China Dilaporkan Berlakukan Wajib Aborsi untuk Muslim Uighur

Selasa, 30 Juni 2020 - 08:45 WIB
Seorang pria etnik Uighur duduk di pasar lokal di Kashgar, provinsi Xinjiang, 2 Agustus 2011. Foto/REUTERS/Carlos Barria
BEIJING - Pemerintah China dilaporkan "menundukkan" ratusan ribu perempuan Uighur dan minoritas Muslim lainnya dengan metode kontrol kelahiran yang dipaksakan termasuk wajib aborsi.

Laporan investigasi Associated Press (AP) yang diterbitkan hari Senin mengatakan kebijakan itu bagian dari kampanye pemerintah untuk memangkas tingkat kelahiran di kalangan warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Beberapa perempuan secara individu telah berbicara sebelumnya tentang pengendalian kelahiran secara paksa. Menurut laporan AP, praktik ini jauh lebih luas dan sistematis daripada yang diketahui sebelumnya.

Laporan investigasi AP diperkuat dengan data statistik pemerintah, dokumen resmi negara dan wawancara dengan 30 mantan tahanan, anggota keluarga dan mantan instruktur kamp penahanan di Xinjiang.

Kampanye selama empat tahun terakhir di wilayah barat Xinjiang mengarah pada apa yang oleh beberapa ahli disebut sebagai "genosida demografis".



Otoritas Xinjiang, menurut laporan AP, secara teratur menjadikan perempuan minoritas melakukan pemeriksaan kehamilan dan memaksakan AKDR, sterilisasi, dan bahkan aborsi. Jumlah perempuan yang jadi target kebijakan itu mencapai ratusan ribu orang.

Langkah-langkah pengendalian populasi didukung oleh penahanan massal baik sebagai ancaman maupun sebagai hukuman karena tidak mematuhi kebijakan kontrol populasi tersebut.

Masih menurut laporan AP, memiliki terlalu banyak anak adalah alasan utama orang-orang dikirim ke kamp-kamp penahanan, di mana orang tua tiga anak atau lebih direnggut dari keluarga mereka kecuali mereka dapat membayar denda besar. Polisi menggerebek rumah ketika mereka mencari anak-anak yang disembunyikan.

Gulnar Omirzakh, seorang warga etnik Kazakh kelahiran China, mengatakan pemerintah memerintahkannya untuk memasang IUD setelah dia memiliki anak ketiga pada 2016. Namun dua tahun kemudian, pada Januari 2018, Omirzakh mengklaim empat pejabat dengan seragam kamuflase militer datang mengetuk pintu rumahnya dan memberinya waktu tiga hari untuk membayar denda senilai USD2.685 karena memiliki lebih dari dua anak.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More