Serukan Kekhalifahan Islam, Majalah Turki Pro-Erdogan Panen Kecaman
loading...
A
A
A
ANKARA - Sebuah majalah berita Turki milik kelompok media pro-pemerintah panen kecaman setelah menyerukan deklarasi ulang kekhalifahan Islam di negara itu. Seruan ini muncul setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengkonversi Hagia Sophi kembali menjadi masjid.
Gercek Hayat, majalah yang dimiliki oleh kelompok media Yeni Safak yang pro-pemerintah, menampilkan bendera kekhalifahan warna merah dari Kekaisaran Ottoman di sampulnya dan bertanya dalam bahasa Turki, Arab, dan Inggris; "Berkumpul untuk kekhalifahan. Jika tidak sekarang kapan? Jika bukan Anda, siapa?".
Majalah itu juga mengatakan bahwa Turki sekarang bebas setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengkonversi Hagia Sophia kembali menjadi masjid pada awal bulan ini.
Gercek Hayat merupakan majalah yang berhaluan Islamis yang memiliki sekitar 10.000 pelanggan. Namun sampul itu memancing respons keras dari juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Omer Celik. AKP adalah partainya Presiden Erdogan.
"Republik Turki adalah negara demokratis, sekuler dan sosial yang diatur oleh aturan hukum," tulis Celik di Twitter, menggemakan artikel pertama dari konstitusi Turki.
“Adalah salah untuk menciptakan polarisasi politik berkenaan dengan rezim politik Turki. Republik kita adalah biji mata kita dengan semua atributnya. Debat dan polarisasi yang tidak sehat di media sosial sejak kemarin mengenai rezim politik kita bukanlah agenda
Turki," lanjut dia, seperti dilansir Middle East Eye, Rabu (29/7/2020).
Sebuah bar di Ankara telah mengajukan pengaduan pidana terhadap majalah tersebut, dengan mengatakan bahwa publikasi itu melanggar hukum yang melarang pemberontakan bersenjata terhadap Republik Turki dan menghasut orang-orang.
Beberapa surat kabar Turki pada hari Selasa mengecam sampul depan majalah itu. Gara-gara menyerukan bangkitnya kekhalifahan, media itu menjadi tending tropic di Twitter, di mana para pendukung dari kubu oposisi melakukan kampanye perlawanan secara online.
Debat seperti itu sangat berarti bagi masyarakat Turki sejak pemerintah Erdogan mengkonversi Hagia Sophia kembali menjadi masjid, sebuah langkah yang membatalkan salah satu gebrakan Mustafa Kemal Ataturk ketika dia mendirikan Turki modern setelah Perang Dunia I.
Selama khotbah di Hagia Sophia yang baru saja diubah kembali menjadi masjid, Kepala Direktorat Urusan Islam (Diyanet) Ali Erbas membacakan kutukan yang dikaitkan dengan Mehmed II, yang menargetkan siapa saja yang akan mencoba mengubah bentuk Hagia Sophia dari masjid.
Gercek Hayat, majalah yang dimiliki oleh kelompok media Yeni Safak yang pro-pemerintah, menampilkan bendera kekhalifahan warna merah dari Kekaisaran Ottoman di sampulnya dan bertanya dalam bahasa Turki, Arab, dan Inggris; "Berkumpul untuk kekhalifahan. Jika tidak sekarang kapan? Jika bukan Anda, siapa?".
Majalah itu juga mengatakan bahwa Turki sekarang bebas setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengkonversi Hagia Sophia kembali menjadi masjid pada awal bulan ini.
Gercek Hayat merupakan majalah yang berhaluan Islamis yang memiliki sekitar 10.000 pelanggan. Namun sampul itu memancing respons keras dari juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Omer Celik. AKP adalah partainya Presiden Erdogan.
"Republik Turki adalah negara demokratis, sekuler dan sosial yang diatur oleh aturan hukum," tulis Celik di Twitter, menggemakan artikel pertama dari konstitusi Turki.
“Adalah salah untuk menciptakan polarisasi politik berkenaan dengan rezim politik Turki. Republik kita adalah biji mata kita dengan semua atributnya. Debat dan polarisasi yang tidak sehat di media sosial sejak kemarin mengenai rezim politik kita bukanlah agenda
Turki," lanjut dia, seperti dilansir Middle East Eye, Rabu (29/7/2020).
Sebuah bar di Ankara telah mengajukan pengaduan pidana terhadap majalah tersebut, dengan mengatakan bahwa publikasi itu melanggar hukum yang melarang pemberontakan bersenjata terhadap Republik Turki dan menghasut orang-orang.
Beberapa surat kabar Turki pada hari Selasa mengecam sampul depan majalah itu. Gara-gara menyerukan bangkitnya kekhalifahan, media itu menjadi tending tropic di Twitter, di mana para pendukung dari kubu oposisi melakukan kampanye perlawanan secara online.
Debat seperti itu sangat berarti bagi masyarakat Turki sejak pemerintah Erdogan mengkonversi Hagia Sophia kembali menjadi masjid, sebuah langkah yang membatalkan salah satu gebrakan Mustafa Kemal Ataturk ketika dia mendirikan Turki modern setelah Perang Dunia I.
Selama khotbah di Hagia Sophia yang baru saja diubah kembali menjadi masjid, Kepala Direktorat Urusan Islam (Diyanet) Ali Erbas membacakan kutukan yang dikaitkan dengan Mehmed II, yang menargetkan siapa saja yang akan mencoba mengubah bentuk Hagia Sophia dari masjid.