5 Fakta AKP, Partai Keadilan Pengusung Erdogan
loading...
A
A
A
ANKARA - Partai Keadilan dan Pembangunan atau Adalet ve Kalkınma Partis (AKP) mengantarkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkuasa kembali pada pemilu presiden putaran kedua pada Mei 2023. AKP juga kembali menguasai parlemen dengan perolehan 266 kursi pada pemilu parlemen lalu. Itu menjadikan AKP menguasai eksekutif dan legislatif.
AKP berjuang bersama Erdogan menghadapi berbagai krisis dan selalu menawarkan solusi dalam kepemimpinannya. Mereka juga tidak hanya memperhatikan isu nasional, tetapi juga kebijakan luar negeri dengan mengembangkan insiatif positif dan retorika untuk mempersatukan bangsa.
Foto/Reuters
Hingga awal 2023, jumlah anggota AKP mencapai 11,24 juta. Partai yang berdiri pada 2001 menjadi satu-satunya partai yang memiliki dukungan merata di seluruh provinsi di Turki.
Anggota AKP juga merupakan pendukung Erdogan yang loyal. Itu tidak lepas karena mereka merupakan warga kelas menengah yang diuntungkan selama pemerintahan Erdogan.
Ketika AKP berkuasa, mereka memulai proyek infrastruktur besar-besaran yang menyediakan banyak pekerjaan. Produk domestik bruto per kapita meningkat lebih dari tiga kali lipat selama dekade pertamanya berkuasa, dari USD3.600 pada 2002 menjadi USD11.700 pada 2012. AKP mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengangkat orang keluar dari kemiskinan dan meningkatkan akses ke layanan pemerintah, seperti perawatan kesehatan.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, krisis ekonomi melanda Turki. Inflasi yang tak terkendali dan devaluasi mata uang telah membuat harga melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Tapi, para pendukung AKP dan Erdogan tetap loyal. Kenapa? Mereka menginginkan stabilitas baik politik dan ekonomi.
Partai yang didirikan oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan itu memiliki ideologi nasionalisme dan Pan-Islamisme atau kebangkitan Islam dan mendominasi perpolitikan Turki sejak dua dekade terakhir.
Kenaikan popularitas AKP pada awal tahun 2000-an juga menyebabkan kebangkitan politik Islam di negara tersebut. Banyak warga Muslim tetap setia kepada Erdogan karena menjadikan agama sebagai bagian yang lebih besar dari politik dan masyarakat Turki. Pada saat yang sama, itu mengasingkan bagian masyarakat yang lebih progresif dan orang-orang sekuler yang ingin menjauhkan agama dari politik.
“Erdogan telah menjauhkan banyak kelompok dari sekularis hingga nasionalis Kurdi hingga liberal hingga sosial demokrat hingga kiri,” kata Soner Cagaptay, Direktur Turkish Research Program di Washington Institute, dilansir NPR. Itu karena AKP memang memprioritaskan warga muslim. "Bila Anda menjumlahkannya, jumlahnya sekitar setengah dari populasi Turki."
Foto/Reuters
Pakar politik politik Ali Carkoglu mengatakan AKP dan Erdogan memiliki momentum di belakangnya pada pemilu kali ini. “Erdogan mempertahankan basis dukungannya di jantung Anatolia; meskipun dia kehilangan beberapa dukungan di tenggara, dia masih mempertahankan provinsi Anatolia tengah. Dia juga mempertahankan tingkat dukungan yang kredibel di kota-kota besar juga,” kata Carkoglu kepada Al Jazeera.
AKP dan Erdogan juga juga sangat sukses di daerah yang dilanda gempa. "Beberapa orang menganggapnya mengejutkan, tetapi Erdogan dan AKP menyampaikan apa yang mereka harapkan darinya dan berjanji bahwa dia akan memberikan yang lebih baik setelah pemilihan," tutur Carkoglu.
Memang sungguh ironi, ketika ketika gempa bumi dan krisis ekonomi pada awal 2023 dapat menjatuhkan Erdogan, tetapi itu justru menjadi kebangkitan politik AKP dan Erdogan. Itu seperti mengingatkan publik ketika gempa bumi 1999 yang menewaskan 17.000 orang juga membantu mengangkat AKP dan melambungkan Erdogan menuju kemenangan dalam pemilihan umum 2002.
"Ini paralel yang dilakukan hampir setiap orang Turki pada hari-hari pertama setelah gempa di bulan Februari 2023," kata jurnalis dan penulis Suzy Hansen. "Dia (Erdogan) akan memperbaiki ekonomi, dan dia akan memberantas korupsi."
Mirip dengan partai berkuasa dan penguasa otoriter lainnya, Erdogan dan AKP telah berusaha mempertahankan kekuasaan dengan melenyapkan lawan-lawannya. Erdogan juga mulai memusatkan pemerintahan di sekitar dirinya sendiri. Pada 2017, Turki berubah dari sistem parlementer menjadi presidensial setelah 51% pemilih menyetujui perubahan dalam referendum publik.
Perubahan ini terjadi kurang dari setahun setelah kudeta militer yang gagal pada Juli 2016. Lebih dari 300 orang tewas dalam bentrokan antara militer dan pendukung Erdogan selama upaya kudeta tersebut. Erdogan menanggapi upaya penggulingan pemerintahannya dengan penangkapan massal dan pembersihan besar-besaran di seluruh militer, pemerintah, dan pegawai negeri.
"Erdogan menjadi kepala negara, kepala pemerintahan, kepala partai yang berkuasa, kepala polisi nasional dan kepala militer sebagai kepala staf. Dia menjadi sangat berkuasa sebagai sultan baru Turki," kata Cagaptay.
Foto/Reuters
Tak dapat dipungkiri jika berkuasanya AKP selama dua dekade karena tidak bisa dilepaskan dari sosok Erdogan. Dominasi Erdogan pada AKP menunjukkan dia sebagai "orang kuat" -nya yang mungkin menjadi salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pemilu partai.
“Erdogan menjadi terkenal sebagai walikota Istanbul dan membangun reputasinya tidak hanya sebagai individu yang saleh dalam posisi politik yang kuat tetapi juga sebagai seseorang yang fokus untuk memberikan manfaat nyata yang akan memotivasi pemilih lebih dari janji-janji yang muluk-muluk,” kata Lisel Hintz, pakar politik Turki dari Universitas John Hopkins di Washington.
Hintz menambahkan, kharisma Erdogan, menarik bagi warga Turki yang merasa menjadi korban rezim sekularis sebelumnya. "Erdogan juga memiliki kemampuan cerdas untuk membingkai sandal jepit pada isu-isu karena kemenangan sangat penting," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Burhanettin Duran, pakar politik yang kerap mengkaji AKP, mengatakan banyak faktor yang melatarbelakangi pencapaian selama dua dekade." Kepemimpinan, kemampuan gerakan untuk menemukan kembali dirinya sendiri tanpa kehilangan kontak dengan pemilih, politik pelayanan, reformasi, dan kemampuan untuk beradaptasi," ujarnya, dilansir Daily Sabah.
Dia mengungkapkan, selama dua dekade, Erdogan membedakan dirinya dari lawan-lawannya dengan dinamisme, wawasan strategis, pragmatisme, ketekunan, dan kemampuannya untuk terhubung dengan rakyat.
AKP berjuang bersama Erdogan menghadapi berbagai krisis dan selalu menawarkan solusi dalam kepemimpinannya. Mereka juga tidak hanya memperhatikan isu nasional, tetapi juga kebijakan luar negeri dengan mengembangkan insiatif positif dan retorika untuk mempersatukan bangsa.
Berikut 5 fakta AKP yang berhasil berkuasa selama dua dekade dan kembali memenangkan pemilu parlemen dan mengantar Erdogan kembali memenangkan pemilu presiden.
1. Memiliki Anggota yang Loyal
Foto/Reuters
Hingga awal 2023, jumlah anggota AKP mencapai 11,24 juta. Partai yang berdiri pada 2001 menjadi satu-satunya partai yang memiliki dukungan merata di seluruh provinsi di Turki.
Anggota AKP juga merupakan pendukung Erdogan yang loyal. Itu tidak lepas karena mereka merupakan warga kelas menengah yang diuntungkan selama pemerintahan Erdogan.
Ketika AKP berkuasa, mereka memulai proyek infrastruktur besar-besaran yang menyediakan banyak pekerjaan. Produk domestik bruto per kapita meningkat lebih dari tiga kali lipat selama dekade pertamanya berkuasa, dari USD3.600 pada 2002 menjadi USD11.700 pada 2012. AKP mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengangkat orang keluar dari kemiskinan dan meningkatkan akses ke layanan pemerintah, seperti perawatan kesehatan.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, krisis ekonomi melanda Turki. Inflasi yang tak terkendali dan devaluasi mata uang telah membuat harga melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Tapi, para pendukung AKP dan Erdogan tetap loyal. Kenapa? Mereka menginginkan stabilitas baik politik dan ekonomi.
2. Mengusung Kebangkitan Islam
Partai yang didirikan oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan itu memiliki ideologi nasionalisme dan Pan-Islamisme atau kebangkitan Islam dan mendominasi perpolitikan Turki sejak dua dekade terakhir.
Kenaikan popularitas AKP pada awal tahun 2000-an juga menyebabkan kebangkitan politik Islam di negara tersebut. Banyak warga Muslim tetap setia kepada Erdogan karena menjadikan agama sebagai bagian yang lebih besar dari politik dan masyarakat Turki. Pada saat yang sama, itu mengasingkan bagian masyarakat yang lebih progresif dan orang-orang sekuler yang ingin menjauhkan agama dari politik.
“Erdogan telah menjauhkan banyak kelompok dari sekularis hingga nasionalis Kurdi hingga liberal hingga sosial demokrat hingga kiri,” kata Soner Cagaptay, Direktur Turkish Research Program di Washington Institute, dilansir NPR. Itu karena AKP memang memprioritaskan warga muslim. "Bila Anda menjumlahkannya, jumlahnya sekitar setengah dari populasi Turki."
3. Pandai Memanfaatkan Momentum
Foto/Reuters
Pakar politik politik Ali Carkoglu mengatakan AKP dan Erdogan memiliki momentum di belakangnya pada pemilu kali ini. “Erdogan mempertahankan basis dukungannya di jantung Anatolia; meskipun dia kehilangan beberapa dukungan di tenggara, dia masih mempertahankan provinsi Anatolia tengah. Dia juga mempertahankan tingkat dukungan yang kredibel di kota-kota besar juga,” kata Carkoglu kepada Al Jazeera.
AKP dan Erdogan juga juga sangat sukses di daerah yang dilanda gempa. "Beberapa orang menganggapnya mengejutkan, tetapi Erdogan dan AKP menyampaikan apa yang mereka harapkan darinya dan berjanji bahwa dia akan memberikan yang lebih baik setelah pemilihan," tutur Carkoglu.
Memang sungguh ironi, ketika ketika gempa bumi dan krisis ekonomi pada awal 2023 dapat menjatuhkan Erdogan, tetapi itu justru menjadi kebangkitan politik AKP dan Erdogan. Itu seperti mengingatkan publik ketika gempa bumi 1999 yang menewaskan 17.000 orang juga membantu mengangkat AKP dan melambungkan Erdogan menuju kemenangan dalam pemilihan umum 2002.
"Ini paralel yang dilakukan hampir setiap orang Turki pada hari-hari pertama setelah gempa di bulan Februari 2023," kata jurnalis dan penulis Suzy Hansen. "Dia (Erdogan) akan memperbaiki ekonomi, dan dia akan memberantas korupsi."
4. Mengonsolidasikan Kekuasaan
Mirip dengan partai berkuasa dan penguasa otoriter lainnya, Erdogan dan AKP telah berusaha mempertahankan kekuasaan dengan melenyapkan lawan-lawannya. Erdogan juga mulai memusatkan pemerintahan di sekitar dirinya sendiri. Pada 2017, Turki berubah dari sistem parlementer menjadi presidensial setelah 51% pemilih menyetujui perubahan dalam referendum publik.
Perubahan ini terjadi kurang dari setahun setelah kudeta militer yang gagal pada Juli 2016. Lebih dari 300 orang tewas dalam bentrokan antara militer dan pendukung Erdogan selama upaya kudeta tersebut. Erdogan menanggapi upaya penggulingan pemerintahannya dengan penangkapan massal dan pembersihan besar-besaran di seluruh militer, pemerintah, dan pegawai negeri.
"Erdogan menjadi kepala negara, kepala pemerintahan, kepala partai yang berkuasa, kepala polisi nasional dan kepala militer sebagai kepala staf. Dia menjadi sangat berkuasa sebagai sultan baru Turki," kata Cagaptay.
5. Memiliki Pemimpin Berkharisma dan Mempesona
Foto/Reuters
Tak dapat dipungkiri jika berkuasanya AKP selama dua dekade karena tidak bisa dilepaskan dari sosok Erdogan. Dominasi Erdogan pada AKP menunjukkan dia sebagai "orang kuat" -nya yang mungkin menjadi salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pemilu partai.
“Erdogan menjadi terkenal sebagai walikota Istanbul dan membangun reputasinya tidak hanya sebagai individu yang saleh dalam posisi politik yang kuat tetapi juga sebagai seseorang yang fokus untuk memberikan manfaat nyata yang akan memotivasi pemilih lebih dari janji-janji yang muluk-muluk,” kata Lisel Hintz, pakar politik Turki dari Universitas John Hopkins di Washington.
Hintz menambahkan, kharisma Erdogan, menarik bagi warga Turki yang merasa menjadi korban rezim sekularis sebelumnya. "Erdogan juga memiliki kemampuan cerdas untuk membingkai sandal jepit pada isu-isu karena kemenangan sangat penting," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Burhanettin Duran, pakar politik yang kerap mengkaji AKP, mengatakan banyak faktor yang melatarbelakangi pencapaian selama dua dekade." Kepemimpinan, kemampuan gerakan untuk menemukan kembali dirinya sendiri tanpa kehilangan kontak dengan pemilih, politik pelayanan, reformasi, dan kemampuan untuk beradaptasi," ujarnya, dilansir Daily Sabah.
Dia mengungkapkan, selama dua dekade, Erdogan membedakan dirinya dari lawan-lawannya dengan dinamisme, wawasan strategis, pragmatisme, ketekunan, dan kemampuannya untuk terhubung dengan rakyat.
(ahm)