Kerugian Ekonomi Akibat Gempa Dahsyat Turki-Suriah Diprediksi Rp60 Triliun
loading...
A
A
A
ANKARA - Gempa bumi yang menghancurkan Turki dan Suriah dapat menyebabkan kerugian ekonomi melebihi USD4 miliar (Rp60 triliun). Hal itu diugkapkan Lembaga Pemeringkat Fitch, Kamis (9/2/2023).
Lebih dari 17.500 orang telah tewas sejauh ini dalam gempa berkekuatan 7,8 yang melanda Turki dan Suriah pada awal pekan ini. Jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat saat tim penyelamat menyisir puing-puing untuk mencari korban selamat.
"Kerugian ekonomi sulit diperkirakan karena situasinya berkembang, tetapi tampaknya akan melebihi USD2 miliar dan bisa mencapai USD4 miliar atau lebih," sebut pernyataan Fitch Ratings, seperti dikutip dari AFP.
“Kerugian yang diasuransikan akan jauh lebih rendah, mungkin sekitar USD1 miliar, karena cakupan asuransi yang rendah di wilayah tersebut,” lanjut pernyataan itu.
Sementara itu, seorang ilmuwan terkemuka Italia, Carlo Doglioni yang menjabat sebagai Kepala Institut Geofisika dan Vulkanologi Nasional Italia (INGV) menyatakan, energi yang dilepaskan oleh gempa kembar Turki '130 kali lebih kuat' dari gempa Italia 2016.
Ia juga menegaskan kembali bahwa lempeng Anatolia mungkin telah bergerak sekitar 3 meter akibat gempa pertama. Namun, menurutnya, gempa kedua yang terjadi pada Senin siang seharusnya menggeser lempeng lebih jauh.
“Telah terjadi akumulasi energi yang telah berlangsung puluhan tahun di mana gempa terjadi. Ia tidak dapat lagi menahan energi sementara lempeng Anatolia terus bergerak ke arah barat daya. Akibatnya, akumulasi energi terlepas,” jelas Doglioni.
Ketika ditanya apakah gempa baru di wilayah yang sama mungkin terjadi, dia mengatakan kemungkinan ini tidak boleh diabaikan karena “alam selalu mengejutkan kita.”
Gempa berkekuatan 7,7 dan 7,6 SR, berpusat di provinsi Kahramanmaras, dirasakan oleh 13 juta orang di 10 provinsi, termasuk Adana, Adiyaman, Diyarbakir, Gaziantep, Hatay, Kilis, Malatya, Osmaniye, dan Sanliurfa.
Beberapa negara di kawasan itu, termasuk Suriah dan Lebanon, merasakan getaran kuat yang melanda TĂĽrkiye dalam waktu kurang dari 10 jam. Lebih dari 113.200 personel SAR saat ini bekerja di lapangan, kata AFAD.
Lebih dari 17.500 orang telah tewas sejauh ini dalam gempa berkekuatan 7,8 yang melanda Turki dan Suriah pada awal pekan ini. Jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat saat tim penyelamat menyisir puing-puing untuk mencari korban selamat.
"Kerugian ekonomi sulit diperkirakan karena situasinya berkembang, tetapi tampaknya akan melebihi USD2 miliar dan bisa mencapai USD4 miliar atau lebih," sebut pernyataan Fitch Ratings, seperti dikutip dari AFP.
“Kerugian yang diasuransikan akan jauh lebih rendah, mungkin sekitar USD1 miliar, karena cakupan asuransi yang rendah di wilayah tersebut,” lanjut pernyataan itu.
Sementara itu, seorang ilmuwan terkemuka Italia, Carlo Doglioni yang menjabat sebagai Kepala Institut Geofisika dan Vulkanologi Nasional Italia (INGV) menyatakan, energi yang dilepaskan oleh gempa kembar Turki '130 kali lebih kuat' dari gempa Italia 2016.
Ia juga menegaskan kembali bahwa lempeng Anatolia mungkin telah bergerak sekitar 3 meter akibat gempa pertama. Namun, menurutnya, gempa kedua yang terjadi pada Senin siang seharusnya menggeser lempeng lebih jauh.
“Telah terjadi akumulasi energi yang telah berlangsung puluhan tahun di mana gempa terjadi. Ia tidak dapat lagi menahan energi sementara lempeng Anatolia terus bergerak ke arah barat daya. Akibatnya, akumulasi energi terlepas,” jelas Doglioni.
Ketika ditanya apakah gempa baru di wilayah yang sama mungkin terjadi, dia mengatakan kemungkinan ini tidak boleh diabaikan karena “alam selalu mengejutkan kita.”
Gempa berkekuatan 7,7 dan 7,6 SR, berpusat di provinsi Kahramanmaras, dirasakan oleh 13 juta orang di 10 provinsi, termasuk Adana, Adiyaman, Diyarbakir, Gaziantep, Hatay, Kilis, Malatya, Osmaniye, dan Sanliurfa.
Beberapa negara di kawasan itu, termasuk Suriah dan Lebanon, merasakan getaran kuat yang melanda TĂĽrkiye dalam waktu kurang dari 10 jam. Lebih dari 113.200 personel SAR saat ini bekerja di lapangan, kata AFAD.
(esn)