Analis: Ketakutan Jet Tempur Siluman F-35, Alasan Korut Tembakkan Banyak Rudal

Jum'at, 04 November 2022 - 14:24 WIB
Korea Utara tembakkan lebih dari 20 rudal dalam sehari pada Rabu lalu. Menurut analis itu karena ketakutan Pyongyang terhadap jet tempur siluman F-35 yang digunakan latihan gabungan AS-Korea Selatan. Foto/REUTERS
SEOUL - Korea Utara (Korut) yang dipimpin Kim Jong-un telah menembakkan lebih dari 20 rudal dalam 24 jam pada Rabu lalu. Menurut analis, manuver tak biasa itu karena rezim Pyongyang ketakutan dengan jet tempur siluman F-35 yang dilibatkan dalam latihan udara gabungan Amerika Serikat (AS)-Korea Selatan (Korsel).

Rentetan uji tembak rudal dalam sehari pada Rabu lalu merupakan yang terbanyak daripada yang terjadi sepanjang tahun 2017--tahun "api dan kemarahan" ketika Kim Jong-un bertikai dengan presiden AS saat itu Donald Trump.

"Peluncuran rudal secara cepat oleh Pyongyang minggu ini adalah karena Vigilant Storm yang mencakup jet tempur siluman F-35," kata Go Myong-hyun, seorang analis di Asan Institute for Policy Studies, seperti dikutip AFP, Jumat (4/11/2022).





Vigilant Storm adalah nama latihan udara gabungan AS-Korsel yang mempraktikan serangan udara secara intensif.

"Pyongyang yakin jet siluman akan digunakan dalam operasi 'pemenggalan kepala'," ujar Go.

Operasi "pemenggalan kepala" atau "decapitation strikes" adalah istilah untuk serangan dengan misi penggulingan rezim.

Analis mengatakan latihan militer AS-Korea Selatan yang sedang berlangsung adalah faktor kunci, dan memperingatkan bahwa Kim sedang membangun uji coba senjata nuklir lainnya.

Latihan udara gabungan Vigilant Storm semula akan berakhir pada Jumat (4/11/2022), namun akan diperpanjang. "Untuk mempertahankan postur keamanan bersama yang ketat dalam menghadapi agresi Korea Utara," kata Angkatan Udara Korea Selatan.

"Latihan tahunan yang kompleks ini membutuhkan perencanaan dan persiapan berbulan-bulan," lanjut Angkatan Udara Korea Selatan.

Dalam latihan ini, sekitar 240 pesawat tempur Amerika dan Korea Selatan akan melakukan sekitar 1.600 serangan mendadak, yang merupakan jumlah terbesar yang pernah ada untuk latihan serangan udara.

"Latihan tersebut memperkuat kemampuan operasional dan taktis dari operasi udara gabungan," imbuh Angkatan Udara Korea Selatan.

Latihan gabungan ini melibatkan beberapa jet tempur canggih Korea Selatan dan Amerika Serikat—F-35A dan F-35B—, keduanya merupakan pesawat siluman yang dirancang untuk menghasilkan tanda radar sekecil mungkin.

Menurut analis, Korea Utara memiliki senjata nuklir—yang tidak dimiliki Korea Selatan—tetapi angkatan udaranya adalah mata rantai terlemah dalam militernya.

Oleh karena itu, kemungkinan Angkatan Udara Korea Utara tidak dapat melawan teknologi pesawat siluman.

"Sebagian besar pesawat Korea Utara sudah ketinggalan zaman ... mereka memiliki sangat sedikit jet tempur canggih," kata Cheong Seong-chang, seorang analis di Sejong Institute, kepada AFP.

“Korut tidak memiliki banyak minyak yang dibutuhkan untuk pesawat, sehingga pelatihan juga tidak dilakukan dengan baik,” imbuh dia.

Pyongyang menyebut latihan gabungan "Vigilant Storm adalah latihan militer agresif dan provokatif yang menargetkan Korea Utara.

Bahkan nama itu menyinggung Korea Utara, yang mengklaim itu terkait dengan "Operation Desert Storm [Operasi Badai Gurun]", serangan militer pimpinan AS di Irak pada 1990 hingga 1991 setelah invasi ke Kuwait.

Militer AS dan Korea Selatan telah berlatih bersama selama bertahun-tahun, dan latihan gabungan telah lama membuat marah Pyongyang, yang menganggapnya sebagai latihan untuk perang.

Pyongyang telah berulang kali membenarkan peluncuran misilnya sebagai "tindakan balasan" yang diperlukan untuk apa yang disebutnya sebagai kebijakan "bermusuhan" Amerika.

Pendukungnya di Beijing dan Moskow setuju, dan telah memblokir upaya pimpinan AS untuk memberikan sanksi kepada Pyongyang di PBB atas tes rudalnya, dengan mengatakan Washington bertanggung jawab karena memprovokasi Korea Utara dengan latihan tersebut.

"Tetapi rezim Kim mengancam perdamaian regional dengan senjata ilegal terutama karena tujuan revisionisnya terhadap Korea Selatan, bukan karena tindakan tertentu yang dilakukan atau tidak dilakukan Washington," kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More