analis politik di Doha Institute, menggambarkan Komando Pusat AS sebagai sumber independen dan kredibel. ”Komandao (AS) adalah teman kedua belah pihak dan belum berpihak sejauh ini,” katanya.
”(Komando) ini juga memiliki kehadiran militer yang kuat di wilayah ini dan mengawasi ruang udara tanpa henti,” lanjut analis itu, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (16/1/2018).
(mas)