AS Desak Tetap Terbentuknya Pemerintahan Sipil di Sudan
Selasa, 04 Januari 2022 - 04:00 WIB
KHARTOUM - Amerika Serikat (AS) telah mendesak para pemimpin Sudan untuk memastikan pemerintahan sipil dan mengakhiri kekerasan terhadap pengunjuk rasa anti-militer. Desakan ini muncul setelah Abdalla Hamdok mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
“Setelah pengunduran diri PM Hamdok, para pemimpin Sudan harus mengesampingkan perbedaan, menemukan konsensus dan memastikan kelanjutan pemerintahan sipil,” cuit Biro Urusan Afrika Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip dari Reuters, Senin (3/1/2022).
Departemen Luar Negeri AS mengatakan setiap penunjukan baru harus mengikuti kesepakatan pembagian kekuasaan yang dicapai pada 2019. “PM dan kabinet Sudan berikutnya harus ditunjuk sesuai dengan deklarasi konstitusional untuk memenuhi tujuan kebebasan, perdamaian, dan keadilan rakyat. Kekerasan terhadap pengunjuk rasa harus dihentikan,” lanjut pernyataan itu.
Pengunduran diri Hamdok terjadi beberapa jam setelah demonstrasi massal terbaru menentang militer. Sedikitnya 57 warga sipil tewas ketika pasukan keamanan bergerak untuk menahan atau membubarkan demonstrasi sejak kudeta 25 Oktober, menurut petugas medis yang bersekutu dengan gerakan protes. Aksi protes lebih lanjut direncanakan pada hari Selasa.
Hamdok telah menjadi mitra penting bagi negara-negara asing ketika Sudan berusaha keluar dari isolasi dan sanksi selama beberapa dekade di bawah mantan pemimpin Omar Al-Bashir dan untuk mengakhiri krisis ekonomi, dengan dukungan Barat.
Perwakilan Khusus PBB di Sudan, Volker Perthes juga menyesali keputusan Hamdok. Menurutnya, krisis tersebut berisiko menggagalkan kemajuan lebih lanjut yang dibuat sejak pemberontakan yang membantu menggulingkan Bashir.
Beberapa orang Sudan merasa sedih karena kehilangan seorang pemimpin yang menurut mereka menonjol karena kebijaksanaannya. Lainnya, masih marah dengan Hamdok karena kembali setelah kudeta, menyatakan tekad mereka untuk mengakhiri kekuasaan militer.
“Setelah pengunduran diri PM Hamdok, para pemimpin Sudan harus mengesampingkan perbedaan, menemukan konsensus dan memastikan kelanjutan pemerintahan sipil,” cuit Biro Urusan Afrika Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip dari Reuters, Senin (3/1/2022).
Departemen Luar Negeri AS mengatakan setiap penunjukan baru harus mengikuti kesepakatan pembagian kekuasaan yang dicapai pada 2019. “PM dan kabinet Sudan berikutnya harus ditunjuk sesuai dengan deklarasi konstitusional untuk memenuhi tujuan kebebasan, perdamaian, dan keadilan rakyat. Kekerasan terhadap pengunjuk rasa harus dihentikan,” lanjut pernyataan itu.
Pengunduran diri Hamdok terjadi beberapa jam setelah demonstrasi massal terbaru menentang militer. Sedikitnya 57 warga sipil tewas ketika pasukan keamanan bergerak untuk menahan atau membubarkan demonstrasi sejak kudeta 25 Oktober, menurut petugas medis yang bersekutu dengan gerakan protes. Aksi protes lebih lanjut direncanakan pada hari Selasa.
Hamdok telah menjadi mitra penting bagi negara-negara asing ketika Sudan berusaha keluar dari isolasi dan sanksi selama beberapa dekade di bawah mantan pemimpin Omar Al-Bashir dan untuk mengakhiri krisis ekonomi, dengan dukungan Barat.
Perwakilan Khusus PBB di Sudan, Volker Perthes juga menyesali keputusan Hamdok. Menurutnya, krisis tersebut berisiko menggagalkan kemajuan lebih lanjut yang dibuat sejak pemberontakan yang membantu menggulingkan Bashir.
Beberapa orang Sudan merasa sedih karena kehilangan seorang pemimpin yang menurut mereka menonjol karena kebijaksanaannya. Lainnya, masih marah dengan Hamdok karena kembali setelah kudeta, menyatakan tekad mereka untuk mengakhiri kekuasaan militer.
Lihat Juga :
tulis komentar anda