Percaya Kiamat Segera Datang, 20.000 Warga Kamboja Ngungsi untuk Saksikan Akhir Dunia
Kamis, 01 September 2022 - 09:42 WIB
PHNOM PENH - Sekitar 20.000 warga Kamboja mengungsi di rumah pertanian milik politisi yang meramalkan kiamat akan segera datang.
Ratusan orang itu berkumpul untuk menyaksikan apa yang diramalkan politisi itu sebagai banjir apokaliptik yang akan menyebabkan akhir dari dunia.
Khem Veasna, politisi pendiri Partai Liga untuk Demokrasi, mengeklaim sebuah "lubang hitam" telah terbentuk di tulang punggungnya.
Menurutnya, tanda itu mengiriminya pesan tentang banjir yang akan datang, yang akan menghancurkan segalanya selain lahan pertaniannya di Siem Reap.
Dia bahkan menulis di Facebook: "Saya tidak bisa tidur karena setiap kali saya tidur, sumsum tulang belakang saya menarik begitu keras, karena dunia runtuh, dan air mengalir ke celah."
Politisi peramal kiamat itu juga mem-posting sejumlah gambar penampakan di langit, yang katanya pertanda akan datangnya hari kiamat.
Khem Veasna, yang menyebut dirinya sebagai Brahma--gelar agama yang berarti raja surgawi—telah menyerukan pekerja migran Kamboja di Korea Selatan untuk meninggalkan pekerjaan mereka dan kembali ke rumah.
Seruan kepada 30.000 ekspatriat di Korea Selatan memicu peringatan oleh Kedutaan Kamboja di Seoul agar warga tidak bepergian ke sana. Jika mereka pergi tanpa memberi tahu perusahaan mereka, kata kedutaan, mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan mereka kembali.
Seorang juru bicara Kementerian Tenaga Kerja juga mendesak orang-orang untuk tidak berhenti dari pekerjaan mereka hanya karena "takhayul satu individu".
Veasna mulai membagikan ramalan kiamatnya di Facebook minggu lalu, di mana dia memiliki pengikut lebih dari 370.000 orang. Menurut pihak berwenang, sekitar 20.000 orang termasuk anak-anak dan orang tua telah pindah ke rumah pertaniannya.
Veasna menghibur mereka dengan ceramah harian dari pukul 13.00 siang sampai pukul 19.00 malam, yang disuarakan dengan pengeras suara. Namun, penduduk setempat yang bingung mengeluhkan kekacauan yang dibuat para pengikutnya, termasuk buang air besar di tempat umum.
Politisi itu telah lama menjadi kritikus dan oposisi terhadap pemerintah Kamboja. Partainya memperoleh 310.000 suara dalam pemilu 2018, pemilu yang dianggap dicurangi untuk mendukung Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa.
Astrid Norén-Nilsson, dosen senior di Pusat Studi Asia Timur dan Tenggara Universitas Lund, mengatakan kepada Vice World News: "Meskipun oposisi telah diizinkan untuk bangkit sampai batas tertentu, Kamboja masih sangat ditandai oleh bagaimana ini adalah periode mandat satu partai."
"Khem Veasna mencela politik dan membawa pengikutnya bersamanya dalam perjalanan untuk menjadi semacam gerakan sosial milenarian," ujarnya.
"Ini jelas berbicara kepada orang-orang di masa-masa yang tidak pasti dan agak gelap secara global ini," paparnya, yang dilansir Kamis (1/9/2022).
Para pengikut Veasna telah mengabaikan seruan dari otoritas lokal untuk membubarkan diri dan tetap berada di rumah pengungsian tersebut.
Sebuah utimatum dikeluarkan bagi para pendukung untuk pergi hari ini atau menghadapi tindakan hukum yang sesuai, meskipun tidak jelas tindakan apa yang dimaksud.
Alih-alih membubarkan diri, mereka sekarang mendirikan tenda di dekat rumah tersebut atau memesan kamar hotel, berharap ketika banjir datang mereka masih bisa melarikan diri dari naiknya air di safehaven.
Ratusan orang itu berkumpul untuk menyaksikan apa yang diramalkan politisi itu sebagai banjir apokaliptik yang akan menyebabkan akhir dari dunia.
Khem Veasna, politisi pendiri Partai Liga untuk Demokrasi, mengeklaim sebuah "lubang hitam" telah terbentuk di tulang punggungnya.
Menurutnya, tanda itu mengiriminya pesan tentang banjir yang akan datang, yang akan menghancurkan segalanya selain lahan pertaniannya di Siem Reap.
Dia bahkan menulis di Facebook: "Saya tidak bisa tidur karena setiap kali saya tidur, sumsum tulang belakang saya menarik begitu keras, karena dunia runtuh, dan air mengalir ke celah."
Politisi peramal kiamat itu juga mem-posting sejumlah gambar penampakan di langit, yang katanya pertanda akan datangnya hari kiamat.
Khem Veasna, yang menyebut dirinya sebagai Brahma--gelar agama yang berarti raja surgawi—telah menyerukan pekerja migran Kamboja di Korea Selatan untuk meninggalkan pekerjaan mereka dan kembali ke rumah.
Seruan kepada 30.000 ekspatriat di Korea Selatan memicu peringatan oleh Kedutaan Kamboja di Seoul agar warga tidak bepergian ke sana. Jika mereka pergi tanpa memberi tahu perusahaan mereka, kata kedutaan, mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan mereka kembali.
Seorang juru bicara Kementerian Tenaga Kerja juga mendesak orang-orang untuk tidak berhenti dari pekerjaan mereka hanya karena "takhayul satu individu".
Veasna mulai membagikan ramalan kiamatnya di Facebook minggu lalu, di mana dia memiliki pengikut lebih dari 370.000 orang. Menurut pihak berwenang, sekitar 20.000 orang termasuk anak-anak dan orang tua telah pindah ke rumah pertaniannya.
Veasna menghibur mereka dengan ceramah harian dari pukul 13.00 siang sampai pukul 19.00 malam, yang disuarakan dengan pengeras suara. Namun, penduduk setempat yang bingung mengeluhkan kekacauan yang dibuat para pengikutnya, termasuk buang air besar di tempat umum.
Politisi itu telah lama menjadi kritikus dan oposisi terhadap pemerintah Kamboja. Partainya memperoleh 310.000 suara dalam pemilu 2018, pemilu yang dianggap dicurangi untuk mendukung Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa.
Astrid Norén-Nilsson, dosen senior di Pusat Studi Asia Timur dan Tenggara Universitas Lund, mengatakan kepada Vice World News: "Meskipun oposisi telah diizinkan untuk bangkit sampai batas tertentu, Kamboja masih sangat ditandai oleh bagaimana ini adalah periode mandat satu partai."
"Khem Veasna mencela politik dan membawa pengikutnya bersamanya dalam perjalanan untuk menjadi semacam gerakan sosial milenarian," ujarnya.
"Ini jelas berbicara kepada orang-orang di masa-masa yang tidak pasti dan agak gelap secara global ini," paparnya, yang dilansir Kamis (1/9/2022).
Para pengikut Veasna telah mengabaikan seruan dari otoritas lokal untuk membubarkan diri dan tetap berada di rumah pengungsian tersebut.
Sebuah utimatum dikeluarkan bagi para pendukung untuk pergi hari ini atau menghadapi tindakan hukum yang sesuai, meskipun tidak jelas tindakan apa yang dimaksud.
Alih-alih membubarkan diri, mereka sekarang mendirikan tenda di dekat rumah tersebut atau memesan kamar hotel, berharap ketika banjir datang mereka masih bisa melarikan diri dari naiknya air di safehaven.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda