Jerman Terancam Kerusuhan Besar akibat Kenaikan Harga Pangan dan Energi

Jum'at, 05 Agustus 2022 - 08:15 WIB
Poster bertuliskan No Russophobia! terlihat di tengah bendera saat demonstrasi pro-Rusia di Frankfurt, Jerman, 10 April 2022. Foto/REUTERS/Kai Pfaffenbach
BERLIN - Pemerintah federal dan regional Jerman bersiap menghadapi gelombang protes yang mungkin terjadi pada musim gugur atau musim dingin ini.

Peringatan itu diungkapkan lembaga penyiaran ARD dan RBB yang didanai negara pada pekan ini.

“Kabinet Kanselir Jerman Olaf Scholz khawatir kenaikan harga makanan dan energi dapat menyebabkan kerusuhan sosial dan dieksploitasi berbagai gerakan radikal," ungkap outlet tersebut.





Menurut media, protes tersebut mungkin mirip dengan yang dialami Jerman selama pandemi Covid-19, ketika pemerintah menghadapi penolakan terhadap kebijakan penguncian dan vaksinasi.

Kantor berita ARD Tagesschau melaporkan beberapa kelompok telah berusaha mengorganisir protes di Berlin dengan slogan “Revolusi,” “Pemberontakan,” dan “Perang Saudara.”

Menurut laporan, protes itu mungkin serupa dengan yang dialami selama pandemi Covid-19, ketika pemerintah menghadapi penolakan terhadap kebijakan penguncian dan vaksinasi.



Demonstrasi baru mungkin sekali lagi menyatukan orang-orang yang dikenal sebagai Querdenker (pemikir lateral) di Jerman.

Ini adalah organisasi longgar gerakan akar rumput yang menjadi menonjol selama protes anti-lockdown.

Media Jerman telah berulang kali menunjuk pada dugaan hubungan gerakan itu dengan berbagai kelompok ekstremis sayap kanan.

“Gerakan Free Saxony di negara bagian Saxony, Jerman timur, juga menyerukan perlawanan sipil besar-besaran," ungkap kantor berita Tagesschau, mengutip Matthias Quent, peneliti dari Magdeburg-Stendal University of Applied Sciences.

Menteri Dalam Negeri Saxony, Armin Schuster, juga mengatakan kepada ARD bahwa kementeriannya sedang mempersiapkan "berbagai skenario".

Dia menambahkan bahwa beberapa "kelompok, aktivis atau partai" mungkin berusaha "mengeksploitasi" situasi saat ini untuk tujuan sempit mereka sendiri.

Menurut dia, beberapa dari mereka yang "memobilisasi dan menghasut" orang telah menarik perhatian kementeriannya.

Menurut media, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck juga menghadapi kritik selama tur musim panasnya di seluruh Jerman dan pidatonya di kota Bayreuth di Bavaria "sangat terganggu" pekan lalu.

Para pengunjuk rasa, yang melakukan demonstrasi selama turnya dilaporkan menyerukan peluncuran pipa gas Nord Stream 2 untuk mengurangi krisis energi.

Mereka juga diduga menuntut agar sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia dicabut.

Tagesschau kemudian mencap tuntutan ini sebagai "sikap pro-Putin, anti-liberal," mengacu pada Presiden Rusia Vladimir Putin yang secara luas dikutuk para pemimpin Barat atas operasi militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina.

Sementara itu Schuster telah menyerukan "tim krisis lintas departemen" untuk mengurangi dampak kenaikan harga dan biaya energi serta mencegah potensi kerusuhan sosial.

“Kualitas manajemen krisis pemerintah federal akan menjadi faktor penentu dalam tingkat ketakutan eksistensial dan dengan demikian kemungkinan protes sosial,” papar dia.

Dia menambahkan jika Berlin gagal mengelola krisis dengan benar, “gerakan protes besar” akan muncul di Jerman.

Jerman telah bersiap menghadapi krisis energi ketika Uni Eropa (UE) berupaya mengurangi ketergantungan blok tersebut pada energi Rusia di tengah kebuntuan atas aksi militer Moskow di Ukraina.

Harga gas hampir empat kali lipat tahun ini, terutama karena aliran menyusut dari Rusia, pemasok utama benua itu.

Kondisi ini mendorong para pejabat di seluruh Jerman mengambil beberapa tindakan pencegahan, mulai dari membatasi suhu pemanasan maksimum di gedung-gedung publik hingga menciptakan "ruang pemanasan" untuk membantu mereka yang berjuang membayar tagihan pemanas mereka.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More