3 Faktor Singapura Tak Mau Ikut Campur Perang Israel dan Perang Ukraina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Singapura enggan ikut campur dalam perang Israel-Hamas maupun perang Rusia-Ukraina. Kendati demikian, sikap negara tetangga Indonesia ini sedikit berbeda dalam menyikapi kedua konflik tersebut.
Dalam kasus perang Israel-Hamas—kelompok perlawanan Palestina di Gaza—, Singapura telah menegaskan posisinya sebagai mediator yang netral. Mereka telah menyelenggarakan beberapa pertemuan antara perwakilan Israel dan Palestina, dan mereka telah bekerja untuk mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi.
Singapura mengutuk keras serangan Hamas terhadap Israel 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang dan ratusan lainnya diculik. Serangan inilah yang memicu perang besar-besaran Israel di Gaza, yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 10.000 warga Palestina.
“Singapura mengutuk keras serangan roket dan teror dari Gaza terhadap Israel, yang telah mengakibatkan kematian dan cedera banyak warga sipil tak berdosa,” kata Kementerian Luar Negeri Singapura pada 7 Oktober lalu.
Negara kecil ini juga mengkritik respons Israel yang tidak proporsional. “Tidak peduli betapa mengerikannya tindakan terorisme yang dilakukan Hamas, itu tidak bisa membenarkan respons tidak proporsional Israel yang menjatuhkan hukuman kolektif terhadap warga Palestina di Gaza,” kata Wakil Perdana Menteri Lawrence Wong, Senin (6/11/2023).
Singapura, kata PM Wong, juga tidak akan membiarkan perang Israel-Hamas memecah belah populasi multiras dan multiagama meski ada tekanan dari beberapa segmen dan di media sosial agar pemerintah mengutuk satu pihak terhadap pihak lain.
“[Singapura] harus secara konsisten mengambil posisi yang berprinsip, sejalan dengan hukum internasional dan mendukung perdamaian dan keamanan global,” katanya.
Sekadar diketahui, Singapura menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dan pengguna senjata negara Yahudi tersebut.
Dalam perang ini, Singapura memilih tidak netral dengan menyalahkan Rusia karena menginvasi Ukraina sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Singapura pun menjatuhkan sanksi terhadap Rusia yang mencakup kegiatan empat bank dan larangan ekspor barang elektronik, komputer, dan militer sebagai respons atas apa yang dikatakannya sebagai "preseden berbahaya" Moskow di Ukraina.
Soal Perang Israel-Hamas
Dalam kasus perang Israel-Hamas—kelompok perlawanan Palestina di Gaza—, Singapura telah menegaskan posisinya sebagai mediator yang netral. Mereka telah menyelenggarakan beberapa pertemuan antara perwakilan Israel dan Palestina, dan mereka telah bekerja untuk mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi.
Singapura mengutuk keras serangan Hamas terhadap Israel 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang dan ratusan lainnya diculik. Serangan inilah yang memicu perang besar-besaran Israel di Gaza, yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 10.000 warga Palestina.
“Singapura mengutuk keras serangan roket dan teror dari Gaza terhadap Israel, yang telah mengakibatkan kematian dan cedera banyak warga sipil tak berdosa,” kata Kementerian Luar Negeri Singapura pada 7 Oktober lalu.
Negara kecil ini juga mengkritik respons Israel yang tidak proporsional. “Tidak peduli betapa mengerikannya tindakan terorisme yang dilakukan Hamas, itu tidak bisa membenarkan respons tidak proporsional Israel yang menjatuhkan hukuman kolektif terhadap warga Palestina di Gaza,” kata Wakil Perdana Menteri Lawrence Wong, Senin (6/11/2023).
Singapura, kata PM Wong, juga tidak akan membiarkan perang Israel-Hamas memecah belah populasi multiras dan multiagama meski ada tekanan dari beberapa segmen dan di media sosial agar pemerintah mengutuk satu pihak terhadap pihak lain.
“[Singapura] harus secara konsisten mengambil posisi yang berprinsip, sejalan dengan hukum internasional dan mendukung perdamaian dan keamanan global,” katanya.
Sekadar diketahui, Singapura menjalin hubungan diplomatik dengan Israel dan pengguna senjata negara Yahudi tersebut.
Soal Perang Rusia-Ukraina
Dalam perang ini, Singapura memilih tidak netral dengan menyalahkan Rusia karena menginvasi Ukraina sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Singapura pun menjatuhkan sanksi terhadap Rusia yang mencakup kegiatan empat bank dan larangan ekspor barang elektronik, komputer, dan militer sebagai respons atas apa yang dikatakannya sebagai "preseden berbahaya" Moskow di Ukraina.