Rusia Setop Partisipasi dalam Kesepakatan Biji-bijian, Keamanan Pangan Dunia Terancam
loading...
A
A
A
MOSKOW - Penghentikan partisipasi Rusia dalam Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam terjadi setelah berbulan-bulan kontroversi mengenai kegagalan negara-negara Barat menerapkan persyaratannya.
Moskow kecewa karena Barat tidak melaksanakan langkah-langkah untuk memfasilitasi ekspor bahan makanan dan pupuk Rusia seperti isi kesepakatan.
Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Black Sea Grain Initiative, tetapi akan bersiap kembali ke kesepakatan segera setelah kesepakatan mengenai Rusia diterapkan dengan benar, menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
"Kesepakatan Grain telah dihentikan. Segera setelah bagian Rusia dilaksanakan, pihak Rusia akan segera kembali melaksanakan perjanjian ini," tegas Peskov kepada wartawan, Senin (17/7/2023).
Tanggal 17 Juli adalah batas waktu perpanjangan Grain Deal, dengan peringatan Moskow berulang kali dalam beberapa pekan dan bulan terakhir bahwa mereka akan mempertimbangkan menghentikan partisipasinya dalam perjanjian sampai tuntutannya mengenai tindakan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk mencekik ekspor pertanian dan pupuk Rusia ditanggapi.
The Grain Deal atau Black Sea Grain Initiative adalah perjanjian dua bagian yang ditandatangani pada Juli 2022 oleh Rusia, Ukraina, Turki, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memfasilitasi ekspor pertanian dari Rusia dan Ukraina.
Moskow dan Kiev adalah dua pemimpin dunia dalam produksi pertanian yang bersama-sama menguasai lebih dari sepertiga dari ekspor sereal global.
Bagian pertama dari perjanjian, yakni fasilitasi ekspor bahan makanan Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam melalui perairan yang dikendalikan Angkatan Laut Rusia, telah dilaksanakan secara penuh, dengan puluhan juta ton biji-bijian termasuk jagung, gandum, jelai, dan bunga matahari minyak senilai lebih dari USD5,5 miliar diekspor melalui koridor aman selama setahun terakhir.
Bagian kedua dari perjanjian, mengenai ekspor makanan dan pupuk Rusia, belum diimplementasikan ke tingkat yang hampir sama.
Amerika Serikat dan Uni Eropa gagal mencabut atau melonggarkan pembatasan sanksi, yang mengakibatkan bank ragu mengeluarkan pinjaman untuk pembelian biji-bijian Rusia.
Perusahaan asuransi menolak memberikan asuransi, dan produsen peralatan pertanian menghentikan penjualan ke Rusia dan menghentikan pasokan suku cadang dan pemeliharaan. Semuanya karena takut akan pembalasan dari Washington dan Brussel.
Pada saat yang sama, Rosselkhozbank Rusia yang berfokus pada pertanian tetap terputus dari SWIFT, mengakibatkan kesulitan dalam pembayaran internasional.
Banyak aset asing serta simpanan perusahaan Rusia yang terkait dengan transportasi makanan dan pupuk tetap diblokir.
Akhirnya, bagian dari pipa Togliatti-Odessa yang digunakan untuk mengirimkan amonia Rusia untuk digunakan dalam pupuk ke pelabuhan Laut Hitam Odessa, diledakkan penyabot Ukraina pada Juni.
Kerusakan pipa itu membatasi kemampuan Rusia mengekspor pupuk melalui jalur perdagangan tradisional.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan penyesalan atas keputusan Rusia pada Senin. Dia mengatakan Kesepakatan Gandum telah "membuat sejarah" dan mencegah krisis pangan global.
Erdogan mengatakan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan yang baru diangkat akan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov untuk membahas nasib perjanjian itu.
Dia secara pribadi berharap membahas kesepakatan itu dengan Presiden Putin setelah kembali dari tur penggalangan dana di Teluk.
Selain gagal memperhitungkan kepentingan komersial dan ekonomi Rusia, Grain Deal tidak memenuhi tujuan moral dan kemanusiaan yang digariskan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat melobi Moskow untuk menandatanganinya pada tahun 2022.
Tujuan itu adalah upaya memastikan keamanan pangan untuk negara-negara di Dunia Selatan.
"Tujuan utama dari kesepakatan itu, yaitu pasokan biji-bijian ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk di benua Afrika, belum dilaksanakan," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pembicaraan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa akhir pekan lalu.
Awal bulan ini, Kementerian Luar Negeri Rusia menghitung hanya 2,6% dari semua pengiriman melalui Kesepakatan Gandum pergi ke negara-negara yang paling rawan pangan di dunia, termasuk Ethiopia, Yaman, Afghanistan, Sudan dan Somalia.
Ironisnya, 80% menuju negara-negara dengan pendapatan rata-rata tinggi atau di atas rata-rata.
Perkiraan lain menunjukkan hampir 70% biji-bijian berakhir di negara-negara Uni Eropa dan Turki, dengan sebagian dari pengiriman ini digunakan sebagai kelebihan biji-bijian untuk menggemukkan ternak domestik.
Menurut Moskow, dari semua ekspor yang dilakukan Ukraina selama jangka waktu Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam, sekitar 70% terdiri dari jagung pakan dan tanaman pakan ternak.
Sementara pasokan biji-bijian Rusia (70% di antaranya terdiri dari gandum), serta pupuk, tetap terkendala meskipun potensi mereka membantu menekan lonjakan harga gandum global, yang memiliki kecenderungan memukul negara-negara berkembang paling keras.
Moskow kecewa karena Barat tidak melaksanakan langkah-langkah untuk memfasilitasi ekspor bahan makanan dan pupuk Rusia seperti isi kesepakatan.
Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Black Sea Grain Initiative, tetapi akan bersiap kembali ke kesepakatan segera setelah kesepakatan mengenai Rusia diterapkan dengan benar, menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
"Kesepakatan Grain telah dihentikan. Segera setelah bagian Rusia dilaksanakan, pihak Rusia akan segera kembali melaksanakan perjanjian ini," tegas Peskov kepada wartawan, Senin (17/7/2023).
Tanggal 17 Juli adalah batas waktu perpanjangan Grain Deal, dengan peringatan Moskow berulang kali dalam beberapa pekan dan bulan terakhir bahwa mereka akan mempertimbangkan menghentikan partisipasinya dalam perjanjian sampai tuntutannya mengenai tindakan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk mencekik ekspor pertanian dan pupuk Rusia ditanggapi.
The Grain Deal atau Black Sea Grain Initiative adalah perjanjian dua bagian yang ditandatangani pada Juli 2022 oleh Rusia, Ukraina, Turki, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memfasilitasi ekspor pertanian dari Rusia dan Ukraina.
Moskow dan Kiev adalah dua pemimpin dunia dalam produksi pertanian yang bersama-sama menguasai lebih dari sepertiga dari ekspor sereal global.
Bagian pertama dari perjanjian, yakni fasilitasi ekspor bahan makanan Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam melalui perairan yang dikendalikan Angkatan Laut Rusia, telah dilaksanakan secara penuh, dengan puluhan juta ton biji-bijian termasuk jagung, gandum, jelai, dan bunga matahari minyak senilai lebih dari USD5,5 miliar diekspor melalui koridor aman selama setahun terakhir.
Bagian kedua dari perjanjian, mengenai ekspor makanan dan pupuk Rusia, belum diimplementasikan ke tingkat yang hampir sama.
Amerika Serikat dan Uni Eropa gagal mencabut atau melonggarkan pembatasan sanksi, yang mengakibatkan bank ragu mengeluarkan pinjaman untuk pembelian biji-bijian Rusia.
Perusahaan asuransi menolak memberikan asuransi, dan produsen peralatan pertanian menghentikan penjualan ke Rusia dan menghentikan pasokan suku cadang dan pemeliharaan. Semuanya karena takut akan pembalasan dari Washington dan Brussel.
Pada saat yang sama, Rosselkhozbank Rusia yang berfokus pada pertanian tetap terputus dari SWIFT, mengakibatkan kesulitan dalam pembayaran internasional.
Banyak aset asing serta simpanan perusahaan Rusia yang terkait dengan transportasi makanan dan pupuk tetap diblokir.
Akhirnya, bagian dari pipa Togliatti-Odessa yang digunakan untuk mengirimkan amonia Rusia untuk digunakan dalam pupuk ke pelabuhan Laut Hitam Odessa, diledakkan penyabot Ukraina pada Juni.
Kerusakan pipa itu membatasi kemampuan Rusia mengekspor pupuk melalui jalur perdagangan tradisional.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan penyesalan atas keputusan Rusia pada Senin. Dia mengatakan Kesepakatan Gandum telah "membuat sejarah" dan mencegah krisis pangan global.
Erdogan mengatakan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan yang baru diangkat akan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov untuk membahas nasib perjanjian itu.
Dia secara pribadi berharap membahas kesepakatan itu dengan Presiden Putin setelah kembali dari tur penggalangan dana di Teluk.
Tujuan Utama Kesepakatan Tidak Terpenuhi
Selain gagal memperhitungkan kepentingan komersial dan ekonomi Rusia, Grain Deal tidak memenuhi tujuan moral dan kemanusiaan yang digariskan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat melobi Moskow untuk menandatanganinya pada tahun 2022.
Tujuan itu adalah upaya memastikan keamanan pangan untuk negara-negara di Dunia Selatan.
"Tujuan utama dari kesepakatan itu, yaitu pasokan biji-bijian ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk di benua Afrika, belum dilaksanakan," ujar Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pembicaraan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa akhir pekan lalu.
Awal bulan ini, Kementerian Luar Negeri Rusia menghitung hanya 2,6% dari semua pengiriman melalui Kesepakatan Gandum pergi ke negara-negara yang paling rawan pangan di dunia, termasuk Ethiopia, Yaman, Afghanistan, Sudan dan Somalia.
Ironisnya, 80% menuju negara-negara dengan pendapatan rata-rata tinggi atau di atas rata-rata.
Perkiraan lain menunjukkan hampir 70% biji-bijian berakhir di negara-negara Uni Eropa dan Turki, dengan sebagian dari pengiriman ini digunakan sebagai kelebihan biji-bijian untuk menggemukkan ternak domestik.
Menurut Moskow, dari semua ekspor yang dilakukan Ukraina selama jangka waktu Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam, sekitar 70% terdiri dari jagung pakan dan tanaman pakan ternak.
Sementara pasokan biji-bijian Rusia (70% di antaranya terdiri dari gandum), serta pupuk, tetap terkendala meskipun potensi mereka membantu menekan lonjakan harga gandum global, yang memiliki kecenderungan memukul negara-negara berkembang paling keras.
(sya)