Jika Korut Lepas Rudal, 100.000 Orang Bisa Tewas dalam 48 Jam
A
A
A
SYDNEY - Sekitar 100.000 orang akan meninggal dalam waktu 48 jam jika Korea Utara (Korut) melepaskan persenjataan rudal dan artilerinya. Angka perkiraan ini hasil penilaian intelijen Australia.
Penilaian intelijen itu dirilis Daily Telegraph Australia, Selasa (25/4/2017). Analisis tentang jumlah korban tewas itulah yang menjadi alasan utama mengapa AS lebih mengeksplorasi opsi diplomatik sebelum melakukan tindakan militer terhadap rezim Pyongyang yang dipimpin Kim Jong-un.
Media Australia itu mengklaim telah diberitahu oleh orang dalam intelijen bahwa Korut mengembangkan kemampuan kapal selam yang bisa menjadi ancaman bagi Australia.
Rezim Kim Jong-un telah mengancam akan meluncurkan serangan nuklir terhadap AS dan sekutunya, termasuk Australia. Namun, pihak Canberra meremehkan ancaman itu dengan meyakini Pyongyang belum memiliki kemampuan seperti itu.
Menurut penilaian intelijen, angka perkiraan korban tewas itu bisa menjadi kenyataan jika Kim Jong-un menyerang Seoul dengan rudal dan artileri. Korut memiliki ribuan tabung artileri yang siap untuk menembakkan amunisi ke Seoul dan itu bisa menjadi serangan pertamanya.
Sumber intelijen mengatakan bahwa pengembangan kapal selam Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)—nama resmi Korut—telah menjadi ancaman bagi Australia.
Kementerian Luar Negeri DPRK sebelumnya telah melontarkan pernyataan marah yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop. Kementerian itu menyatakan, Bishop telah mengeluarkan serangkaian komentar “sampah” terhadap DPRK.
Komentar-komentar Bishop yang dimaksud, antara lain soal seruan kepada masyarakat internasional untuk melucuti senjata nuklir Korut. Bagi Pyongyang, senjata nuklir merupakan hak untuk membela diri dari agresor asing.
”Hal ini sepenuhnya disebabkan oleh ancaman nuklir yang meningkat oleh AS dan kebijakan anakronistiknya yang bermusuhan terhadap DPRK sehingga situasi di Semenanjung Korea mendekati ambang perang,” kata kementerian itu.
”Jika Australia terus mengikuti langkah AS untuk mengisolasi dan menahan DPRK dan tetap menjadi brigade kejut tuan rumah AS, ini akan menjadi tindakan bunuh diri untuk berada dalam jangkauan serangan nuklir kekuatan strategis DPRK,” lanjut kementerian itu.
Penilaian intelijen itu dirilis Daily Telegraph Australia, Selasa (25/4/2017). Analisis tentang jumlah korban tewas itulah yang menjadi alasan utama mengapa AS lebih mengeksplorasi opsi diplomatik sebelum melakukan tindakan militer terhadap rezim Pyongyang yang dipimpin Kim Jong-un.
Media Australia itu mengklaim telah diberitahu oleh orang dalam intelijen bahwa Korut mengembangkan kemampuan kapal selam yang bisa menjadi ancaman bagi Australia.
Rezim Kim Jong-un telah mengancam akan meluncurkan serangan nuklir terhadap AS dan sekutunya, termasuk Australia. Namun, pihak Canberra meremehkan ancaman itu dengan meyakini Pyongyang belum memiliki kemampuan seperti itu.
Menurut penilaian intelijen, angka perkiraan korban tewas itu bisa menjadi kenyataan jika Kim Jong-un menyerang Seoul dengan rudal dan artileri. Korut memiliki ribuan tabung artileri yang siap untuk menembakkan amunisi ke Seoul dan itu bisa menjadi serangan pertamanya.
Sumber intelijen mengatakan bahwa pengembangan kapal selam Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK)—nama resmi Korut—telah menjadi ancaman bagi Australia.
Kementerian Luar Negeri DPRK sebelumnya telah melontarkan pernyataan marah yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop. Kementerian itu menyatakan, Bishop telah mengeluarkan serangkaian komentar “sampah” terhadap DPRK.
Komentar-komentar Bishop yang dimaksud, antara lain soal seruan kepada masyarakat internasional untuk melucuti senjata nuklir Korut. Bagi Pyongyang, senjata nuklir merupakan hak untuk membela diri dari agresor asing.
”Hal ini sepenuhnya disebabkan oleh ancaman nuklir yang meningkat oleh AS dan kebijakan anakronistiknya yang bermusuhan terhadap DPRK sehingga situasi di Semenanjung Korea mendekati ambang perang,” kata kementerian itu.
”Jika Australia terus mengikuti langkah AS untuk mengisolasi dan menahan DPRK dan tetap menjadi brigade kejut tuan rumah AS, ini akan menjadi tindakan bunuh diri untuk berada dalam jangkauan serangan nuklir kekuatan strategis DPRK,” lanjut kementerian itu.
(mas)