Sudan Cabut Beberapa Syariat Islam, Muslim Murtad Tak Dihukum Mati

Senin, 13 Juli 2020 - 10:25 WIB
Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok. Foto/REUTERS
KHARTOUM - Pemerintah Sudan akan mencabut beberapa aturan ketat dalam syariat Islam yang sudah berlaku 30 tahun. Salah satu aturan yang dicabut adalah hukuman mati bagi warga Muslim yang keluar dari agamanya atau murtad.

Langkah pemerintah itu bagian dari reformasi yang sedang diterapkan. Aturan baru yang akan berlaku akan membolehkan warga non-Muslim minum alkohol, menghilangkan eksekusi cambuk di depan publik, menghilangkan hukuman mati bagi warga Muslim yang murtad hingga melarang mutilasi alat kelamin perempuan.

Menteri Kehakiman Nasredeen Abdulbari menjelaskan bahwa fokusnya adalah pada menghilangkan hukum yang melanggar hak asasi manusia di Sudan.



Pemerintahan transisi Sudan saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok. Pemerintahan transisi dibentuk untuk menggantikan rezim pemerintah Presiden Omar al-Bashir yang digulingkan tahun lalu oleh militer setelah protes massa berbulan-bulan.

Pemerintah Hamdok berjanji membawa pemerintahan transisi Sudan ke demokrasi, mengakhiri diskriminasi dan berdamai dengan kubu oposisi atau pemberontak.

Abdulbari dalam pengumuman di televisi mengatakan meski beberapa aturan dalam syariat Islam—termasuk larangan minum alkohol—dicabut, hal itu tidak berpengaruh bagi warga Muslim. Artinya, larangan menenggal alkohol tetap berlaku bagi warga Muslim. (Baca: Eks Diktator Sudan al-Bashir Masuk RS, Diduga Terinfeksi Corona )

Abdulbari mengumumkan perubahan lain, seperti tidak lagi mengharuskan perempuan untuk mendapatkan izin dari anggota laki-laki mereka untuk bepergian dengan anak-anak mereka. Warga Muslim yang keluar dari agamanya atau murtad juga tidak akan lagi dihukum mati.

Bashir mengambil alih kekuasaan pada tahun 1989 dan memperpanjang syariat Islam, membentuk Polisi Ketertiban Umum yang secara terbuka akan menghukum pelanggar, biasanya dengan cambuk.

Jalan ke depan untuk pemerintahan Hamdok tidaklah mudah, dengan masalah ekonomi yang melanda negara itu. Protes atas berbagai masalah mengakibatkan Hamdok menggantikan enam menteri selama seminggu terakhir.

Sebuah pernyataan pemerintah menyebutkan telah ada pelaksana tugas untuk mengisi berbagai jabatan, termasuk menteri luar negeri, menteri energi, menteri pertanian, dan menteri transportasi.

"Kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah transisi mengharuskan kita untuk mendengarkan suara jalanan," kata Hamdok, seperti dikutip dari Reuters, Senin (13/7/2020).

"Tinjauan hukum dan amandemen akan berlanjut sampai kami mengatasi semua distorsi dalam sistem hukum di Sudan."

Pemerintahan Hamdok, yang terdiri dari para jenderal militer dan warga sipil, akan tetap berkuasa sampai tahun 2022, di mana pemerintah diharapkan mengadakan pemilihan umum.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More