Kisah AS Nyaris Mengebom Nuklir Korut atas Perintah Presiden yang Mabuk
loading...
A
A
A
Menurut laporan resmi, Nixon dan para penasihatnya memikirkan bagaimana merespons tindakan Korut yang menembak jatuh pesawat EC-121.
Pada akhirnya, Presiden Nixon memilih untuk tidak membalas tindakan Korut.
Kendati demikian, muncul spekulasi bahwa Nixon ingin Komunis percaya bahwa dia benar-benar mempertimbangkan serangan nuklir. Pada tahun-tahun mendatang, Nixon bahkan berniat mengirim pesawat pengebom bersenjata nuklir ke Uni Soviet sambil menyebarkan desas-desus bahwa dia "sangat gila", dia mungkin benar-benar memicu Perang Dunia III.
Tentu saja, dia tidak gila. Berkat buku tahun 2000 oleh Anthony Summers dan Robbyn Swan; "The Arrogance Of Power: The Secret World Of Richard Nixon", publik tahu dia baru saja mabuk saat memerintahkan serangan bom nuklir ke Korea Utara. Bukan mabuk dengan kekuatan, tapi dengan minuman keras.
George Carver, seorang spesialis CIA untuk Vietnam pada saat pesawat EC-121 ditembak jatuh, mengatakan bahwa Nixon menjadi "marah" saat mengetahui tentang EC-121.
Presiden kemudian menelepon Kepala Staf Gabungan dan memerintahkan rencana serangan nuklir taktis dan rekomendasi target.
Henry Kissinger, penasihat keamanan nasional untuk Nixon pada saat itu, juga menelepon Kepala Gabungan dan membuat mereka setuju untuk mundur dari perintah itu sampai Nixon bangun dengan sadar keesokan paginya.
Menurut buku Summers dan Swan, Kissinger dilaporkan telah memberi tahu para pembantunya dalam beberapa kesempatan bahwa jika presiden mendapatkan apa yang diinginkannya, akan ada perang nuklir baru setiap minggu.
Kasus Nixon mabuk inilah yang menjadi salah satu alasan kubu Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat memperkenalkan rancangan undang-undang yang akan memaksa presiden meminta persetujuan Kongres sebelum memerintahkan serangan bom nuklir.
Mereka bersikeras bahwa presiden tidak boleh memiliki wewenang sepihak untuk memulai perang nuklir.
Diperkenalkan oleh Senator Ed Markey dan anggota Parlemen Ted Lieu pada Jumat pekan lalau, rancangan undang-undang "Restricting First Use of Nuclear Weapons Act" akan melarang setiap presiden AS untuk meluncurkan serangan nuklir tanpa izin terlebih dahulu dari Kongres.
Pada akhirnya, Presiden Nixon memilih untuk tidak membalas tindakan Korut.
Kendati demikian, muncul spekulasi bahwa Nixon ingin Komunis percaya bahwa dia benar-benar mempertimbangkan serangan nuklir. Pada tahun-tahun mendatang, Nixon bahkan berniat mengirim pesawat pengebom bersenjata nuklir ke Uni Soviet sambil menyebarkan desas-desus bahwa dia "sangat gila", dia mungkin benar-benar memicu Perang Dunia III.
Tentu saja, dia tidak gila. Berkat buku tahun 2000 oleh Anthony Summers dan Robbyn Swan; "The Arrogance Of Power: The Secret World Of Richard Nixon", publik tahu dia baru saja mabuk saat memerintahkan serangan bom nuklir ke Korea Utara. Bukan mabuk dengan kekuatan, tapi dengan minuman keras.
George Carver, seorang spesialis CIA untuk Vietnam pada saat pesawat EC-121 ditembak jatuh, mengatakan bahwa Nixon menjadi "marah" saat mengetahui tentang EC-121.
Presiden kemudian menelepon Kepala Staf Gabungan dan memerintahkan rencana serangan nuklir taktis dan rekomendasi target.
Henry Kissinger, penasihat keamanan nasional untuk Nixon pada saat itu, juga menelepon Kepala Gabungan dan membuat mereka setuju untuk mundur dari perintah itu sampai Nixon bangun dengan sadar keesokan paginya.
Menurut buku Summers dan Swan, Kissinger dilaporkan telah memberi tahu para pembantunya dalam beberapa kesempatan bahwa jika presiden mendapatkan apa yang diinginkannya, akan ada perang nuklir baru setiap minggu.
Kasus Nixon mabuk inilah yang menjadi salah satu alasan kubu Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat memperkenalkan rancangan undang-undang yang akan memaksa presiden meminta persetujuan Kongres sebelum memerintahkan serangan bom nuklir.
Mereka bersikeras bahwa presiden tidak boleh memiliki wewenang sepihak untuk memulai perang nuklir.
Diperkenalkan oleh Senator Ed Markey dan anggota Parlemen Ted Lieu pada Jumat pekan lalau, rancangan undang-undang "Restricting First Use of Nuclear Weapons Act" akan melarang setiap presiden AS untuk meluncurkan serangan nuklir tanpa izin terlebih dahulu dari Kongres.