Rusia: Diperlukan Pembicaraan Baru Pembentukan Negara Palestina
loading...
A
A
A
MOSKOW - Dimulainya kembali proses perdamaian Israel-Palestina sangat diperlukan untuk menyelesaikan konflik di tengah meningkatnya eskalasi di Gaza.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov mengatakan hal itu pada Selasa (21/11/2023).
“Hal ini memerlukan mekanisme diplomatik kolektif yang bertujuan untuk pembentukan negara Palestina,” ungkap Lavrov kepada delegasi gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Moskow.
“Kekerasan yang terus berlanjut, yang telah menyebabkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat besar, dengan jelas menunjukkan betapa berbahayanya pendekatan yang mengabaikan hukum internasional,” papar Lavrov, mengacu pada pemboman Israel di daerah kantong Palestina, yang telah menewaskan lebih dari 13.000 orang.
“Rusia mengutuk terorisme dalam segala bentuknya tanpa kecuali,” tegas menteri tersebut.
Namun, dia menambahkan, “Perjuangan melawan ekstremisme tidak boleh berubah menjadi hukuman kolektif bagi warga Gaza, yang secara terang-terangan melanggar norma-norma kemanusiaan internasional.”
Lavrov mengatakan gencatan senjata yang cepat, pengiriman bantuan kemanusiaan dan pembebasan sandera adalah masalah “prioritas utama” saat ini.
Yang tidak kalah pentingnya adalah dimulainya kembali proses perdamaian “atas dasar yang diterima secara internasional” yang sejalan dengan keputusan PBB dan keputusan Liga Arab serta Organisasi Kerjasama Islam (OKI), menurut dia.
“Proses perdamaian seperti itu harus ditujukan untuk menciptakan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka berdasarkan perbatasan tahun 1967 dan dengan ibu kota di Yerusalem Timur,” tegas Lavrov.
Menlu Rusia yakin mediator proses perdamaian Timur Tengah sebelumnya yang disebut Kuartet Timur Tengah telah membuktikan ketidakefektifannya.
Didirikan di Madrid pada 2002, kelompok ini beranggotakan Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB yang diharapkan dapat mengarahkan proses perdamaian Israel-Palestina menuju solusi dua negara.
Pekerjaan kelompok ini hampir lumpuh selama masa jabatan Donald Trump sebagai presiden AS. Trump menuntut semua anggota Kuartet menyetujui “Kesepakatan Abad Ini” yakni satu rencana perdamaian yang dianggap sangat pro-Israel oleh Palestina dan negara-negara Muslim. Rusia, PBB, dan UE semuanya menolak proposal tersebut.
“Kuartet gagal memenuhi fungsi yang dipercayakan Dewan Keamanan PBB,” ujar Lavrov, seraya mengatakan kelompok tersebut juga tidak mencakup perwakilan dari dunia Arab dan Islam.
“Meskipun diharapkan dapat bekerja sama dengan Liga Arab, anggota Kuartet Barat tidak terlalu tertarik dengan gagasan tersebut,” ungkap menlu Rusia tersebut.
“Mekanisme internasional baru yang bertujuan menjamin resolusi (konflik) jangka panjang yang berkelanjutan berdasarkan solusi dua negara harus benar-benar representatif,” ungkap Lavrov, seraya menambahkan mekanisme tersebut harus melibatkan aktor-aktor regional, serta negara-negara Arab dan negara-negara Islam.
“Negara-negara di kawasan ini paling tahu bagaimana mencapai solusi yang akan membuat semua pihak senang… selamanya,” pungkas dia.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov mengatakan hal itu pada Selasa (21/11/2023).
“Hal ini memerlukan mekanisme diplomatik kolektif yang bertujuan untuk pembentukan negara Palestina,” ungkap Lavrov kepada delegasi gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Moskow.
“Kekerasan yang terus berlanjut, yang telah menyebabkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat besar, dengan jelas menunjukkan betapa berbahayanya pendekatan yang mengabaikan hukum internasional,” papar Lavrov, mengacu pada pemboman Israel di daerah kantong Palestina, yang telah menewaskan lebih dari 13.000 orang.
“Rusia mengutuk terorisme dalam segala bentuknya tanpa kecuali,” tegas menteri tersebut.
Namun, dia menambahkan, “Perjuangan melawan ekstremisme tidak boleh berubah menjadi hukuman kolektif bagi warga Gaza, yang secara terang-terangan melanggar norma-norma kemanusiaan internasional.”
Lavrov mengatakan gencatan senjata yang cepat, pengiriman bantuan kemanusiaan dan pembebasan sandera adalah masalah “prioritas utama” saat ini.
Yang tidak kalah pentingnya adalah dimulainya kembali proses perdamaian “atas dasar yang diterima secara internasional” yang sejalan dengan keputusan PBB dan keputusan Liga Arab serta Organisasi Kerjasama Islam (OKI), menurut dia.
“Proses perdamaian seperti itu harus ditujukan untuk menciptakan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka berdasarkan perbatasan tahun 1967 dan dengan ibu kota di Yerusalem Timur,” tegas Lavrov.
Menlu Rusia yakin mediator proses perdamaian Timur Tengah sebelumnya yang disebut Kuartet Timur Tengah telah membuktikan ketidakefektifannya.
Didirikan di Madrid pada 2002, kelompok ini beranggotakan Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB yang diharapkan dapat mengarahkan proses perdamaian Israel-Palestina menuju solusi dua negara.
Pekerjaan kelompok ini hampir lumpuh selama masa jabatan Donald Trump sebagai presiden AS. Trump menuntut semua anggota Kuartet menyetujui “Kesepakatan Abad Ini” yakni satu rencana perdamaian yang dianggap sangat pro-Israel oleh Palestina dan negara-negara Muslim. Rusia, PBB, dan UE semuanya menolak proposal tersebut.
“Kuartet gagal memenuhi fungsi yang dipercayakan Dewan Keamanan PBB,” ujar Lavrov, seraya mengatakan kelompok tersebut juga tidak mencakup perwakilan dari dunia Arab dan Islam.
“Meskipun diharapkan dapat bekerja sama dengan Liga Arab, anggota Kuartet Barat tidak terlalu tertarik dengan gagasan tersebut,” ungkap menlu Rusia tersebut.
“Mekanisme internasional baru yang bertujuan menjamin resolusi (konflik) jangka panjang yang berkelanjutan berdasarkan solusi dua negara harus benar-benar representatif,” ungkap Lavrov, seraya menambahkan mekanisme tersebut harus melibatkan aktor-aktor regional, serta negara-negara Arab dan negara-negara Islam.
“Negara-negara di kawasan ini paling tahu bagaimana mencapai solusi yang akan membuat semua pihak senang… selamanya,” pungkas dia.
(sya)