5 Kekejaman Mohammed bin Salman, Sisi Gelap Putra Mahkota Arab Saudi

Jum'at, 12 Mei 2023 - 19:51 WIB
loading...
5 Kekejaman Mohammed...
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman. Foto/Mena Affairs
A A A
JAKARTA - Mohammed bin Salman. Siapa yang tidak kenal dengan putra mahkota Arab Saudi ini. Ia adalah sosok yang dianggap sebagai penguasa de facto kerajaan di Teluk Arab.

Awal tahun ini, pria yang dikenal dengan sebutan MBS itu dinobatkan sebagai pemimpin Arab paling berpengaruh pada tahun 2022 versi Russia Today (RT). MBS mendapatkan reputasi internasionalnya karena memelopori gerakan liberalisasi di negaranya. Ia juga mengambil langkah-langkah untuk menarik beragam investasi guna membentuk ekonomi yang tidak bergantung pada minyak.

Namun, di balik itu semua, pria berusia 37 tahun itu memiliki sisi gelap dalam hidupnya. Ia bisa berubah menjadi pria bertangan besi untuk merepons perbedaan pendapat di kerajaan Arab Saudi.

Kekejaman Mohammed bin Salman

Berikut adalah kekejaman Mohammed bin Salman seperti dilansir dari Al Jazeera, Jumat (12/5/2023).

1. Intervensi Perang Saudara Yaman

Pada 2015, Arab Saudi ikut campur dalam perang saudara di negara tetangga Yaman, meluncurkan kampanye udara yang menargetkan pemberontak Houthi, yang dengan cepat merebut wilayah.

Kelompok hak asasi manusia menuduh pasukan koalisi pimpinan Saudi-Uni Emirat Arab (UEA) melakukan pengeboman tanpa pandang bulu terhadap warga sipil dan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur lainnya.

Perang yang berlangsung lama telah menewaskan puluhan ribu orang, menelantarkan jutaan lainnya, dan menyebabkan sebagian besar negara itu di ambang kelaparan. PBB menggambarkan Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Berbicara kepada Time pada April 2018, MBS membela intervensi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman, dengan mengatakan: “Dalam setiap operasi militer, kesalahan terjadi… Tentu saja, kesalahan apa pun yang dibuat oleh Arab Saudi atau koalisi adalah kesalahan yang tidak disengaja.

“Kita tidak perlu memiliki Hizbullah baru di semenanjung Arab,” mengacu pada kelompok Lebanon yang didukung Iran.” Ini adalah garis merah tidak hanya untuk Arab Saudi tetapi untuk seluruh dunia.”

2. Memenjarakan Aktivis Hak-hak Perempuan

Pada tahun 2018, Arab Saudi mengizinkan perempuan untuk mengemudi, sebuah langkah yang dilihat oleh banyak orang sebagai langkah progresif untuk hak-hak perempuan di kerajaan tersebut.

MBS umumnya dipandang sebagai kekuatan utama di balik keputusan tersebut, tetapi kelompok aktivis hak asasi manusia Arab Saudilah yang pertama kali memperjuangkan hak untuk mengemudi kembali pada tahun 1990-an dan terus mendorong hak tersebut secara terbuka sejak saat itu.

Beberapa aktivis, kebanyakan perempuan tetapi juga beberapa laki-laki, ditangkap hanya beberapa minggu sebelum larangan resmi dicabut.

Human Rights Watch (HRW) mengkritik penangkapan tersebut, mengatakan itu adalah upaya MBS untuk menunjukkan bahwa dia tidak akan menerima kritik atas pemerintahannya.

3. Menahan dan Menyiksa Rival Politik di Hotel Ritz-Carlton

MBS tidak hanya menindak tegas aktivis HAM, tetapi juga rival politik.

Pada tahun 2017, pasukan keamanan Pada tahun 2017, pasukan keamanan Saudi menangkap beberapa ratus orang terkaya di negara itu, yang diduga sebagai upaya untuk memerangi korupsi di kalangan pejabat tinggi birokrasi Saudi.

Mereka yang ditangkap dikurung selama berminggu-minggu di hotel mewah Ritz-Carlton di Riyadh, di mana beberapa dilaporkan dianiaya secara fisik.

Sebuah laporan oleh New York Times mengatakan 17 tahanan memerlukan perawatan rumah sakit setelah penganiayaan fisik, termasuk seorang yang kemudian meninggal dalam tahanan.

Menurut para ahli, MBS menggunakan pembersihan tersebut untuk menyingkirkan orang-orang yang berpotensi menimbulkan ancaman politik bagi putra mahkota.

Menyusul tuduhan pelecehan, Human Right Watch (HRW) meminta Arab Saudi untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab.

4. Maraknya Eksekusi Hukuman Mati

Selama beberapa tahun terakhir, MBS telah melembagakan beberapa reformasi sosial di Arab Saudi, termasuk membuka bioskop pertama di negara itu dan mengizinkan diadakannya konser musik, langkah yang dipuji oleh banyak orang sebagai kemajuan menuju masyarakat yang lebih terbuka.

Selama periode yang sama, jumlah eksekusi mati di kerajaan pun meningkat tajam.

Arab Saudi, satu-satunya negara di dunia yang masih memenggal kepala sebagai bentuk eksekusi, berada di lima negara teratas untuk jumlah eksekusi yang dilakukan selama lebih dari satu dekade.

Menurut organisasi hak asasi manusia Reprieve dan Amnesty International, jumlah eksekusi telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. MBS dilaporkan mengawasi eksekusi rata-rata 16 orang per bulan.

5. Pembunuhan Jamal Khashoggi

Pada 2 Oktober 2018, jurnalis Saudi dan kritikus MBS Jamal Khashoggi memasuki konsulat Arab Saudi di Istanbul untuk mendapatkan dokumen yang menyatakan perceraiannya dengan mantan istrinya. Sejak itu, ia tidak kembali.

Setelah 18 hari menyangkal, Arab Saudi mengakui wartawan itu dibunuh, diduga dalam perkelahian dengan pejabat Arab Saudi di dalam konsulat.

Sejak awal, otoritas Turki mengatakan Khashoggi dibunuh segera setelah memasuki misi diplomatik oleh pasukan pembunuh negara Saudi. Namun, pejabat Arab Saudi bersikeras bahwa Khashoggi meninggalkan gedung tak lama setelah dia masuk.

Khashoggi, yang pernah menjadi penasihat anggota keluarga kerajaan, tidak disukai karena kritiknya terhadap program reformasi MBS.

Dalam laporan setebal 100 halaman, pelapor khusus PBB untuk eksekusi di luar hukum, Agnes Callamard mengatakan pembunuhan Khashoggi merupakan pembunuhan di luar hukum yang direncanakan sebelumnya yang menjadi tanggung jawab kepemimpinan Arab Saudi.

Laporan itu juga mengatakan menemukan "bukti yang dapat dipercaya" yang menjamin penyelidikan lebih lanjut atas pertanggungjawaban putra mahkota atas pembunuhan itu.

Hingga saat ini, jasad Khashoggi belum ditemukan.
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1547 seconds (0.1#10.140)