Inilah Senjata Canggih dari Asia yang Diincar Ukraina, Korsel dengan Sopan Menolak
Selasa, 12 April 2022 - 08:00 WIB
SEOUL - Ukraina terus mencari senjata mematikan dari berbagai negara untuk berperang melawan Rusia. Sejumlah negara Barat telah memberikannya dan ada juga negara yang menolak permintaan Kiev.
Beberapa negara yang menolak memberikan senjata mematikan pada Ukraina adalah Korea Selatan (Korsel).
Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan (Korsel) telah menolak permohonan Ukraina untuk persenjataan mematikan anti-pesawat karena “sikap berprinsip”. Penolakan itu sebelum pidato virtual Presiden Ukraina Vladimir Zelensky di parlemen Korsel.
Menteri Pertahanan (Menhan) Korsel Suh Wook melakukan panggilan telepon dengan Menhan Ukraina Aleksey Reznikov, pada Jumat.
“Selama percakapan, panglima militer Seoul menegaskan kembali sikap prinsip negaranya untuk tidak mengirim senjata mematikan ke negara yang dilanda perang,” ungkap laporan outlet This Week in Asia.
“Menteri pertahanan Ukraina meminta senjata untuk pertahanan udara dan Menteri Suh dengan sopan mengulangi sikap prinsip pemerintah Korea Selatan bahwa bantuannya terbatas pada bahan yang tidak mematikan,” ujar seorang pejabat Korea yang diidentifikasi berbagi informasi dengan media tersebut.
Pada Senin, Presiden Zelensky berpidato di Majelis Nasional Korea Selatan. Dia berusaha meminta lebih banyak dukungan dari Seoul untuk perlawanan Kiev terhadap pasukan Rusia yang beroperasi di Ukraina.
Menghadiri pertemuan dengan para pemimpin NATO pada Kamis, Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan Chung Eui-yong berjanji negaranya akan mengalokasikan tambahan USD30 juta untuk bantuan kemanusiaan ke Ukraina.
Sebelumnya, Korea Selatan telah memberi Ukraina pasokan militer yang tidak mematikan seperti helm antipeluru, selimut, dan perlengkapan medis. Nilai keseluruhan bantuan Korea telah melebihi USD800.000.
Rusia meluncurkan operasi militer skala besar terhadap Ukraina pada 24 Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass, Donetsk dan Luhansk.
Rusia sekarang menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev bersikeras serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali dua wilayah yang memisahkan diri dengan paksa.
Beberapa negara yang menolak memberikan senjata mematikan pada Ukraina adalah Korea Selatan (Korsel).
Kementerian Pertahanan Nasional Korea Selatan (Korsel) telah menolak permohonan Ukraina untuk persenjataan mematikan anti-pesawat karena “sikap berprinsip”. Penolakan itu sebelum pidato virtual Presiden Ukraina Vladimir Zelensky di parlemen Korsel.
Menteri Pertahanan (Menhan) Korsel Suh Wook melakukan panggilan telepon dengan Menhan Ukraina Aleksey Reznikov, pada Jumat.
“Selama percakapan, panglima militer Seoul menegaskan kembali sikap prinsip negaranya untuk tidak mengirim senjata mematikan ke negara yang dilanda perang,” ungkap laporan outlet This Week in Asia.
“Menteri pertahanan Ukraina meminta senjata untuk pertahanan udara dan Menteri Suh dengan sopan mengulangi sikap prinsip pemerintah Korea Selatan bahwa bantuannya terbatas pada bahan yang tidak mematikan,” ujar seorang pejabat Korea yang diidentifikasi berbagi informasi dengan media tersebut.
Pada Senin, Presiden Zelensky berpidato di Majelis Nasional Korea Selatan. Dia berusaha meminta lebih banyak dukungan dari Seoul untuk perlawanan Kiev terhadap pasukan Rusia yang beroperasi di Ukraina.
Menghadiri pertemuan dengan para pemimpin NATO pada Kamis, Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Selatan Chung Eui-yong berjanji negaranya akan mengalokasikan tambahan USD30 juta untuk bantuan kemanusiaan ke Ukraina.
Sebelumnya, Korea Selatan telah memberi Ukraina pasokan militer yang tidak mematikan seperti helm antipeluru, selimut, dan perlengkapan medis. Nilai keseluruhan bantuan Korea telah melebihi USD800.000.
Rusia meluncurkan operasi militer skala besar terhadap Ukraina pada 24 Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass, Donetsk dan Luhansk.
Rusia sekarang menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev bersikeras serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali dua wilayah yang memisahkan diri dengan paksa.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda