Foto Bareng Trump di Gereja, Jenderal AS Minta Maaf

Jum'at, 12 Juni 2020 - 02:29 WIB
Presiden AS Donald Trump dan Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley. Foto/Raw Story
WASHINGTON - Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS) karena ikut berpartisapasi dalam foto bersama Presiden Donald Trump di depan sebuah gereja. Foto itu menjadi kontroversi karena dilakukan saat para penegak hukum melakukan tindakan represif kepada demonstran anti rasial dan kekerasan polisi guna memberi jalan bagi Trump.

"Saya seharusnya tidak berada di sana," kata Jenderal Mark Milley dalam pidato kelulusan Universitas Pertahanan Nasional yang direkam sebelumnya.

"Kehadiran saya di saat itu dan di lingkungan itu menciptakan persepsi militer yang terlibat dalam politik domestik," imbuhnya seperti disitir dari Bloomberg, Jumat (12/6/2020).



Kehadiran Milley menuai kritik karena menimbulkan kepercayaan pada klaim Trump bahwa ia dapat menggunakan militer untuk memadamkan aksi protes. Ia adalah pejabat senior saat ini atau mantan militer terbaru yang menegur atau menjauhkan diri dari momen tersebut.

Dalam foto tersebut, Trump mengangkat Alkitab di luar gereja yang rusak sebelum berjalan kembali ke Gedung Putih. Menteri Pertahanan Mark Esper, yang juga ada di sana, mengatakan dia tidak tahu bahwa Trump sedang menyiapkan momen tersebut.

"Sebagai petugas yang ditugaskan dan berseragam, itu adalah kesalahan yang saya pelajari, dan saya sangat berharap kita semua dapat belajar darinya," imbau Milley.

"Kita yang mengenakan seragam bangsa kita berasal dari rakyat bangsa kita dan kita harus memegang teguh prinsip militer apolitis yang begitu mengakar pada esensi dari republik kita," imbuhnya.

Milley berbicara panjang lebar tentang perlunya mengatasi rasisme di Amerika, dan tentang perlunya angkatan bersenjata untuk berbuat lebih banyak untuk meningkatkan ketidaksetaraan di jajaran mereka.

"Saya marah dengan pembunuhan yang tidak masuk akal dan brutal terhadap George Floyd," ucap Milley.

“Kematiannya memperparah rasa sakit, frustrasi, dan ketakutan yang dialami oleh begitu banyak orang Amerika yang hidup bersama. Protes yang terjadi tidak hanya berbicara tentang pembunuhannya tetapi juga selama berabad-abad ketidakadilan terhadap orang Afrika-Amerika. Apa yang telah kita lihat adalah bayangan panjang dosa asal kita di Jamestown 401 tahun yang lalu,” tuturnya.

Dia mengatakan bahwa "protes damai" adalah bagian dari kebebasan Amerika.

“Kami masih berjuang dengan rasisme dan kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Rasisme dan diskriminasi, preferensi struktural, pola penganiayaan, bias tak terucapkan dan tidak disadari tidak memiliki tempat di Amerika dan mereka tidak memiliki tempat di Angkatan Bersenjata kita. Kita harus, kita bisa dan kita akan melakukan yang lebih baik,” tukasnya.

Pemerintah Trump saat ini bergulat dengan bagaimana merespon kematian George Floyd dan warga kulit hitam Amerika lainnya yang telah memicu protes terhadap kebrutalan polisi di seluruh AS. Trump dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke Dallas dan akan mengadakan pertemuan dengan para pemimpin agama, penegak hukum pejabat, dan pemilik usaha kecil. Gedung Putih, menurut Sekretaris Pers Kayleigh McEnan, juga melirik proposal reformasi kepolisian polisi.
(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More