Pasukan Keamanan Sudan Tembak Mati 4 Demonstran
Jum'at, 31 Desember 2021 - 20:01 WIB
KHARTOUM - Pasukan keamanan Sudan telah menembak mati empat orang selama aksi protes nasional, ketika puluhan ribu orang berbaris menentang kekuasaan militer. Demikian dilaporkan sebuah kelompok dokter di Sudan.
Dilaporkan Al Jazeera, tentara Sudan pada Kamis (30/12/2021) menembakkan gas air mata dan granat kejut ketika pengunjuk rasa berbaris melalui Khartum dan kota-kota tetangga, Omdurman dan Bahri menuju istana presiden di ibu kota.
“Empat pengunjuk rasa ditembak mati oleh pasukan keamanan, tiga di antaranya di Omdurman,” kata Komite Sentral Dokter Sudan (CCSD). Protes hari Kamis adalah hari ke-11 demonstrasi besar sejak perebutan kekuasaan oleh militer, yang membuat Abdallah Hamdok digulingkan dan kemudian diangkat kembali sebagai perdana menteri sipil.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, otoritas polisi mengkonfirmasi jumlah korban tewas dan mengatakan 297 pengunjuk rasa dan 49 petugas polisi terluka. Sedikitnya 52 orang tewas oleh pasukan keamanan sejak aktivis pro-demokrasi melancarkan kampanye demonstrasi jalanan menentang kudeta 25 Oktober, menurut para dokter.
Para demonstran telah menuntut agar militer tidak memainkan peran dalam pemerintahan selama transisi menuju pemilihan umum yang bebas. Dilaporkan dari Khartoum, Mohamed Vall dari Al Jazeera mengatakan, situasi di Omdurman telah berkembang menjadi konfrontasi serius antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada indikasi sebelumnya bahwa protes akan lebih ringan daripada sebelumnya.
“Tetapi seiring berjalannya hari, menjadi jelas bahwa karena pasukan keamanan mencegah para pengunjuk rasa di Omdurman menyeberangi jembatan dan mencapai pusat Khartoum, konfrontasi utama terjadi di sana,” kata Vall.
Sebelum protes hari Kamis, kedutaan Amerika Serikat meminta agar pemerintah yang dipimpin oleh panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menahan diri, yang mengandalkan kesepakatan kemitraan November yang kontroversial dengan Hamdok untuk menenangkan kemarahan publik.
"Kedutaan AS menegaskan kembali dukungannya untuk ekspresi damai aspirasi demokrasi, dan kebutuhan untuk menghormati dan melindungi individu yang menjalankan kebebasan berbicara," sebut pernyataan Kedubes AS.
“Kami menyerukan kebijaksanaan ekstrim dalam penggunaan kekuatan dan mendesak pihak berwenang untuk menahan diri dari melakukan penahanan sewenang-wenang,” lanjut pernyataan itu.
Lihat Juga: Hamas Kutuk Kebejatan Moral Israel karena Rekrut Pencari Suaka Afrika untuk Genosida di Gaza
Dilaporkan Al Jazeera, tentara Sudan pada Kamis (30/12/2021) menembakkan gas air mata dan granat kejut ketika pengunjuk rasa berbaris melalui Khartum dan kota-kota tetangga, Omdurman dan Bahri menuju istana presiden di ibu kota.
“Empat pengunjuk rasa ditembak mati oleh pasukan keamanan, tiga di antaranya di Omdurman,” kata Komite Sentral Dokter Sudan (CCSD). Protes hari Kamis adalah hari ke-11 demonstrasi besar sejak perebutan kekuasaan oleh militer, yang membuat Abdallah Hamdok digulingkan dan kemudian diangkat kembali sebagai perdana menteri sipil.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, otoritas polisi mengkonfirmasi jumlah korban tewas dan mengatakan 297 pengunjuk rasa dan 49 petugas polisi terluka. Sedikitnya 52 orang tewas oleh pasukan keamanan sejak aktivis pro-demokrasi melancarkan kampanye demonstrasi jalanan menentang kudeta 25 Oktober, menurut para dokter.
Para demonstran telah menuntut agar militer tidak memainkan peran dalam pemerintahan selama transisi menuju pemilihan umum yang bebas. Dilaporkan dari Khartoum, Mohamed Vall dari Al Jazeera mengatakan, situasi di Omdurman telah berkembang menjadi konfrontasi serius antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa anti-kudeta, meskipun ada indikasi sebelumnya bahwa protes akan lebih ringan daripada sebelumnya.
“Tetapi seiring berjalannya hari, menjadi jelas bahwa karena pasukan keamanan mencegah para pengunjuk rasa di Omdurman menyeberangi jembatan dan mencapai pusat Khartoum, konfrontasi utama terjadi di sana,” kata Vall.
Sebelum protes hari Kamis, kedutaan Amerika Serikat meminta agar pemerintah yang dipimpin oleh panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan menahan diri, yang mengandalkan kesepakatan kemitraan November yang kontroversial dengan Hamdok untuk menenangkan kemarahan publik.
"Kedutaan AS menegaskan kembali dukungannya untuk ekspresi damai aspirasi demokrasi, dan kebutuhan untuk menghormati dan melindungi individu yang menjalankan kebebasan berbicara," sebut pernyataan Kedubes AS.
“Kami menyerukan kebijaksanaan ekstrim dalam penggunaan kekuatan dan mendesak pihak berwenang untuk menahan diri dari melakukan penahanan sewenang-wenang,” lanjut pernyataan itu.
Lihat Juga: Hamas Kutuk Kebejatan Moral Israel karena Rekrut Pencari Suaka Afrika untuk Genosida di Gaza
(esn)
tulis komentar anda