Panglima Militer Sudan Tuduh RSF Gunakan Warga Sipil sebagai Perisai Manusia
loading...
A
A
A
KHARTUM - Panglima militer Sudan , Abdel Fattah al-Burhan menuduh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia. Hingga kini, pertempuran antara militer Sudan dengan RSF telah menelan korban tewas 400 jiwa.
“Pejuang RSF dikerahkan di lingkungan perumahan, dan mereka menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia,” kata Burhan kepada Al Arabiya, Sabtu (22/4/2023).
Burhan juga menuduh RSF menyerang misi diplomatik, mengabaikan hukum internasional dan “mengubah rumah sakit menjadi [situs] militer. “RSF menyerang toko, bank, dan institusi pemerintah,” tuding Burhan.
Ditanya tentang keberadaan pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, Burhan mengatakan tidak ada yang tahu di mana dia berada. "Bahkan pasukannya tidak tahu di mana dia berada," ucap Burhan.
Burhan juga mengatakan bahwa bandara di Sudan berada di bawah kendali tentara kecuali bandara [ibukota] Khartoum dan Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan.
“(Bertempur) di dalam kota memperpanjang konfrontasi. Orang-orang bersenjata harus meninggalkan lingkungan perumahan untuk mengakhiri perang ini,” kata Burhan. Ia menambahkan, bahwa tidak ada yang dapat memperkirakan kapan dan bagaimana bentrokan akan berakhir.”
“Orang-orang Sudan adalah orang-orang yang paling banyak merugi. Kami menyerukan dialog internal untuk menyelesaikan krisis ini,” tambah Burhan.
Sudan berbatasan dengan tujuh negara dan terletak di antara Mesir, Arab Saudi, Ethiopia, dan wilayah Sahel Afrika yang bergejolak. Permusuhan berisiko mengipasi ketegangan regional.
Kekerasan dipicu ketidaksepakatan atas rencana dukungan internasional untuk membentuk pemerintahan sipil baru empat tahun setelah jatuhnya Presiden Omar al-Bashir dan dua tahun setelah kudeta militer. Kedua belah pihak menuduh yang lain menggagalkan transisi.
Lihat Juga: Masih Berstatus Perang dengan Korea Utara, Darurat Militer Jadi Hal Sensitif di Korea Selatan
“Pejuang RSF dikerahkan di lingkungan perumahan, dan mereka menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia,” kata Burhan kepada Al Arabiya, Sabtu (22/4/2023).
Burhan juga menuduh RSF menyerang misi diplomatik, mengabaikan hukum internasional dan “mengubah rumah sakit menjadi [situs] militer. “RSF menyerang toko, bank, dan institusi pemerintah,” tuding Burhan.
Ditanya tentang keberadaan pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, Burhan mengatakan tidak ada yang tahu di mana dia berada. "Bahkan pasukannya tidak tahu di mana dia berada," ucap Burhan.
Burhan juga mengatakan bahwa bandara di Sudan berada di bawah kendali tentara kecuali bandara [ibukota] Khartoum dan Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan.
“(Bertempur) di dalam kota memperpanjang konfrontasi. Orang-orang bersenjata harus meninggalkan lingkungan perumahan untuk mengakhiri perang ini,” kata Burhan. Ia menambahkan, bahwa tidak ada yang dapat memperkirakan kapan dan bagaimana bentrokan akan berakhir.”
“Orang-orang Sudan adalah orang-orang yang paling banyak merugi. Kami menyerukan dialog internal untuk menyelesaikan krisis ini,” tambah Burhan.
Sudan berbatasan dengan tujuh negara dan terletak di antara Mesir, Arab Saudi, Ethiopia, dan wilayah Sahel Afrika yang bergejolak. Permusuhan berisiko mengipasi ketegangan regional.
Kekerasan dipicu ketidaksepakatan atas rencana dukungan internasional untuk membentuk pemerintahan sipil baru empat tahun setelah jatuhnya Presiden Omar al-Bashir dan dua tahun setelah kudeta militer. Kedua belah pihak menuduh yang lain menggagalkan transisi.
Lihat Juga: Masih Berstatus Perang dengan Korea Utara, Darurat Militer Jadi Hal Sensitif di Korea Selatan
(esn)