Tsar Bomba Rusia, Bom Nuklir Terbesar Sejagat yang Bikin AS Keder

Senin, 01 November 2021 - 10:17 WIB
Tsar Bomba, bom nuklir terbesar sejagat yang diledakkan Uni Soviet atau Rusia pada 30 Oktober 1961. Bom inilah yang memaksa AS merintis perjanjian pengendalian senjata dengan Soviet. Foto/National Interest
WASHINGTON - Sabtu (30/10/2021) adalah tepat 60 tahun Uni Soviet—sekarang bernama Rusia —meledakkan Tsar Bomba , bom nuklir terkuat sejagat. Bom mengerikan inilah yang membuat presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, John Fitgerald Kennedy, keder sehingga merintis perjanjian pengendalian senjata kedua negara.

Tsar Bomba diledakkan di kepulauan Novaya Zemlya pada tahun 1961.

Kekuatan bom ini 3.333 kali lipat dari bom nuklir AS yang dijatuhkan di Hiroshima. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya jika Tsar Bomba digunakan Rusia dalam perang.





Mengutip New York Times, Minggu (31/10/2021), bom nuklir terbesar di dunia itu telah mengirimkan gelombang kejut melalui lembaga pertahanan Amerika tentang bagaimana seharusnya Amerika Serikat merespons? Apakah Amerika membutuhkan senjata yang lebih besar dan lebih merusak? Apakah bijaksana untuk tidak melakukan apa-apa? Apa cara terbaik untuk melindungi Amerika dari gejolak mematikan dari musuh yang berperang?

Pembuat kebijakan Amerika sekarang menghadapi pertanyaan serupa ketika para pesaing yang berani mengejar sistem pengiriman baru untuk senjata nuklir mereka. Sebuah studi baru, berdasarkan dokumen yang baru-baru ini dideklasifikasi, menawarkan wawasan tentang bagaimana presiden sebelumnya menyelesaikan dilema yang sebanding.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa debat rahasia tentang apa yang harus dilakukan tentang ledakan bom nuklir Soviet yang belum pernah terjadi sebelumnya telah diakhiri oleh Presiden John F. Kennedy.

Terungkap bahwa Kennedy saat itu memilih tidak hanya untuk mengabaikan seruan militer untuk senjata yang lebih mematikan, tetapi juga untuk mensponsori dan menandatangani perjanjian Timur-Barat yang melarang lebih banyak senjata super.

“Itu berjalan sampai ke puncak,” kata Alex Wellerstein, seorang sejarawan nuklir di Stevens Institute of Technology di Hoboken, New Jersey, dan penulis studi tersebut, mengatakan dalam sebuah wawancara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More