Gara-gara Perang Rusia-Ukraina, Jumlah Senjata Nuklir Dunia Meningkat
Senin, 13 Juni 2022 - 08:08 WIB
Selama perang di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin dalam beberapa kesempatan mengancam akan menggunakan senjata nuklir.
Sementara itu beberapa negara, termasuk China dan Inggris, secara resmi atau tidak resmi memodernisasi atau meningkatkan persenjataan mereka.
“Akan sangat sulit untuk membuat kemajuan dalam pelucutan senjata di tahun-tahun mendatang karena perang ini, dan karena cara Putin berbicara tentang senjata nuklirnya," kata Korda.
"Pernyataan yang mengkhawatirkan ini mendorong banyak negara bersenjata nuklir lainnya untuk memikirkan strategi nuklir mereka sendiri," imbuh dia.
Menurut SIPRI, terlepas dari berlakunya perjanjian larangan senjata nuklir PBB pada awal 2021 dan perpanjangan lima tahun perjanjian “New START” AS-Rusia, situasinya telah memburuk selama beberapa waktu.
Program nuklir Iran dan pengembangan rudal hipersonik yang semakin canggih dari beberapa negara, antara lain, telah menimbulkan kekhawatiran.
Masih menurut SIPRI, penurunan jumlah senjata nuklir secara keseluruhan telah terjadi sebelumnya karena AS dan Rusia membongkar hulu ledak nuklir yang sudah pensiun. Namun, jumlah senjata nuklir yang operasional tetap relatif stabil.
Moskow dan Washington sendiri menyumbang 90 persen dari persenjataan nuklir dunia.
Rusia tetap menjadi kekuatan nuklir terbesar, dengan 5.977 hulu ledak pada awal 2022, turun 280 dari tahun lalu, baik dikerahkan, dalam persediaan atau menunggu untuk dibongkar.
Menurut SIPRI, lebih dari 1.600 hulu ledaknya diyakini akan segera beroperasi.
Sementara itu beberapa negara, termasuk China dan Inggris, secara resmi atau tidak resmi memodernisasi atau meningkatkan persenjataan mereka.
“Akan sangat sulit untuk membuat kemajuan dalam pelucutan senjata di tahun-tahun mendatang karena perang ini, dan karena cara Putin berbicara tentang senjata nuklirnya," kata Korda.
"Pernyataan yang mengkhawatirkan ini mendorong banyak negara bersenjata nuklir lainnya untuk memikirkan strategi nuklir mereka sendiri," imbuh dia.
Menurut SIPRI, terlepas dari berlakunya perjanjian larangan senjata nuklir PBB pada awal 2021 dan perpanjangan lima tahun perjanjian “New START” AS-Rusia, situasinya telah memburuk selama beberapa waktu.
Program nuklir Iran dan pengembangan rudal hipersonik yang semakin canggih dari beberapa negara, antara lain, telah menimbulkan kekhawatiran.
Masih menurut SIPRI, penurunan jumlah senjata nuklir secara keseluruhan telah terjadi sebelumnya karena AS dan Rusia membongkar hulu ledak nuklir yang sudah pensiun. Namun, jumlah senjata nuklir yang operasional tetap relatif stabil.
Moskow dan Washington sendiri menyumbang 90 persen dari persenjataan nuklir dunia.
Rusia tetap menjadi kekuatan nuklir terbesar, dengan 5.977 hulu ledak pada awal 2022, turun 280 dari tahun lalu, baik dikerahkan, dalam persediaan atau menunggu untuk dibongkar.
Menurut SIPRI, lebih dari 1.600 hulu ledaknya diyakini akan segera beroperasi.
tulis komentar anda