China Desak Negara Tertentu Berhenti 'Kobarkan Api' dalam Perang Ukraina, Sindir AS?
loading...
A
A
A
BEIJING - China sangat khawatir perang Rusia-Ukraina bisa lepas kendali. Untuk itu, Beijing mendesak negara-negara tertentu untuk berhenti "mengobarkan api" dalam konflik tersebut.
Pernyataan China itu disampaikan Menteri Luar Negeri Qin Gang pada hari Selasa (21/2/2023).
Beijing, yang tahun lalu menjalin kemitraan "tanpa batas" dengan Moskow, telah menahan diri untuk tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
Amerika Serikat telah memperingatkan konsekuensi jika China memberikan dukungan militer kepada Rusia, yang menurut Beijing tidak dilakukan.
"Kami mendesak negara-negara tertentu untuk segera berhenti mengobarkan api," kata Qin dalam pidatonya, mengacu pada konflik Ukraina dan dalam komentar yang tampaknya sebagai sindiran untuk Amerika Serikat (AS).
“Kami berdiri teguh melawan segala bentuk hegemoni, melawan campur tangan asing dalam urusan China,” ujar menteri luar negeri baru China tersebut, seperti dikutip Reuters.
Juga pada hari Selasa, China merilis sebuah makalah tentang Prakarsa Keamanan Global (GSI), proposal keamanan andalan Presiden Xi Jinping yang bertujuan untuk menegakkan prinsip “keamanan tak terpisahkan”—sebuah konsep yang didukung oleh Rusia.
Pada hari Senin, diplomat top China Wang Yi menyerukan penyelesaian yang dinegosiasikan untuk perang Ukraina selama persinggahan di Hongaria menjelang kunjungan ke Moskow.
Pada hari yang sama, Presiden AS Joe Biden melakukan kunjungan mendadak ke Kiev untuk menunjukkan solidaritas, menjanjikan bantuan militer senilai USD500 juta ke Ukraina dan sanksi tambahan terhadap elite Rusia akan diumumkan secara penuh minggu ini.
Beijing telah menahan diri untuk tidak mengutuk operasi Moskow melawan Ukraina atau menyebutnya sebagai "invasi" sejalan dengan Kremlin, yang menggambarkan perang tersebut sebagai "operasi militer khusus" yang dirancang untuk melindungi keamanan Rusia sendiri.
Xi Jinping diperkirakan akan menyampaikan "pidato perdamaian" minggu ini pada peringatan invasi Rusia ke Ukraina, 24 Februari.
Senjata Mematikan
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan pada hari Sabtu bahwa Amerika Serikat sangat khawatir China sedang mempertimbangkan untuk memberikan "bantuan mematikan" ke Rusia. "Ini akan memiliki konsekuensi serius dalam hubungan kita," kata Blinken kepada Wang.
“Ada berbagai jenis bantuan mematikan yang setidaknya mereka pertimbangkan untuk diberikan, termasuk senjata,” kata Blinken dalam wawancara dengan NBC News, menambahkan bahwa Washington akan segera merilis rincian lebih lanjut.
Pejabat tinggi urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin memperingatkan agar China tidak mengirim senjata ke Rusia, dengan mengatakan itu akan menjadi "garis merah", menggemakan pernyataan dari menteri luar negeri Eropa lainnya yang menghadiri pertemuan di Brussels.
Setiap pasokan senjata China ke Rusia akan berisiko meningkatkan potensi perang Ukraina menjadi konfrontasi antara Rusia bersama China di satu sisi dan Ukraina bersama aliansi militer NATO pimpinan AS di sisi lain.
Beijing telah berulang kali menuduh Washington meningkatkan konflik dengan memasok senjata ke Ukraina. Pada hari Minggu selama pertemuan dengan Blinken di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Wang mengatakan AS harus mempromosikan solusi politik untuk krisis Ukraina, daripada menambah "bahan bakar ke dalam api".
Xi Jinping telah mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin, menolak tekanan Barat untuk mengisolasi Moskow. Perdagangan China-Rusia telah melonjak sejak invasi Ukraina, dan Rusia telah menjual minyak dalam jumlah besar kepada kekuatan Asia tersebut.
Pernyataan China itu disampaikan Menteri Luar Negeri Qin Gang pada hari Selasa (21/2/2023).
Beijing, yang tahun lalu menjalin kemitraan "tanpa batas" dengan Moskow, telah menahan diri untuk tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
Amerika Serikat telah memperingatkan konsekuensi jika China memberikan dukungan militer kepada Rusia, yang menurut Beijing tidak dilakukan.
"Kami mendesak negara-negara tertentu untuk segera berhenti mengobarkan api," kata Qin dalam pidatonya, mengacu pada konflik Ukraina dan dalam komentar yang tampaknya sebagai sindiran untuk Amerika Serikat (AS).
“Kami berdiri teguh melawan segala bentuk hegemoni, melawan campur tangan asing dalam urusan China,” ujar menteri luar negeri baru China tersebut, seperti dikutip Reuters.
Juga pada hari Selasa, China merilis sebuah makalah tentang Prakarsa Keamanan Global (GSI), proposal keamanan andalan Presiden Xi Jinping yang bertujuan untuk menegakkan prinsip “keamanan tak terpisahkan”—sebuah konsep yang didukung oleh Rusia.
Pada hari Senin, diplomat top China Wang Yi menyerukan penyelesaian yang dinegosiasikan untuk perang Ukraina selama persinggahan di Hongaria menjelang kunjungan ke Moskow.
Pada hari yang sama, Presiden AS Joe Biden melakukan kunjungan mendadak ke Kiev untuk menunjukkan solidaritas, menjanjikan bantuan militer senilai USD500 juta ke Ukraina dan sanksi tambahan terhadap elite Rusia akan diumumkan secara penuh minggu ini.
Beijing telah menahan diri untuk tidak mengutuk operasi Moskow melawan Ukraina atau menyebutnya sebagai "invasi" sejalan dengan Kremlin, yang menggambarkan perang tersebut sebagai "operasi militer khusus" yang dirancang untuk melindungi keamanan Rusia sendiri.
Xi Jinping diperkirakan akan menyampaikan "pidato perdamaian" minggu ini pada peringatan invasi Rusia ke Ukraina, 24 Februari.
Senjata Mematikan
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan pada hari Sabtu bahwa Amerika Serikat sangat khawatir China sedang mempertimbangkan untuk memberikan "bantuan mematikan" ke Rusia. "Ini akan memiliki konsekuensi serius dalam hubungan kita," kata Blinken kepada Wang.
“Ada berbagai jenis bantuan mematikan yang setidaknya mereka pertimbangkan untuk diberikan, termasuk senjata,” kata Blinken dalam wawancara dengan NBC News, menambahkan bahwa Washington akan segera merilis rincian lebih lanjut.
Pejabat tinggi urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pada hari Senin memperingatkan agar China tidak mengirim senjata ke Rusia, dengan mengatakan itu akan menjadi "garis merah", menggemakan pernyataan dari menteri luar negeri Eropa lainnya yang menghadiri pertemuan di Brussels.
Setiap pasokan senjata China ke Rusia akan berisiko meningkatkan potensi perang Ukraina menjadi konfrontasi antara Rusia bersama China di satu sisi dan Ukraina bersama aliansi militer NATO pimpinan AS di sisi lain.
Beijing telah berulang kali menuduh Washington meningkatkan konflik dengan memasok senjata ke Ukraina. Pada hari Minggu selama pertemuan dengan Blinken di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Wang mengatakan AS harus mempromosikan solusi politik untuk krisis Ukraina, daripada menambah "bahan bakar ke dalam api".
Xi Jinping telah mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin, menolak tekanan Barat untuk mengisolasi Moskow. Perdagangan China-Rusia telah melonjak sejak invasi Ukraina, dan Rusia telah menjual minyak dalam jumlah besar kepada kekuatan Asia tersebut.
(min)