Inefisiensi dan Buruknya Birokrasi Perparah Dampak Banjir di China
loading...
A
A
A
BEIJING - Tindakan penanganan banjir yang tidak memadai dan tidak tepat, serta prioritas pemerintahan Presiden Xi Jinping yang keliru telah memicu kegemparan besar di China saat bencana tersebut melanda sejumlah wilayah dan menewaskan banyak warga.
Banjir tersebut juga menyebabkan banyak lahan pertanian dan infrastruktur rusak dalam skala besar.
Keputusan yang merugikan daerah-daerah demi melindungi kepentingan Xi Jinping di Beijing semakin memperburuk keadaan, dan membuat sebagian masyarakat China mengutarakan pendapat mereka mengenai pemerintah.
Lebih dari 1 juta orang di barat laut China terpaksa mengungsi, dan sedikitnya 33 orang tewas dan 18 lainnya hilang setelah banjir besar yang dipicu hujan deras menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur perkotaan. Keraguan muncul di tengah masyarakat atas buruknya keakuratan informasi yang diberikan pihak berwenang China.
Seorang tukang kayu dengan nama pendek Zhu mengaku tak bisa melindungi rumahnya dari banjir. "Kami tidak menerima informasi apa pun (dari pemerintah)," katanya, seperti dikutip dari The HK Post, Jumat (1/9/2023).
Masyarakat marah atas kurangnya kesiapan serta inefisiensi lembaga-lembaga pemerintah. "Pertanyaan sulit kini muncul mengenai mengapa pelajaran dari badai sebelumnya tidak diambil, dan mengapa bangunan dan jalan tidak diperkuat, dan mengapa kerusakan ini terjadi lagi," kata jurnalis lokal, Katrina Yu.
"Tidak ada yang pernah memberi tahu kami tentang debit banjir atau menyuruh kami bersiap mengungsi," ujar warga Zhuozhou, yang enggan diidentifikasi.
Di Ibu Kota China; Beijing saja, sebanyak 59.000 rumah roboh dan 150.000 rumah lainnya rusak. Warga Zhuozhou dengan nama pendek Wang berkata, "Di tempat lain Anda bisa melihat para pemimpin bergegas ke garis depan dan mengoordinasikan upaya penyelamatan, namun di Zhuozhou mereka menghilang.”
Pemerintahan Xi Jinping mengeluarkan bantuan keuangan sebesar RMB520 juta ke daerah yang terkena dampak banjir termasuk Beijing, Tianjin, Hebei.
Banjir tersebut juga menyebabkan banyak lahan pertanian dan infrastruktur rusak dalam skala besar.
Keputusan yang merugikan daerah-daerah demi melindungi kepentingan Xi Jinping di Beijing semakin memperburuk keadaan, dan membuat sebagian masyarakat China mengutarakan pendapat mereka mengenai pemerintah.
Lebih dari 1 juta orang di barat laut China terpaksa mengungsi, dan sedikitnya 33 orang tewas dan 18 lainnya hilang setelah banjir besar yang dipicu hujan deras menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur perkotaan. Keraguan muncul di tengah masyarakat atas buruknya keakuratan informasi yang diberikan pihak berwenang China.
Seorang tukang kayu dengan nama pendek Zhu mengaku tak bisa melindungi rumahnya dari banjir. "Kami tidak menerima informasi apa pun (dari pemerintah)," katanya, seperti dikutip dari The HK Post, Jumat (1/9/2023).
Masyarakat marah atas kurangnya kesiapan serta inefisiensi lembaga-lembaga pemerintah. "Pertanyaan sulit kini muncul mengenai mengapa pelajaran dari badai sebelumnya tidak diambil, dan mengapa bangunan dan jalan tidak diperkuat, dan mengapa kerusakan ini terjadi lagi," kata jurnalis lokal, Katrina Yu.
"Tidak ada yang pernah memberi tahu kami tentang debit banjir atau menyuruh kami bersiap mengungsi," ujar warga Zhuozhou, yang enggan diidentifikasi.
Di Ibu Kota China; Beijing saja, sebanyak 59.000 rumah roboh dan 150.000 rumah lainnya rusak. Warga Zhuozhou dengan nama pendek Wang berkata, "Di tempat lain Anda bisa melihat para pemimpin bergegas ke garis depan dan mengoordinasikan upaya penyelamatan, namun di Zhuozhou mereka menghilang.”
Pemerintahan Xi Jinping mengeluarkan bantuan keuangan sebesar RMB520 juta ke daerah yang terkena dampak banjir termasuk Beijing, Tianjin, Hebei.