Kesepakatan Australia-Filipina Bagian dari Upaya AS Mengepung China?
loading...
A
A
A
CANBERRA - Australia dan Filipina memperkuat hubungan militer dan ekonomi mereka dengan menandatangani perjanjian kemitraan strategis pada Jumat (8/9/2023). Pesan apa yang disampaikan pakta baru ini kepada China?
Kunjungan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese ke Manila pada Jumat menjadi kunjungan pertama Perdana Menteri Australia ke Filipina dalam 20 tahun.
Selama kunjungan bersejarah tersebut, PM Anthony Albanese dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos meningkatkan hubungan kedua negara menjadi kemitraan strategis dan setuju memulai patroli angkatan laut bersama di Laut China Selatan yang disengketakan untuk menantang pengaruh Beijing di wilayah tersebut.
“Memperkuat hubungan militer-ke-militer (adalah) salah satu prioritas selama kunjungan Albanese,” ungkap Dr Jagannath Panda, kepala Pusat Urusan Asia Selatan dan Indo-Pasifik Stockholm di Institut Kebijakan Keamanan dan Pembangunan di Swedia, mengatakan kepada Sputnik.
“Faktanya, Australia ingin melihat bagaimana lebih banyak negara ASEAN harus mendukung narasi Indo-Pasifik yang memiliki kesamaan dengan Australia dalam memperkuat tatanan berbasis aturan, dan Filipina adalah negara prioritas untuk hal ini dalam pemikiran strategis Australia,” papar dia.
Faktanya, Australia tidak hanya mewakili kepentingan militernya tetapi juga kepentingan sekutu AUKUS-nya yakni Amerika Serikat (AS) dan Inggris, terlebih lagi kepentingan Washington, menurut Jeff J Brown, penulis The China Trilogy, editor di China Rising Radio Sinoland dan salah satu pendiri serta kurator Bioweapon Truth Commission.
“Kita harus ingat bahwa Australia telah menjadi perwira setia Asia bagi kerajaan Anglo-Saxon sejak abad ke-19: di India, Afrika, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Korea, Vietnam, Irak, Afghanistan, Laut China Selatan,” ungkap Brown memberi tahu Sputnik.
Dia menjelaskan, “Oleh karena itu, kepergian Perdana Menteri Albanese ke Manila sama seperti kepergian Biden ke sana. Ia akan mendapat perintah dari Potomac untuk mendorong Filipina sejauh mungkin dari China, sehingga menciptakan perpecahan dan ketegangan.”
Di bawah pemerintahan Marcos, hubungan Manila dengan Beijing menjadi tegang. Berbeda dengan pendahulunya Rodrigo Duterte, yang menjaga hubungan kerja baik dengan Republik Rakyat China (RRC), Marcos beralih menjadi lebih dekat dengan Barat.
Kunjungan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese ke Manila pada Jumat menjadi kunjungan pertama Perdana Menteri Australia ke Filipina dalam 20 tahun.
Selama kunjungan bersejarah tersebut, PM Anthony Albanese dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos meningkatkan hubungan kedua negara menjadi kemitraan strategis dan setuju memulai patroli angkatan laut bersama di Laut China Selatan yang disengketakan untuk menantang pengaruh Beijing di wilayah tersebut.
“Memperkuat hubungan militer-ke-militer (adalah) salah satu prioritas selama kunjungan Albanese,” ungkap Dr Jagannath Panda, kepala Pusat Urusan Asia Selatan dan Indo-Pasifik Stockholm di Institut Kebijakan Keamanan dan Pembangunan di Swedia, mengatakan kepada Sputnik.
“Faktanya, Australia ingin melihat bagaimana lebih banyak negara ASEAN harus mendukung narasi Indo-Pasifik yang memiliki kesamaan dengan Australia dalam memperkuat tatanan berbasis aturan, dan Filipina adalah negara prioritas untuk hal ini dalam pemikiran strategis Australia,” papar dia.
Faktanya, Australia tidak hanya mewakili kepentingan militernya tetapi juga kepentingan sekutu AUKUS-nya yakni Amerika Serikat (AS) dan Inggris, terlebih lagi kepentingan Washington, menurut Jeff J Brown, penulis The China Trilogy, editor di China Rising Radio Sinoland dan salah satu pendiri serta kurator Bioweapon Truth Commission.
“Kita harus ingat bahwa Australia telah menjadi perwira setia Asia bagi kerajaan Anglo-Saxon sejak abad ke-19: di India, Afrika, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Korea, Vietnam, Irak, Afghanistan, Laut China Selatan,” ungkap Brown memberi tahu Sputnik.
Dia menjelaskan, “Oleh karena itu, kepergian Perdana Menteri Albanese ke Manila sama seperti kepergian Biden ke sana. Ia akan mendapat perintah dari Potomac untuk mendorong Filipina sejauh mungkin dari China, sehingga menciptakan perpecahan dan ketegangan.”
Di bawah pemerintahan Marcos, hubungan Manila dengan Beijing menjadi tegang. Berbeda dengan pendahulunya Rodrigo Duterte, yang menjaga hubungan kerja baik dengan Republik Rakyat China (RRC), Marcos beralih menjadi lebih dekat dengan Barat.