Profil Mullah Mohammad Omar, Sosok Pendiri Taliban yang Berani Tantang Uni Soviet dan Amerika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mullah Mohammad Omar dikenal sebagai sosok penting dalam pendirian Taliban . Dia merupakan pemimpin pertama dari kelompok ekstremis yang saat ini menguasai Afghanistan .
Mengutip laman The Guardian, Jumat (27/1/2023), Mullah Mohammad Omar lahir di Provinsi Kandahar. Sejak kecil, dia sudah ditinggal ayahnya yang meninggal dunia dan membuat Omar harus hidup sebagai kepala keluarga.
Pada perkembangannya, dia menjadi tokoh penting di tempatnya dan menjalankan sebuah sekolah agama. Sejak muda, dia telah banyak bertempur dan sempat terluka beberapa kali.
Luka paling parah diterimanya adalah ketika sebuah roket meledak di sampingnya. Hal tersebut membuatnya harus kehilangan sebelah matanya (bagian kanan).
Saat Uni Soviet melakukan invasi ke Afghanistan pada 1979, Omar bergabung dengan kelompok mujahidin dan langsung mendapat reputasi mentereng. Bersama para siswa agama yang disebut ‘Talib’, dia berjuang melawan invasi Soviet demi negaranya.
Pasca penarikan pasukan Soviet di tahun 1989, Afghanistan beralih ke perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan. Sempat bekerja sebagai buruh, dia pada akhirnya ikut beraksi dan merebut kekuasaan di Kandahar.
Pada awal 1994, seorang komandan di daerahnya menculik 2 gadis remaja. Saat itu, Omar merasa berkewajiban untuk menyelamatkan mereka. Akhirnya, dia merekrut sekitar 30 siswa muda atau Talib dan mempersenjatainya untuk menyerang komandan tersebut.
Seiring waktu, Mullah Mohammad Omar dan pasukannya ini terus melancarkan aksinya dan menguasai beberapa wilayah. Salah satu kesuksesan besar pertama mereka adalah ketika merebut Kabul pada 1996 dan sebagian besar Afghanistan Utara di tahun-tahun berikutnya.
Para pendukung Taliban menggambarkan kondisi Afganistan saat itu seperti ‘Negara Islam Murni’ yang menggunakan hukum syariah. Di sisi lain, sebagian besar warganya justru menyebut Taliban membuat negaranya menjadi terbelakang.
Salah satu kebijakan kontroversi mereka adalah perlakuan keras terhadap perempuan. Dalam hal ini, semua hak-haknya dicabut dan mendapat perlakuan diskriminasi.
Pada tahun 2001, sejatinya Mullah Mohammad Omar berniat untuk melanjutkan ekspansinya ke utara Afghanistan. Namun, pasca menolak menyerahkan Bin Laden setelah tragedi 11/9, dia justru membawa negaranya perang.
Pasukannya hancur dalam waktu singkat pasca serangan Amerika Serikat. Pada akhirnya, dia melarikan diri ke Pakistan dan tidak pernah menunjukan dirinya lagi dalam waktu yang lama.
Di akhir hayatnya, Omar menjadi buronan Amerika Serikat. Namun dia tetap hidup dalam persembunyian sampai meninggal di tahun 2013.
Mengutip laman The Guardian, Jumat (27/1/2023), Mullah Mohammad Omar lahir di Provinsi Kandahar. Sejak kecil, dia sudah ditinggal ayahnya yang meninggal dunia dan membuat Omar harus hidup sebagai kepala keluarga.
Pada perkembangannya, dia menjadi tokoh penting di tempatnya dan menjalankan sebuah sekolah agama. Sejak muda, dia telah banyak bertempur dan sempat terluka beberapa kali.
Luka paling parah diterimanya adalah ketika sebuah roket meledak di sampingnya. Hal tersebut membuatnya harus kehilangan sebelah matanya (bagian kanan).
Saat Uni Soviet melakukan invasi ke Afghanistan pada 1979, Omar bergabung dengan kelompok mujahidin dan langsung mendapat reputasi mentereng. Bersama para siswa agama yang disebut ‘Talib’, dia berjuang melawan invasi Soviet demi negaranya.
Pasca penarikan pasukan Soviet di tahun 1989, Afghanistan beralih ke perang saudara untuk memperebutkan kekuasaan. Sempat bekerja sebagai buruh, dia pada akhirnya ikut beraksi dan merebut kekuasaan di Kandahar.
Pada awal 1994, seorang komandan di daerahnya menculik 2 gadis remaja. Saat itu, Omar merasa berkewajiban untuk menyelamatkan mereka. Akhirnya, dia merekrut sekitar 30 siswa muda atau Talib dan mempersenjatainya untuk menyerang komandan tersebut.
Seiring waktu, Mullah Mohammad Omar dan pasukannya ini terus melancarkan aksinya dan menguasai beberapa wilayah. Salah satu kesuksesan besar pertama mereka adalah ketika merebut Kabul pada 1996 dan sebagian besar Afghanistan Utara di tahun-tahun berikutnya.
Para pendukung Taliban menggambarkan kondisi Afganistan saat itu seperti ‘Negara Islam Murni’ yang menggunakan hukum syariah. Di sisi lain, sebagian besar warganya justru menyebut Taliban membuat negaranya menjadi terbelakang.
Salah satu kebijakan kontroversi mereka adalah perlakuan keras terhadap perempuan. Dalam hal ini, semua hak-haknya dicabut dan mendapat perlakuan diskriminasi.
Pada tahun 2001, sejatinya Mullah Mohammad Omar berniat untuk melanjutkan ekspansinya ke utara Afghanistan. Namun, pasca menolak menyerahkan Bin Laden setelah tragedi 11/9, dia justru membawa negaranya perang.
Pasukannya hancur dalam waktu singkat pasca serangan Amerika Serikat. Pada akhirnya, dia melarikan diri ke Pakistan dan tidak pernah menunjukan dirinya lagi dalam waktu yang lama.
Di akhir hayatnya, Omar menjadi buronan Amerika Serikat. Namun dia tetap hidup dalam persembunyian sampai meninggal di tahun 2013.
(esn)