Iran Ingin Israel Hancur tapi Mengapa Ogah Perang Bersama Hamas?
loading...
A
A
A
TEHERAN - Tiga pejabat Iran mengungkap pesan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei kepada pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bahwa Teheran tidak akan masuk dalam perang melawan Israel sekarang.
Pakar menilai sikap Khamenei yang menjauhkan Iran dari perang Israel-Hamas adalah strateginya yang ingin lebih dulu mengandalan proksinya ketimbang "mengotori" tangan Teheran.
Menurut tiga pejabat Iran, alasan Khamenei bahwa Teheran tak ingin masuk dalam perang Israel-Hamas karena Hamas tidak memberitahu tentang serangan dahsyat mereka ke Israel pada 7 Oktober lalu.
"Pemimpin Tertinggi Iran menyampaikan pesan yang jelas kepada pemimpin Hamas ketika mereka bertemu di Teheran pada awal November... Anda tidak memberi kami peringatan atas serangan Anda pada 7 Oktober terhadap Israel dan kami tidak akan ikut serta dalam konflik atas nama Anda," kata para pejabat itu, menirukan pesan Khamenei, sebagaimana dikutip Reuters.
Namun, pesan Khamenei yang ditirukan oleh tiga pejabat tersebut tampaknya bertentangan dengan serangkaian pertemuan antara eselon tertinggi Republik Islam Iran dan para pemimpin Hamas dan Hizbullah Lebanon selama tahun ini.
Pada April lalu, Hamas mengumumkan bahwa pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, mengunjungi Khamenei di Teheran.
Menurut laporan Reuters, dalam kunjungan terakhir Haniyeh awal bulan ini, Khamenei mengatakan kepadanya bahwa Iran akan terus memberikan dukungan politik dan moral kepada kelompok perlawanan Palestina tersebut, namun tidak akan melakukan intervensi secara langsung.
Para pejabat Iran telah berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan 7 Oktober oleh Hamas terhadap Israel, namun mereka memujinya dan memerintahkan perayaan di jalan, dengan spanduk besar dipasang dalam beberapa jam.
Kendati demikian, sumber-sumber Iran dan Hamas yang berbicara kepada Reuters mengeklaim; “Pemimpin Tertinggi [Khamenei] menekan Haniyeh untuk membungkam suara-suara di kelompok Palestina yang secara terbuka menyerukan Iran dan sekutu kuatnya di Lebanon, Hizbullah, untuk bergabung dalam pertempuran melawan Israel dengan kekuatan penuh."
Pernyataan-pernyataan terbaru para pejabat Teheran bahwa Iran menjauhkan dirinya dari perang Israel-Hamas, yang telah membuat proksi Iran di Lebanon, Suriah, dan Yaman melancarkan serangan terhadap Israel, akan mengejutkan para pembaca dalam negeri Iran yang telah bertahun-tahun mendengar seruannya untuk memusnahkan Negara Israel.
Di perbatasan utara Israel, Hizbullah terlibat dalam bentrokan terberat dengan Israel selama hampir 20 tahun, namun berhasil menghindari perang besar-besaran.
Berbicara kepada Israel Today, pakar Timur Tengah Profesor Meir Litvak menegaskan kembali bahwa perintah terakhir dari proksi Iran akan selalu datang dari Khamenei.
“Khamenei membenci Israel dengan sepenuh hati dan menginginkan kehancurannya," katanya.
"Dia juga tidak menyembunyikan kegembiraannya atas apa yang terjadi pada kami. Namun, dia berhati-hati. Dia tidak ingin keterlibatan langsung Iran, dan sangat penting baginya bahwa tidak ada serangan Israel di Iran. Itu sebabnya dia bertekad dan canggih dalam menggunakan kuasanya, Hizbullah misalnya, yang akan melakukan pekerjaan itu,” ujarnya, yang dilansir Kamis (16/11/2023).
“Khamenei punya peluang pada 7 Oktober, tapi dia juga punya visi sejarah, jadi dia tidak terburu-buru menghancurkan Israel saat ini. Pandangan ideologisnya adalah bahwa darah Israel harus ditumpahkan, ditundukkan hingga Israel tunduk pada tuntutan Iran dan tidak lagi ada sebagai negara Yahudi," lanjut dia.
Dalam serangan yang tampaknya paling terkoordinasi sejak Republik Islam Iran didirikan pada tahun 1979, tampaknya tidak mungkin Teheran tidak mendapat informasi yang memadai mengenai operasi di tingkat tertinggi.
Jason Brodsky, direktur kebijakan di United Against A Nuclear Iran, mencatat sumber laporan Reuters.
“Itu adalah rezim Iran dan Poros Perlawanan, jadi apa yang mereka katakan kepada Reuters dimaksudkan untuk melindungi Teheran. Kurangnya pengetahuan Iran mengenai tanggal 7 Oktober sulit dipercaya,” katanya.
“Tetapi Teheran tidak melakukan intervensi secara langsung, hanya melalui proksi, serta rasa frustrasi Khamenei terhadap para agen Hamas yang mengeluhkan dukungan rezim Iran dan permintaan untuk membungkam mereka lebih bisa dipercaya,” imbuh dia.
Proksi yang didukung Iran bahkan telah menyerang pasukan Amerika Serikat (AS) di Irak dan Suriah, memicu ketakutan akan perang skala penuh.
Namun ketika AS kini melakukan diskusi dengan Iran untuk mencairkan lebih banyak dana, kemungkinan besar Teheran tahu inilah saatnya untuk mundur.
Bulan lalu, menteri luar negeri Iran mengatakan bahwa para pejabat AS telah mencoba membahas dimulainya kembali perundingan nuklir namun bersikeras bahwa Washington harus terlebih dahulu mengeluarkan USD10 miliar dana beku Teheran sebagai tanda niat baik.
Pembicaraan tidak langsung untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 gagal pada bulan Juni dan sejak itu Iran menolak pembicaraan langsung dengan Amerika Serikat.
Pakar menilai sikap Khamenei yang menjauhkan Iran dari perang Israel-Hamas adalah strateginya yang ingin lebih dulu mengandalan proksinya ketimbang "mengotori" tangan Teheran.
Menurut tiga pejabat Iran, alasan Khamenei bahwa Teheran tak ingin masuk dalam perang Israel-Hamas karena Hamas tidak memberitahu tentang serangan dahsyat mereka ke Israel pada 7 Oktober lalu.
"Pemimpin Tertinggi Iran menyampaikan pesan yang jelas kepada pemimpin Hamas ketika mereka bertemu di Teheran pada awal November... Anda tidak memberi kami peringatan atas serangan Anda pada 7 Oktober terhadap Israel dan kami tidak akan ikut serta dalam konflik atas nama Anda," kata para pejabat itu, menirukan pesan Khamenei, sebagaimana dikutip Reuters.
Namun, pesan Khamenei yang ditirukan oleh tiga pejabat tersebut tampaknya bertentangan dengan serangkaian pertemuan antara eselon tertinggi Republik Islam Iran dan para pemimpin Hamas dan Hizbullah Lebanon selama tahun ini.
Pada April lalu, Hamas mengumumkan bahwa pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, mengunjungi Khamenei di Teheran.
Menurut laporan Reuters, dalam kunjungan terakhir Haniyeh awal bulan ini, Khamenei mengatakan kepadanya bahwa Iran akan terus memberikan dukungan politik dan moral kepada kelompok perlawanan Palestina tersebut, namun tidak akan melakukan intervensi secara langsung.
Para pejabat Iran telah berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan 7 Oktober oleh Hamas terhadap Israel, namun mereka memujinya dan memerintahkan perayaan di jalan, dengan spanduk besar dipasang dalam beberapa jam.
Kendati demikian, sumber-sumber Iran dan Hamas yang berbicara kepada Reuters mengeklaim; “Pemimpin Tertinggi [Khamenei] menekan Haniyeh untuk membungkam suara-suara di kelompok Palestina yang secara terbuka menyerukan Iran dan sekutu kuatnya di Lebanon, Hizbullah, untuk bergabung dalam pertempuran melawan Israel dengan kekuatan penuh."
Pernyataan-pernyataan terbaru para pejabat Teheran bahwa Iran menjauhkan dirinya dari perang Israel-Hamas, yang telah membuat proksi Iran di Lebanon, Suriah, dan Yaman melancarkan serangan terhadap Israel, akan mengejutkan para pembaca dalam negeri Iran yang telah bertahun-tahun mendengar seruannya untuk memusnahkan Negara Israel.
Di perbatasan utara Israel, Hizbullah terlibat dalam bentrokan terberat dengan Israel selama hampir 20 tahun, namun berhasil menghindari perang besar-besaran.
Berbicara kepada Israel Today, pakar Timur Tengah Profesor Meir Litvak menegaskan kembali bahwa perintah terakhir dari proksi Iran akan selalu datang dari Khamenei.
“Khamenei membenci Israel dengan sepenuh hati dan menginginkan kehancurannya," katanya.
"Dia juga tidak menyembunyikan kegembiraannya atas apa yang terjadi pada kami. Namun, dia berhati-hati. Dia tidak ingin keterlibatan langsung Iran, dan sangat penting baginya bahwa tidak ada serangan Israel di Iran. Itu sebabnya dia bertekad dan canggih dalam menggunakan kuasanya, Hizbullah misalnya, yang akan melakukan pekerjaan itu,” ujarnya, yang dilansir Kamis (16/11/2023).
“Khamenei punya peluang pada 7 Oktober, tapi dia juga punya visi sejarah, jadi dia tidak terburu-buru menghancurkan Israel saat ini. Pandangan ideologisnya adalah bahwa darah Israel harus ditumpahkan, ditundukkan hingga Israel tunduk pada tuntutan Iran dan tidak lagi ada sebagai negara Yahudi," lanjut dia.
Dalam serangan yang tampaknya paling terkoordinasi sejak Republik Islam Iran didirikan pada tahun 1979, tampaknya tidak mungkin Teheran tidak mendapat informasi yang memadai mengenai operasi di tingkat tertinggi.
Jason Brodsky, direktur kebijakan di United Against A Nuclear Iran, mencatat sumber laporan Reuters.
“Itu adalah rezim Iran dan Poros Perlawanan, jadi apa yang mereka katakan kepada Reuters dimaksudkan untuk melindungi Teheran. Kurangnya pengetahuan Iran mengenai tanggal 7 Oktober sulit dipercaya,” katanya.
“Tetapi Teheran tidak melakukan intervensi secara langsung, hanya melalui proksi, serta rasa frustrasi Khamenei terhadap para agen Hamas yang mengeluhkan dukungan rezim Iran dan permintaan untuk membungkam mereka lebih bisa dipercaya,” imbuh dia.
Proksi yang didukung Iran bahkan telah menyerang pasukan Amerika Serikat (AS) di Irak dan Suriah, memicu ketakutan akan perang skala penuh.
Namun ketika AS kini melakukan diskusi dengan Iran untuk mencairkan lebih banyak dana, kemungkinan besar Teheran tahu inilah saatnya untuk mundur.
Bulan lalu, menteri luar negeri Iran mengatakan bahwa para pejabat AS telah mencoba membahas dimulainya kembali perundingan nuklir namun bersikeras bahwa Washington harus terlebih dahulu mengeluarkan USD10 miliar dana beku Teheran sebagai tanda niat baik.
Pembicaraan tidak langsung untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 gagal pada bulan Juni dan sejak itu Iran menolak pembicaraan langsung dengan Amerika Serikat.
(mas)